Ina meninggalkan keluarganya demi bisa bersama Ranu, dengan cinta dan kesabarannya, Ina menemani Ranu meski masalah hidup datang silih berganti.
Setelah mengarungi bahtera selama bertahun-tahun, Ranu yang merasa lelah dengan kondisi ekonomi, memutuskan menyerah melanjutkan rumah tangganya bersama Ina.
Kilau pelangi melambai memanggil, membuat Ranu pun mantap melangkah pergi meninggalkan Ina dan anak mereka.
Dalam kesendirian, Ina mencoba bertahan, terus memikirkan cara untuk bangkit, serta tetap tegar menghadapi kerasnya dunia.
Mampukah Ina?
Adakah masa depan cerah untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
“Lepaskan jika kamu merasa sudah tak sanggup. Jangan menahan diri terlalu lama, kamu berhak bahagia.” Adam menasehati adiknya.
Saat ini mereka sedang berada di sebuah restoran cepat saji. Adam mengajak mereka makan malam dulu sebelum berpisah lalu pulang ke rumah masing-masing.
Ina mengangguk, sejauh ini dia masih mencoba bertahan, karena dia masih harus memikirkan Andri juga. Dia merasa tidak bisa mengambil keputusan secara gegabah.
“Pulanglah, Mama dan Papa pasti senang kamu kembali!” Adam masih enggan melepaskan genggamannya dari jemari sang adik.
Ina mendongak sebentar guna menatap wajah kakaknya, tetapi sesaat kemudian menunduk kembali. Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan sendu. Sebenarnya dia juga ingin pulang, sebenarnya dia juga rindu dengan mama dan papanya. Tetapi dia tidak memiliki keberanian.
“Mungkin adikmu takut kalau papa dan mamanya masih marah padanya.” ujar Bi Hindun.
Ina yang semula menunduk kembali mengangkat kepalanya. Apa yang diucapkan oleh bibinya sama persis dengan apa yang ada dalam pikirannya.
Adam kembali menghela nafas. “Papa mungkin marah. Papa mungkin kecewa. Tapi semarah dan sekecewa apapun yang namanya orang tua, mereka pasti tetap merindukan anaknya jika berjauhan. Mereka pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Dan mereka pasti bersedih mendengar berita anaknya tidak bahagia.
Air mata Ina kembali menetes. “Pergilah! Tapi jika suatu apa yang Papa ucapkan ternyata benar terjadi, jangan pernah mengeluh pada Papa dan Mama. Hadapi masalahmu sendiri. Jangan pernah libatkan Mama dan Papa. Kamu benar seperti ucapanmu. Kamu telah dewasa dan berhak menentukan hidupmu sendiri maka Papa melepaskanmu!”
Kilasan akan kemarahan papanya kembali terlintas di depan mata. Betapa marah cinta pertamanya waktu itu, Waktu dia tidak mendengarkan nasehat mereka. Waktu dia lebih memilih Ranu daripada keluarganya.
Dan sekarang saat ucapan papanya ternyata benar, bahwa ternyata Ranu bukanlah pria yang baik, bukan sosok suami yang setia, bukan Ayah yang bertanggung jawab. Lalu bagaimana cara dia menunjukkan wajah di hadapan papa dan mamanya. Bukan hanya takut, rasa malunya lebih besar.
***
Adam memandang kepergian Ina, Adnan, dan Bi Hindun dengan tatapan nanar. Ina pulang bersama Andri dengan sepeda motornya, karena dia tidak mau sepeda motor itu diantar oleh dealer ke rumah. Enggan untuk berdebat, Adam membiarkan saja adiknya itu memilih sepeda motor sesuai dengan seleranya.
Di belakangnya Adnan mengiringi bersama dengan Bi Hindun menggunakan mobilnya. Takut sesuatu terjadi dengan Ina. Mereka baru akan berpisah ketika nanti sudah sampai di perbatasan desa.
***
Di rumah Ranu.
Siska merasa geram, duduk di sebuah kursi usang, wanita itu mengepalkan tangannya erat, bahkan gigi-gigi gerahamnya beradu bertatapan. Sudah sejak satu jam yang lalu mereka pulang dari rumah Bu Rahayu, setelah acara selamatan selesai dan para wanita yang dipekerjakan oleh ibu mertuanya pulang.
Rasa lelah menggelayut badan, karena dengan enggan dia akhirnya ikut juga membantu di dapur, risih dengan suara celotehan para tetangga dan adik iparnya. Mengajak suaminya segera pulang dengan tujuan ingin segera beristirahat.
Akan tetapi apa kenyataannya. Sesampai di rumah bukannya bisa langsung istirahat, dia dibuat kesal oleh suaminya yang sejak tadi hanya mondar-mandir dengan HP di tangannya. Ina tidak berada di rumah ketika mereka sampai. Itulah alasannya.
