Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Koleksi Cermin
Mentari pagi menelisik masuk, membuat Reca mengucek matanya beberapa saat. Tangannya berusaha mencari benda pipih yang ia simpan di bawah bantal. Perlahan matanya dibuka untuk melihat benda tersebut.
"Astaga, jam 7?" teriak Reca.
Leo yang berada di samping Reca ikut terkejut.
"Apa? Jam 7?" tanya Leo panik.
"Mas, kesiangan." Reca menatap Leo dengan rasa bersalah.
Leo tidak menjawab. Ia hanya menyibakkan selimutnya dan segera ke kamar mandi. Tanpa ada ucapan apapun, Leo bersiap. Hari ini adalah hari pertamanya kerja di perusahaan impiannya.
"Sayang maaf," lirih Reca.
"Gak apa-apa sayang. Aku berangkat ya!" ucap Leo.
Kecupan singkat di dahi Reca mengakhiri pertemuan mereka pagi itu. Leo segera pergi dengan motor kesayangannya sambil melambaikan tangannya.
"Astaga! Kamu kenapa sih?" gerutu Reca sambil menepuk ponselnya berkali-kali.
Setelah tiga bulan menikah, ini adalah hari bahagia bagi keduanya. Penantian tiga bulan tidak sebentar. Setelah mencoba melamar kerja ke sana ke sini, akhirnya Leo mendapatkan pekerjaan sesuai impiannya.
Sebelumnya, Leo tidak pengangguran. Ia memang sudah bekerja di perusahaan kecil. Walaupun begitu, hasil kerjanya bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka. Tinggal berdua di rumah kontrakan membuat mereka mandiri meskipun orang tua menawarkan untuk tinggal bersama.
Hari-hari Reca tidak berubah semenjak menikah dengan Leo. Ia hanya bangun, beres-beres rumah, masak, tidur. Berbeda dengan Leo yang setiap siang ia akan bekerja dan kembali ke rumah sore hari. Hal itu terjadi sampai hari ini.
Disela waktu membereskan rumah, Reca menyempatkan diri untuk menatap wajahnya di depan cermin. Ia mengusap perutnya yang masih rata. Harapan hamil harus ditunda saat mengingat kesepakatan dengan Leo.
Saat membereskan lemari, tiba-tiba matanya menatap beberapa tas kecil yang berjejer. Ia tersenyum tipis dan meraih sebuah tas. Warna hitam dengan aksesoris gold di bagian depannya. Reca mencoba mengaitkan tali tas tersebut di bahunya. Kembali ia menatap cermin.
"Kalau begini aku kayak anak kuliahan ya!" ucap Reca pelan.
Reca memang tidak sempat kuliah karena memilih untuk menikah dengan Leo. Hanya enam bulan setelah lulus sekolah, Leo menikahinya dan menjadikannya wanita paling bahagia. Ia segera membuang harapannya yang sudah pupus itu. Saat akan menyimpan tas itu, tiba-tiba cermin kecil terjatuh dan pecah.
"Aduh," ucap Reca terkejut.
Dengan cepat Reca membereskan serpihan cermin yang berserakan di lantai. Di saat yang beramaan, bayangannya tentang cermin itu muncul. Cermin yang pecah itu adalah hadiah dari teman sekolahnya dulu. Bukan tanpa alasan, cermin adalah benda kesukaan Reca. Tak lama, ia mencari cermin lain yang mungkin ada di dalam tas-tas yang lain.
Benar saja, banyak cermin yang berhasil Reca kumpulkan pagi itu. Senyumnya melebar saat mengingat kenangan dari masing-masing cermin yang ada di hadapannya. Meskipun ia tidak mengingat semuanya, namun beberapa membuatnya merindukan masa-masa sekolah dulu.
Terlalu santai, Reca mempercepat pekerjaannya saat melihat jam sudah pukul sebelas siang. Sampai akhirnya ia mandi dan menyimpan koleksi cerminnya itu di dalam dus kecil di kamarnya. Ada dua cermin yang ia letakkan di atas meja rias juga karena bentuknya yang lucu.
Setelah selesai, Reca mandi dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang kesayangannya sambil memegang cermin kecil. Ia menatap wajahnya dengan seksama. Merapikan anak rambutnya yang masih basah. Senyumnya kembali terukir saat membayangkan ia berada bersama teman-temannya di kampus.
