Judul: The Fatalis
Nazzares, pemuda dengan mata merah yang dilahirkan untuk memburu raksha, memegang pedang abhiseka sebagai simbol takdirnya. Bersama istrinya, Kandita, yang telah bersamanya sejak usia 15 tahun, mereka menghadapi dunia yang penuh perang, pengkhianatan, dan rahasia yang tak terungkap. Setiap langkah membawa mereka lebih dekat pada takdir yang penuh kejutan dan plot twist yang mengubah segalanya.
The Fatalis adalah kisah aksi, intrik, dan pengorbanan yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jack The Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 nazzares vs raksha
Satu minggu, setelah Guru Vitjendra pergi dari desa. untuk melanjutkan misinya, mencari jejak-jejak Raksha, yang mulai meneror kehidupan di seluruh penjuru Tanah Javadipa dan Nuswantorra.
Zares telah meningkatkan tingkat latihannya ke tingkat ekstrem. Tanpa menggunakan energi mistis untuk kekuatan fisiknya, Zares berlatih dengan keras. Tanpa disadari, dalam waktu satu bulan, tinggi badannya tumbuh dengan cepat.
"Latihan macam apa itu? Ketika Guru tidak mengawasinya, dia malah melatih diri dengan segitunya." Ucap kandhita melihat kekasihnya berlatih.
kandhita, yang setia menemani Zares berlatih, sedikit khawatir dengan calon suaminya itu karena latihan yang seperti tidak masuk akal.
Sambil mengamati Zares berlatih, dia merasa bosan dan terpikir untuk berjalan-jalan menyusuri sungai.
"Hei, Zares, aku ingin pergi jalan-jalan sebentar. Aku sudah cukup bosan di sini." teriak kandhita memohon izin.
"Baiklah, tapi jangan terlalu jauh," jawab Zares tanpa mengalihkan perhatian dari latihannya.
Beberapa saat kemudian..
Zares melanjutkan latihan observasinya dengan energi mistis. Dia mencoba membuat domain yang lebih luas dari sebelumnya, merasakan alam sekitar—dari pepohonan, bebatuan, air yang mengalir, hingga hewan-hewan kecil, makhluk mistis seperti roh pohon dan hewan mistis lainnya.
Namun, ketika Zares sedang fokus, dia merasakan ada energi mistis yang mendekat ke arah kandhita. Setelah mengamati lebih lanjut, Zares sadar bahwa itu adalah Raksha.
Dengan segera, Zares berlari menuju tempat di mana kandhita berada.
"Whoosss"
"kandhita, Awas!" teriak Zares, suaranya dipenuhi kekhawatiran, dan dia berlari dengan kecepatan luar biasa menuju ke arah kandhita.
"Aaaaaaaa!" teriak kandhita ketika menyadari ada makhluk aneh di hadapannya.
Sriiinggggg...
kandhita terluka di bagian tangan akibat cakaran makhluk itu. Meskipun dia mencoba menghindar secara refleks. tapi, tidak cukup cepat.
Zares yang melihat kejadian itu langsung menambah kecepatan larinya, menerjang Raksha dengan penuh amarah.
"Hiaaaaaaaaatttt! Jangan sentuh wanitaku!"
teriak Zares, memukul Raksha itu dengan pukulan yang dilapisi energi mistis.
Blamp
Seketika, Raksha itu terpental jauh ke pepohonan. Zares segera bergegas menuju ke arah kandhita.
"Hei, apa kau baik-baik saja?" tanya Zares dengan cemas, tangannya gemetar saat memeriksa luka di tangan kandhita.
"Yah, hanya sedikit goresan. Tidak begitu sakit." Jawab kandhita dengan memegangi lukanya.
"Apa? Sedikit goresan? Akan ku hancurkan makhluk itu sampai menjadi abu!" kata Zares dengan kemarahan yang membara.
Sambil memeluk kandhita yang menangis ketakutan, Zares berbalik arah dan menyuruh kandhita untuk segera bersembunyi. Emosinya yang sudah memuncak membuat energi mistisnya meluap-luap, tak terkendali. Pertarungan pun tak terhindarkan.
Suara pertarungan: "Hiaattt... Dorr... Bam... Crack!"
Pertarungan mereka terjadi di antara pepohonan, saling tukar-menukar serangan. Zares yang jarang bertarung secara langsung sedikit kesulitan, karena belum terbiasa dalam pertarungan langsung.
"Jika dilihat dari bentuknya, sepertinya ini hanya Raksha biasa, bukan yang tingkat tinggi... Baiklah, akan ku habisi dengan satu serangan." Zares dengan tatapan penuh amarah.
Zares mencoba memusatkan energi mistis dalam dirinya, mengalirkannya ke pukulan yang akan dilancarkannya.
"Aku belum mengenal betul teknik mistis bawaanku ini. Yang bisa kulakukan hanya menerbangkan batu" ucap zares dalam hati walaupun dengan keraguan.
Dengan mengalirkan energi dan teknik mistis ke dalam pukulannya, Zares mempersiapkan serangan terakhir yang akan menentukan.
Dalam hembusan angin sepoi-sepoi, Zares menelan ludah, fokus, dan kemudian tubuhnya melesat dengan kecepatan yang hampir tak terlihat mata.