“Kurang ajar. Dasar perempuan sialan. Ini pasti trik dia yang ingin membuat Mas Ranu kembali melirik dia. Dia pasti sengaja mencari perhatian Mas Ranu.” Duduk dalam diam, tetapi tak ada satu pun yang tahu apa isi otak wanita itu.
“Sudahlah, Mas, jangan terlalu cemas, barangkali saja Mbak Ina ingin menginap di rumah bibinya. Lagi pula ini sudah malam. Pasti Mbak sudah tidur. Dan sebaiknya kita tidur juga. Kita juga lelah butuh istirahat.” Berpura-pura tersenyum dan menghibur suaminya, sebenarnya hatinya sedang memaki dan mengumpat habis-habisan.
Menghela nafas panjang, akhirnya Ranu pun beranjak dari tempat duduknya. Mungkin Siska benar, kalau Ina sedang berada di rumah bibinya. Yang di akhiran adalah, tidak biasanya Ina pergi tanpa berpamitan padanya. Apakah Ina sedang marah padanya?
Sekali lagi menoleh ke arah aplikasi hijau. Pesan yang dia kirim beberapa menit yang lalu masih tetap centang satu.
Brummm brummm…
Baru saja Ranu ingin mengikuti langkah istrinya menuju kamar, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara sepeda motor yang berhenti tepat di depan rumah.
Bergegas saja Ranu berlari menuju ke arah jendela untuk mengintip siapa yang datang. Siska yang juga merasa penasaran mengikuti di belakang suaminya.
Ranu dan Siska saling pandang merasa tidak mengenali sosok yang sedang duduk di atas sepeda motor karena kepalanya tertutup helm.
“Andri,,,?”
“Andri,,,?”
Ranu dan Siska berseru bersamaan ketika melihat seorang bocah kecil turun dari boncengan. Itu adalah Andri, lalu di mana Ina.
Ranu segera membuka pintu. “Andri!” Serunya.
Andri yang baru saja turun dari sepeda motor dan hendak membuka pintu menghentikan langkahnya karena melihat keberadaan ayah dan istri barunya.
“Kalian membuka pintu untukku? Wah baik sekali kalian!”
Mata Ranu dan Siska terbelalak sempurna melihat sosok yang baru saja membuka helm.
“Ina,,,?”
“Ina,,,?”
Lagi-lagi mereka berseru bersamaan. Apalagi melihat jenis sepeda motor yang saat ini sedang dituntun oleh Ina.
VIXION. sepeda motor yang biasa hanya dinaiki oleh laki-laki. Benarkah tadi Ina mengendarai sepeda motor itu? Benarkah Ina bisa?
“Ya sudah, minggir dong! Jangan berdiri di depan pintu, aku mau masukkan sepeda motor!” seru Ina karena melihat dua orang itu yang malah bengong dengan mulut terbuka.
“Woii…!”
Seruan Ina membuat mereka tersadar dari bengongnya. Bergegas memberi jalan agar Ina dan sepeda motor itu bisa lewat. Andri mengiring di belakangnya dengan sebelah tangan berpegangan pada bumper. Dan sebelah lagi menenteng helm yang tadi dipakai oleh ibunya. Memalingkan wajah saat bersimpangan dengan ayahnya.
Ranu menelan ludahnya. VIXION, sepeda motor yang pernah jadi impiannya dulu. Kini ada di hadapannya, tapi itu bukan miliknya.
Pria itu kemudian mengedarkan pandangannya pada sebuah motor yang juga terparkir di sudut rumahnya. Motor yang dibeli Siska beberapa hari sebelum mereka pulang ke desa. Sebuah motor matic. Itu sama sekali bukan selera Ranu, tapi dia tak bisa memaksa istrinya untuk membeli yang sesuai seleranya.
“Itu sepeda motor siapa, Na?” Akhirnya Ranu tak bisa menahan rasa penasarannya.
“Oh, punya Adnan. Aku mau pulang tapi tidak ada yang ngantar. Jadi Bibi suruh aku bawa motornya Adnan saja.”
Sesuai rencana semula, Ina mengakui itu sebagai milik Adnan. Takut kalau suaminya akan curiga dari mana dia mendapatkan uang jika mengakui itu sebagai miliknya. Lebih tidak suka lagi jika akhirnya Ranu akan ikut menaiki sepeda motor itu juga. Apalagi jika nanti saudara-saudaranya yang lain juga ikut mengklaim kepemilikan.
Sepeda motor telah terparkir sempurna, Ina segera mencabut kontak itu dan memasukkannya ke dalam saku.
“Andri, ayo segera tidur, besok masih harus sekolah!” Ina bermaksud menggandeng tangan anaknya untuk diajak ke kamar.
“Iya, Bu.” Bocah itu mengangguk dan mengikuti langkah ibunya.
“Na, tunggu..!”
ttp semngat thor/Good/
padahal belum tentu Ranu mau meresmikan pernikahannya.. pasti alasannya krn sayang duitnya.. 😅😅😅