Genre: Petualangan, Misteri, Fantasi
Garis Besar Cerita:
Perjalanan Kael adalah kisah tentang penemuan diri, pengorbanan, dan pertarungan antara memilih untuk berpegang pada prinsip atau membiarkan kekuasaan mengendalikan takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Xyro8978, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pintu Terkunci di Reruntuhan Sella
Matahari baru saja merangkak ke ufuk ketika Alaric Dhaman berdiri di hadapan reruntuhan kuno Sella. Bangunan-bangunan tua itu menjulang dengan nuansa kelabu dan penuh retakan, seolah menceritakan kisah peradaban yang telah lama hilang. Hembusan angin pagi membawa aroma debu dan lumut, mengisi paru-parunya dengan rasa petualangan yang tak tertahan.
“Di sinilah semuanya dimulai,” gumam Alaric, menatap peta yang kusut di tangannya. Peta itu adalah peninggalan terakhir ayahnya sebelum hilang enam bulan lalu. Di salah satu sudutnya tertulis sebuah catatan kecil: “Temukan pintu yang tersembunyi di Sella. Di sanalah jawaban menantimu.”
Dengan hati-hati, Alaric melangkah masuk ke dalam reruntuhan. Batu-batu besar berserakan di sekitarnya, dan bayangan dari dinding yang runtuh menciptakan suasana yang menakutkan. Namun, bagi seorang pemuda yang sejak kecil terbiasa membaca teka-teki dan mengurai misteri, tempat ini adalah surga.
Senter di tangannya menyinari ukiran-ukiran aneh pada dinding. Gambar-gambar itu menggambarkan sosok manusia yang melingkari simbol matahari, dengan garis-garis yang mengarah ke tengah—mirip sebuah peta labirin. Alaric mengernyit, mencoba memahami maknanya.
“Sepertinya aku butuh waktu lama di sini,” ujarnya sambil menekan tombol perekam suara di jam tangannya. Ia selalu mencatat setiap temuan dengan rapi, sebuah kebiasaan yang diwariskan oleh ayahnya.
Bayangan di Balik Batu
Langkah kakinya bergema di dalam ruang kosong. Tiba-tiba, suara seperti sesuatu yang terjatuh bergema dari ujung lorong. Alaric berhenti. Tubuhnya menegang, dan tangannya meraih pisau kecil yang terselip di pinggangnya. Ia menoleh ke belakang, memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mengikutinya.
“Siapa di sana?” tanyanya, suaranya terdengar lebih berani daripada perasaannya.
Tidak ada jawaban. Tapi suara itu terdengar lagi, kali ini lebih dekat. Alaric menyalakan senter, mengarahkannya ke sumber suara. Di balik tumpukan batu besar, ia melihat sesuatu bergerak. Dengan hati-hati, ia mendekat.
Ketika ia mengangkat salah satu batu yang menghalangi pandangannya, seekor makhluk kecil berwarna abu-abu melompat keluar, nyaris mengenai wajahnya. Alaric terjatuh ke belakang, jantungnya berdegup kencang. Itu hanya seekor tikus besar, tapi cukup untuk membuatnya merasa bodoh.
“Bagus,” katanya sambil menghela napas. “Aku hampir mati karena tikus.”
Ia bangkit, mengibaskan debu dari pakaiannya, dan kembali fokus pada tujuannya.
Pintu Misterius
Setelah hampir satu jam menjelajahi reruntuhan, Alaric menemukan sebuah ruangan besar yang dikelilingi oleh pilar-pilar setinggi lima meter. Di tengah ruangan itu, ada sesuatu yang menarik perhatian: sebuah pintu logam besar yang tampak tidak pada tempatnya di tengah reruntuhan batu. Pintu itu berdiri tegak dengan permukaan yang bersih, seolah-olah baru saja dipasang.
“Ini pasti yang dimaksud ayah,” ujar Alaric dengan penuh semangat. Ia mendekati pintu itu, memperhatikan setiap detailnya. Tidak ada pegangan, kunci, atau engsel yang terlihat. Hanya ukiran kecil berbentuk lingkaran di tengahnya.
Ia mengeluarkan buku catatan kecil dari ranselnya, membandingkan ukiran itu dengan simbol yang ada di peta. Cocok. Ini adalah titik awal yang ia cari.
Namun, pertanyaan besar masih ada: bagaimana cara membukanya?
Alaric mencoba menekan lingkaran itu, tetapi tidak ada yang terjadi. Ia mengetuk pintu, memeriksa sisi-sisinya, bahkan mencoba menggunakan pisau kecilnya untuk mencari celah. Semuanya sia-sia.
“Ada sesuatu yang kurang,” pikirnya keras-keras.