Bayangan itu kini masuk ke alam mimpi setelah Reca terlelap dengan harapan hampanya itu. Dalam mimpi, semua terasa indah. Sampai akhirnya mimpi itu usai saat kecupan singkat Leo mendarat di pipinya.
"Mas," ucap Reca.
"Kamu capek ya?" tanya Leo sambil mengusap kepala Reca.
Hal kecil itu yang membuat Reca bersyukur meskipun tidak melanjutkan mimpinya untuk kuliah. Keberadaan Leo membuatnya selalu merasa menjadi wanita yang paling sempurna. Tampan dan perhatian. Begitulah Leo. Bahkan setelah pulang bekerja saja, Leo justru berpikir bahwa Reca kelelahan karena sedang tertidur saat ia pulang bekerja.
"Mas gimana kerjanya?" tanya Reca.
Mendengar pertanyaan Reca, Leo memperbaiki posisinya. Ia duduk dengan nyaman dan menceritakan pengalaman kerja pertamanya di tempat baru. Reca memperhatikan dengan antusias Leo saat bercerita. Terlihat bahagia sekali.
"Terima kasih ya buat doa dan dukungannya," ucap Leo mengakhiri ceritanya.
Pelukan hangat Leo membuat Reca tersenyum di dada bidang pria pujaannya itu. Sore itu menjadi waktu yang hangat untuk mereka. Sampai akhirnya Reca mengajak Leo untuk makan.
Langkah Leo terhenti saat melihat dus kecil yang asing baginya. Reca segera menjelaskan jika itu adalah koleksi cerminnya sejak ia masih sekolah.
"Koleksi? Aneh kamu yank, masa cermin dikoleksi." Leo menggelengkan kepalanya sambil berlalu begitu saja.
Reca menghela napas cukup panjang saat melihat respon suaminya. Padahal ia berharap Leo bertanya atau bahkan sudah tahu kebiasaannya di masa lalu. Tidak seperti Reca yang mencari tahu banyak hal tentang Leo, suaminya itu tidak tampak bersikap sama dengannya.
"Sayang," panggil Leo yang berhasil membuyarkan lamunannya.
"Iya," jawab Reca.
Dengan cepat Reca menghampiri Leo dan makan bersama. Seperti rutinitas biasanya, Leo akan membantu Reca membereskan dan mencuci piring. Terasa sangat menyenangkan saat bisa melakukan semuanya bersama.
"Mas, sabtu dan minggu libur kan kerjanya?" tanya Reca.
Bukan tanpa alasan, setelah Reca membereskan beberapa tas yang sedikit berjamur membuatnya rindu jalan-jalan. Ia berharap dengan pekerjaan baru Leo, sabtu dan minggu tidak digunakan lagi untuk bekerja. Menurut Reca, gaji Leo di tempat barunya sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
"Harusnya sih libur. Memangnya kenapa?" Leo balik bertanya.
"Kok harusnya sih? Bisa gak pasti gitu ya?" ucap Reca kecewa.
"Bukannya begitu sayang, tapi Mas kan karyawan baru. Takutnya bilang libur tapi tiba-tiba ada panggilan dari bos kan nanti repot. Memangnya kenapa?" tanya Leo.
Reca memberanikan diri mengungkapkan keinginannya untuk bisa jalan-jalan berdua. Ia merindukan masa-masa pacaran yang hanya berlangsung enam bulan saja. Anggap saja Reca belum puas pacaran. Leo menanggapinya dengan gemas. Usianya yang terpaut sepuluh tahun membuat Leo memperlakukan Reca seperti anak kecil.
"Oke kalau begitu malam minggu kita pacaran ya!" ucap Leo.
Ucapan Leo berhasil membuat mata Reca berbinar. Senang sekali. Akhirnya Reca akan menikmati masa pacaran itu lagi. Ah, padahal ini baru hari senin. Waktu pasti akan terasa lama untuk Reca.
Malam ini diakhiri dengan Reca yang ditinggalkan tidur lebih dulu oleh Leo. Reca menatap wajah Leo yang tengah tertidur. Terlihat sangat tampan dengan kulit putih dan bibir yang tidak gelap karena Leo tidak merokok.
maaf ya
semangat