"Kau masih gadis?"
"I-iya, Tuan."
"Bagus. Kita akan membuktikannya. Kalau kau berbohong, kau akan tahu apa akibatnya."
Bab 12
Jika pun terjadi. Kenapa? Kenapa dengan gadis bernama Ariella ini?
Dia hanya gadis biasa, gadis yang bekerja sebagai petugas kebersihan panggilan, seseorang yang bahkan debu pun lebih terlihat keberadaannya dibanding dia.
Kenapa bukan gadis cantik putri seorang pejabat? Kenapa bukan seorang gadis yang berasal dari kalangan yang sama dengannya?
Carlton tidak tahu.
Ia tidak merasakan sengatan atau tarikan yang begitu kuat seperti yang ia rasakan saat ini.
"H-hentikan!"
"Aku tahu sekarang alasan kengapa aku tidak menurunkanmu di jalan malam itu, Ariella."
Carlton menggeram, telapak tangannya dibuka lebar-lebar, turun menelusuri perut Ariella yang rata, terus turun sampai ke lembah manis gadis itu, yang masih tertutup rapat oleh celana jins longgar.
"Karena aku merasakannya. Kau menyimpan sesuatu."
Bibir Ariella bengkak dan ranum, mulutnya terbuka, tersengal-sengal di bawah Carlton, sementara dadanya naik turun dengan cepat.
"Kupikir kau... kau orang baik," katanya dengan air mata mulai mengalir ke pelipis.
"Apakah aku mengecewakanmu?"
Carlton tertawa mengejek.
"Percayalah, Tuan Carlton. Aku bukan bagian dari mereka. Aku hanya ... tidak sengaja berada di posisi yang tidak semestinya. Harusnya hari itu aku tidak bertemu denganmu, karena setiap aku datang, tempat itu selalu kosong. Aku bekerja, lalu pergi."
Memang, hari itu Carlton datang ke sana di luar jadwal perjalanannya. Seharusnya Carlton berada di apartemen yang ini, sendirian, menikmati waktu istirahatnya dengan penuh kenyamanan, tetapi ia justru berada di kamar apartemen lain bersama gadis telanjang di bawahnya.
"Kumohon, Tuan. Lepaskan aku."
Mendengar permohonan Ariella, Carlton merasakan tubuhnya dibanjiri oleh hasrat yang begitu besar, melebihi apa yang pernah ia rasakan. Jari-jarinya menelusuri leher Ariella, lalu mengapit dagu manis gadis itu, memaksanya menatap langsung ke matanya.
"Ariella...." Carlton memiringkan kepala, ia berkata dengan mata berkilat oleh gairah, " memohonlah sekali lagi. Maka aku akan melepaskan."
Ariella membuka mulut, lalu menutupnya. Tak lama kemudian gadis itu mencoba lagi, lidahnya seolah kelu. Ia menatap mata hijau Carlton dan berkata pelan, "Tuan Carlton, kumohon lepaskanlah aku."
Bibir Carlton ditarik, membentuk seringai jahat, "Kau akan dilepaskan, setelah aku puas bermain-main denganmu."
Sambil mengatakannya, Carlton mulai melepas ikat pinggangnya.
"Kau pikir bisa pergi begitu saja setelah membuatku marah, Nona?"
"Kau tidak boleh melakukan itu, aku mohon kau tidak akan melakukan itu. Lepaskan aku!
Lepaskan aku, Tuan!"
"Apa kau lebih senang para penagih hutang itu yang melakukannya? Setidaknya aku tampan."
Benar-benar tidak tahu malu saat mengatakannya. Carlton tersenyum lebar.
"Menurutlah, ini akan cepat."
"Aku lebih senang dilepaskan dan pergi dari kalian."
"Kau akan pergi, Ariella. Setelah aku mencicipimu."
"Kau biadab, lepaskan aku!"
"Aku sudah menyelamatkanmu. Setidaknya kau harus berterima kasih padaku."
Mata Ariella berkaca-kaca dan tidak fokus, saat bibir Carlton turun untuk menyapu lehernya, saat itu tubuh Ariella seolah disengat listrik.
Ia gemetar, ketakutan dan bingung.
Pergelangan tangannya sakit karena tertahan, tubuhnya seolah dipaku, tidak dapat bergerak di bawah pria itu.
Sementara Carlton menyukainya. Menikmati ekspresi di wajah Ariella yang ketakutan, yang bingung dan tampak terkejut oleh perbuatan beraninya.
"Kau harus tahu, Ariella. Tidak ada yang gratis di dunia ini. Aku membawamu ke sini bukan karena aku baik hati, tetapi karena aku masih merasa penasaran. Karena aku ingin tahu sejauh mana kau terlibat dan apa yang diinginkan Tora dariku."
Jari-jari Carlton menari-nari di bagian bawah
kaus yang dikenakan Ariella, menariknya.
Ariella menggeleng, ia mencoba memberontak lagi, tetapi lagi-lagi hasilnya sama.
Ia tidak bisa melepaskan diri.
Apakah Ariella akan berakhir seperti ini?
Sekarang juga? Di tangan orang asing dan berbahaya seperti Carlton Rutherford?
"Hentikan, kumohon...."
"Belum."
Ariella memejamkan mata, kedua tangannya terkepal erat, sementara mulut pria itu turun, memberikan kecupan di sana, dan sapuan dengan benda lunak tak betulang.
"Hentikan," bisik Ariella, sambil
tersengal-sengal.