Petunjuk Pertama
Saat sedang mencari cara, sesuatu di lantai menarik perhatiannya. Sebuah garis halus membentuk pola melingkar di sekitar tempatnya berdiri. Pola itu terlihat samar, hampir tidak terlihat kecuali dengan senter. Dengan penasaran, Alaric mengikuti pola itu, mencoba memahami maksudnya.
Ia mengingat ukiran di dinding yang dilihat sebelumnya—manusia yang melingkari matahari. Tiba-tiba, sesuatu mengklik di pikirannya.
“Ini bukan pintu biasa,” katanya sambil tersenyum tipis. “Ini teka-teki.”
Ia berdiri di tengah pola, tepat di bawah lingkaran ukiran di pintu. Dengan hati-hati, ia mengangkat kedua tangannya, mencoba meniru pose manusia dalam ukiran tadi. Seketika itu juga, terdengar suara gemuruh pelan. Lingkaran di pintu mulai bersinar dengan cahaya biru redup.
“Bingo!” seru Alaric.
Namun, cahaya itu hanya bertahan beberapa detik sebelum menghilang lagi. Alaric menghela napas frustrasi. “Tentu saja tidak semudah itu.”
Kejadian Tak Terduga
Saat ia mencoba menganalisis ulang teka-teki itu, suara langkah kaki terdengar dari lorong di belakangnya. Alaric membeku. Kali ini, itu bukan tikus. Langkah-langkah itu terlalu berat dan teratur.
Ia mematikan senter dan bersembunyi di balik salah satu pilar. Dari bayangannya, ia melihat dua sosok berpakaian serba hitam masuk ke dalam ruangan. Mereka membawa senter yang lebih besar, menyinari setiap sudut.
“Seseorang pasti sudah berada di sini,” kata salah satu dari mereka dengan nada rendah.
“Lihat, bekas debu di lantai. Ada jejak kaki,” sahut yang lain.
Alaric merasakan jantungnya berdetak semakin cepat. Ia tidak tahu siapa mereka, tapi jelas bahwa mereka bukan teman. Dalam diam, ia meraih pisaunya lagi, berjaga-jaga jika terjadi sesuatu.
“Kita harus menemukan artefaknya sebelum orang lain,” kata salah satu pria itu lagi. “Araziel tidak akan menerima kegagalan.”
Nama itu membuat Alaric bingung. Siapa Araziel? Dan apa hubungannya dengan pintu ini?
Tindakan Berani
Salah satu pria itu mendekati pintu, memeriksa ukiran di lingkarannya. Mereka tampak kebingungan, sama seperti Alaric sebelumnya. Melihat kesempatan, Alaric memutuskan untuk bertindak.
Dengan cepat, ia melempar batu kecil ke arah lain ruangan, menciptakan suara keras yang memecah keheningan. Kedua pria itu langsung menoleh, bersiap dengan senjata di tangan mereka.
“Siapa di sana?!” teriak salah satu dari mereka.
Sementara mereka teralihkan, Alaric merangkak keluar dari persembunyiannya, bergerak menuju pintu. Ia tidak punya banyak waktu. Dengan ingatan yang tajam, ia mencoba mengulangi pose manusia dalam ukiran, tetapi kali ini ia menambahkan sesuatu—ia mengucapkan kata-kata yang tertulis di catatan ayahnya: “Lux Arcanum.”
Pintu itu bersinar kembali, lebih terang dari sebelumnya. Sebuah suara mekanis terdengar, dan perlahan, pintu itu mulai terbuka.
“Hey! Berhenti!” salah satu pria itu menyadari apa yang terjadi dan berlari ke arah Alaric.
Namun, sebelum mereka bisa mendekat, pintu itu terbuka sepenuhnya, memperlihatkan lorong gelap yang memancarkan cahaya biru dari dalamnya. Tanpa berpikir dua kali, Alaric melompat masuk, dan pintu itu tertutup dengan sendirinya di belakangnya, meninggalkan kedua pria itu dalam kebingungan.
Rahasia di Balik Pintu
Di dalam, Alaric terengah-engah, tapi wajahnya dipenuhi rasa penasaran. Lorong itu dipenuhi dengan simbol-simbol bercahaya, menuntunnya ke sebuah ruangan besar yang di tengahnya berdiri sebuah benda misterius.
Benda itu berbentuk seperti kunci, tetapi terbuat dari bayangan yang tampak hidup. Alaric mendekat, tangannya gemetar saat ia mencoba menyentuhnya. Begitu jari-jarinya menyentuh kunci itu, ia merasakan sesuatu yang luar biasa—seolah-olah seluruh dunia bergetar.
“Apa ini sebenarnya?” bisiknya.
Namun sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, suara gemuruh kembali terdengar. Tapi kali ini, itu bukan dari luar. Sesuatu yang lebih besar sedang bergerak di dalam. Dan ia tidak sendirian lagi.
😄😄😄
Good job...!!!