NovelToon NovelToon
The Story Of Jian An

The Story Of Jian An

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:571
Nilai: 5
Nama Author: NinLugas

Pada abad ke-19, seorang saudagar China yang kaya raya membawa serta istri dan anaknya menetap di Indonesia. Salah satu anak mereka, Jian An, tumbuh menjadi sosok yang cerdas dan berwibawa. Ketika ia dewasa, orang tuanya menjodohkannya dengan seorang bangsawan Jawa bernama Banyu Janitra.

Pada malam pertama mereka sebagai suami istri, Banyu Janitra ditemukan tewas secara misterius. Banyak yang menduga bahwa Jian Anlah yang membunuhnya, meskipun dia bersikeras tidak bersalah.

Namun, nasib buruk menghampirinya. Jian An tertangkap oleh orang tidak dikenal dan dimasukkan ke dalam sumur tua. berenang di permukaan air sumur yang kini tidak lagi berada di abad ke-19. Ia telah dipindahkan ke kota S, tahun 2024. Dalam kebingungannya, Jian An harus menghadapi dunia yang jauh berbeda dari yang ia kenal, berusaha menemukan jawaban atas misteri kematian suaminya dan mencari cara untuk kembali ke masa lalu yang penuh dengan penyesalan dan rahasia yang belum terungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

06

Beberapa hari setelah malam pernikahan yang penuh ketegangan itu, Jian An mulai kembali ke rutinitasnya, yang lebih mengandalkan keahliannya di toko kain milik keluarganya. Setiap pagi, ia sibuk memilih bahan terbaik dan mendesain pakaian yang akan dijual, sementara pikirannya kadang melayang kepada pertemuan dengan Banyu, yang meskipun penuh kebingungannya, masih menyisakan perasaan yang sulit dijelaskan. Namun, di malam hari, setelah kesibukan di toko kain selesai, ia akan kembali ke rumah dan melaksanakan tugas yang baru, sebagai istri dari Banyu Janitra.

Banyu, yang sering datang ke rumah setelah ia selesai dengan urusan kerajaan dan keluarga bangsawannya, sering meminta Jian An untuk memasak hidangan tertentu yang telah dia pelajari sebelumnya. Meski Jian An merasa agak canggung dan tidak sepenuhnya nyaman dengan peran barunya, ia merasa bahwa ini adalah cara untuk mulai menunjukkan perhatian dan merajut hubungan dengan suaminya, meskipun masih banyak hal yang belum sepenuhnya jelas di hatinya.

Sore itu, seperti biasa, setelah hari yang panjang di toko kain, Jian An masuk ke dapur dengan langkah ringan. Ia mulai menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memasak hidangan yang dipesan oleh Banyu. Makanan yang diminta Banyu selalu sederhana, namun penuh dengan nuansa Jawa yang khas—sebuah masakan yang mengingatkannya pada keluarganya, pada masa kecilnya yang damai sebelum semua perjodohan dan perasaan asing datang ke dalam hidupnya. Dengan hati-hati, Jian An mempersiapkan bumbu-bumbu, meracik setiap bahan dengan teliti, dan membiarkan aroma harum mulai memenuhi dapur.

Pada saat yang bersamaan, ia merenung sejenak. Masakan yang ia buat bukan hanya untuk memenuhi kewajibannya sebagai istri, tetapi juga sebagai bentuk rasa tanggung jawab dan perhatian terhadap Banyu, yang meskipun baru saja ia nikahi, namun perlahan mulai menjadi bagian dari hidupnya. Jian An tahu, meskipun mereka belum saling memahami sepenuhnya, hal-hal kecil seperti ini bisa menjadi titik awal untuk membangun hubungan yang lebih baik.

Ketika Banyu akhirnya pulang, ia disambut oleh aroma masakan yang menggoda, dan senyuman kecil dari Jian An. Ia duduk di meja makan, menunggu dengan sabar sementara Jian An meletakkan piring-piring penuh hidangan di depannya. "Kau selalu tahu bagaimana membuat rumah ini terasa lebih hidup," kata Banyu dengan senyum hangat, meskipun matanya tidak bisa menyembunyikan rasa lelah dari hari yang panjang.

Jian An hanya tersenyum lembut, namun hatinya terasa sedikit lebih ringan. Meskipun perasaan antara mereka masih belum sepenuhnya terungkap, ada semacam kenyamanan yang mulai terbentuk. Makan malam bersama ini, meskipun sederhana, terasa penting sebagai langkah kecil menuju hubungan yang lebih saling memahami.

Selama makan malam, percakapan mereka mulai mengalir lebih lancar. Banyu berbicara tentang berbagai hal—tentang tugas-tugas kerajaan, tentang keluarganya, dan tentang harapannya untuk masa depan. Jian An mendengarkan dengan penuh perhatian, meskipun masih ada banyak hal yang belum ia pahami. Namun, ia tahu bahwa langkah demi langkah, dengan waktu, mereka akan menemukan cara untuk saling mengenal lebih dalam.

Pada akhirnya, malam itu, meskipun masih ada jarak yang membentang di antara mereka, suasana di rumah mereka terasa sedikit lebih hangat. Seperti masakan yang disiapkan dengan penuh perhatian, perlahan-lahan, hubungan mereka mulai berkembang, penuh dengan ketidaktahuan, keraguan, tetapi juga potensi untuk sesuatu yang lebih.

Setelah selesai makan malam, suasana di kamar mereka terasa tenang, seiring dengan keduanya yang berbaring di ranjang. Jian An duduk di samping Banyu, merasa sedikit lebih nyaman setelah makan malam yang sederhana namun penuh perhatian itu. Mereka berbicara perlahan, tentang hal-hal kecil, tentang kehidupan masing-masing, dan tentang harapan-harapan yang mungkin mereka bagikan meskipun banyak ketidakpastian di dalamnya.

Namun, di tengah percakapan yang mulai mengalir itu, tiba-tiba Banyu terbatuk keras. Suara batuknya mengisi keheningan malam, dan Jian An menoleh dengan cepat, khawatir. Banyu mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri, tetapi batuk itu semakin parah. Batuk terakhir yang keluar dari mulutnya disertai dengan darah yang mengalir dari bibir dan hidungnya. Kejadian itu membuat suasana hati Jian An langsung berubah, dari rasa nyaman menjadi cemas yang mendalam.

"Bang... Banyu!" Jian An berseru, cepat-cepat membantu Banyu duduk dan mengusap dahinya dengan lembut, matanya penuh ketakutan. Darah yang mengalir dari mulut dan hidungnya semakin membuatnya panik. "Apa yang terjadi? Apa kau baik-baik saja?" tanya Jian An, suaranya gemetar.

Banyu mencoba tersenyum, meskipun wajahnya terlihat pucat dan matanya sedikit kabur karena kelelahan. "Ini... hanya batuk biasa," jawabnya pelan, namun ada yang tidak bisa disembunyikan dari ekspresinya—rasa sakit yang jelas tampak di wajahnya.

Jian An tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Ia memeriksa tubuh Banyu dengan cemas, tetapi tak tahu harus berbuat apa. Batuk yang mengeluarkan darah itu bukanlah hal biasa. Apalagi, ia ingat kembali bahwa Banyu belum menunjukkan tanda-tanda seperti ini sebelumnya. Kejadian ini jelas bukan hanya sekadar batuk biasa, dan semakin membuatnya takut.

"Apa... apa yang harus kita lakukan?" tanya Jian An, bingung dan cemas. Ia memegangi tangan Banyu, tidak tahu apakah ia bisa melakukan sesuatu untuk membantu, merasa tak berdaya di tengah momen yang begitu mendalam ini.

Banyu menghela napas berat, mencoba menenangkan Jian An dengan senyum tipis yang samar. "Jangan khawatir, Jian An. Ini... sudah sering terjadi sebelumnya," jawabnya dengan suara lemah. "Ini hanya masalah lama... aku akan baik-baik saja."

Namun, meskipun kata-katanya mencoba memberi ketenangan, Jian An bisa merasakan ada sesuatu yang lebih dalam yang sedang disembunyikan oleh suaminya. Ia bisa melihat dari ekspresi Banyu bahwa ini bukan masalah biasa—ada sesuatu yang lebih gelap, yang sedang merayapi tubuhnya. Darah yang keluar dari mulut dan hidungnya hanya memperjelas bahwa ada bahaya yang lebih besar yang sedang mengintai.

Jian An merasa terjepit antara rasa ingin tahu dan rasa takut, tetapi dalam hatinya, ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu. Namun, sejenak ia hanya bisa memegangi tangan Banyu dengan erat, berharap bahwa suaminya akan segera baik-baik saja, meskipun di dalam hatinya masih banyak pertanyaan yang tak terjawab.

Keheningan kembali mengisi kamar itu, namun kali ini, bukan keheningan yang menenangkan. Keheningan yang penuh dengan ketidakpastian dan rasa takut akan apa yang mungkin akan datang setelahnya.

Keheningan yang pekat menggantung di udara malam itu, mengiringi perasaan ketakutan yang menguasai Jian An. Hujan yang turun deras di luar jendela seakan menambah berat suasana yang tengah melingkupi kamar mereka. Meskipun Jian An sudah berteriak memanggil Banyu, suaranya terasa seperti ditelan oleh gelapnya malam. Wajah Banyu yang semakin membiru membuat hatinya hancur, tubuh suaminya semakin lemah dan tak berdaya di hadapannya. Setiap detik yang berlalu terasa begitu panjang, namun rasa cemas dan takut itu seperti terjebak dalam ruang waktu yang seakan tak berujung.

Banyu hanya bisa terbaring dengan napas yang semakin berat, matanya terpejam rapat, dan keringat dingin mengucur dari dahinya. Meskipun Jian An memegangi tangannya dengan erat, berusaha memberi kekuatan, Banyu tampak semakin kehilangan tenaga. Setiap usaha untuk bangkit dan berbicara terasa sia-sia, hanya meninggalkan kesunyian yang semakin mendalam. Tak ada yang bisa dilakukan lagi, selain berharap, meskipun jauh di lubuk hati Jian An, ia tahu harapan itu semakin tipis.

Lima belas menit berlalu, namun detik demi detik terasa semakin lambat. Jian An merasakan kepanikan yang tak terkendali, tubuhnya bergetar saat ia melihat kondisi Banyu yang semakin memburuk. Teriakan-teriakan panik tidak mampu menembus ruangan hujan malam itu. Banyu, suaminya yang baru saja ia nikahi, terkulai dengan wajah yang membiru, semakin jauh dari hidup.

Dan akhirnya, setelah berjuang dengan waktu yang semakin menipis, Banyu menghembuskan napas terakhirnya tepat sepuluh hari setelah pernikahan mereka. Tidak ada yang lebih memukul bagi Jian An selain kenyataan bahwa kehidupan pernikahan mereka yang baru saja dimulai dengan harapan dan ketidakpastian kini berakhir begitu tragis. Tanpa suara, tanpa penjelasan, dan tanpa kesempatan untuk mengenal satu sama lain lebih jauh.

Banyu meninggal dunia, meninggalkan Jian An dalam kesendirian yang tak terbayangkan. Kamar itu yang semula penuh dengan tawa dan harapan, kini hanya menyisakan kesedihan yang mendalam. Jian An duduk terdiam, memegangi tangan Banyu yang kini terasa dingin, hatinya penuh dengan kesedihan dan kebingungannya. Tak ada penjelasan tentang penyakit yang merenggut nyawa suaminya, tak ada kata-kata terakhir yang bisa memberi penutupan bagi kisah mereka yang begitu singkat.

Malam itu, hujan terus turun tanpa henti, seakan turut merasakan kesedihan yang mendalam di hati Jian An. Segalanya berubah begitu cepat, dan ia kini harus menghadapi kenyataan pahit bahwa takdir pernikahannya berakhir dengan tragedi yang begitu mendalam.

1
yanah~
Mampir kak, tulisannya rapi, enak dibaca 🤗
¶•~″♪♪♪″~•¶
semangat kk/Determined//Determined/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!