Pukulannya yang terfokus meledak dengan tenaga luar biasa, diikuti dengan dentuman keras, "BAM!" yang menggema di udara. Raksha yang berusaha menghindar tapi terlambat, dan sebuah suara keras terdengar, "CRACK!" saat pukulan Zares menghantam tubuhnya.
Pukulan zares yang dilapisi energi mistis dan teknik mistis bawaannya menghancurkan tubuh Raksha, membuat tubuh makhluk itu hancur.
kandhita yang melihatnya langsung berlari sambil menangis kencang menuju Zares dan memeluknya erat.
"Aku takut..."
"Tenanglah, aku sudah menghancurkannya." jawab Zares, berusaha menenangkan kandhita.
Setelah kejadian..
Di kediaman rumah Zares, kandhita diobati oleh Abail. Abail meneteskan ramuan pengobatan ke lukanya dan mengalirkan energi mistis untuk penyembuhan, ilmu yang dia pelajari dulu di istana.
Seiring berjalannya waktu, luka itu pun hilang tanpa bekas, karena kedalamannya tidak terlalu parah.
"Aku tak menyangka Raksha muncul lagi di daerah ini." Ucap abail ke zares dengan menghisap congklangnya.
"Mungkin karena Guru Vitjendra pergi, mereka berani muncul. Tak ada sosok kuat yang membuat mereka takut."
"Itu masuk akal. Untuk sementara, kandhita sebaiknya tidak menemanimu berlatih." Ucap sang ayah dengan khawatir.
"Kurasa itu ide yang baik" Zares yang menyetujui perkataan ayahnya itu.
Beberapa hari kemudian..
Zares merasa dihantui oleh rasa bersalah yang mendalam. Dia menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa melindungi calon istrinya dengan lebih cepat, dan perasaan itu membuatnya semakin terpuruk. Rasa kecewa dan penyesalan semakin memperkuat tekadnya.
Untuk menebus kegagalannya, Zares memutuskan untuk berlatih lebih keras daripada sebelumnya. Latihannya yang sudah ekstrem kini ditingkatkan menjadi super ekstrem.
Setiap hari, dia melatih tubuh dan pikirannya hingga batas maksimal, menguji kekuatan fisiknya, keterampilan bertarung, dan daya tahan mentalnya. Dia berlatih tanpa henti, tak peduli waktu atau cuaca, bertekad untuk mencapai kekuatan demi melindungi kandhita.
Pagi-pagi sekali, Zares mulai dengan latihan pernapasan dalam, kemudian melanjutkan dengan latihan fisik berat, berlari melalui medan terjal, dan berlatih bela diri dengan intensitas luar biasa. Bahkan saat malam tiba, dia masih berlatih, mengasah penguasaan energi mistis yang dia pelajari dari gurunya, berusaha menyempurnakan setiap gerakan dan aliran energi.
Satu minggu kemudian..
kandhita kini sudah pulih sepenuhnya dan kembali seperti biasa. Dia sering membantu memasak untuk keluarga Abail dan bahkan membantu Abail membuat ramuan obat. Sekarang, dia mulai memahami dunia pengobatan.
"Setelah kejadian kemarin, aku benar-benar syok." kandhita yang mengingat kejadian kemarin berkata kepada zares.
"Maafkan aku. Jika aku cukup cepat mengantisipasi, pasti semua itu tidak terjadi." Jawab zares yang merasa bersalah.
"Tidak, ini bukan salahmu" kandhita memeluk Zares, duduk bersama di belakang rumah.
"Hei, kandhita, apa kau sudah memikirkan apa yang akan kau tekuni ke depan? Setelah kita menikah nanti, kita akan pergi ke ibukota dan belajar di Akademi Majapahit" Terbesit dibenak zares untuk menanyakan nya.
"Hmm... Sepertinya aku ingin mengembangkan ilmu pengobatanku. Setelah aku banyak membantu ayahmu, aku semakin suka dengan dunia pengobatan" jawab kandhita yang Selama tiga bulan ini belajar ilmu pengobatan dari abail.
"Syukurlah. Jadi semua ilmu pengobatan akan aku serahkan padamu." Zares yang merasa senang karena bisa membagi tugasnya dengan kandhita ketika ada pekerjaan banyak untuk membuat ramuan obat.
"Ya, bahkan ayah mengajariku mengontrol energi mistis melalui perantara cairan dingrobengle dan menerapkannya untuk mengobati luka. Itu sangat menakjubkan" kandhita dengan senyuman diwajahnya ketika membahas proses ilmu pengobatan.
Zares dan kandhita pun menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang masa depan mereka setelah menikah.
"Zares, kemarilah!" panggil Abail tiba-tiba.
"Iya, Ayah, aku akan kesitu" Jawab sang anak
kandhita pun melanjutkan belajar meracik obat dan membaca panduan-panduan buku kerajaan yang diberikan oleh Abail.
"Aku ada sesuatu untukmu. Sebenarnya, aku ingin memberikannya di hari ulang tahunmu, tetapi aku lupa." Ucap sang ayah.
"Baiklah, aku tidak terkejut." Jawab sang anak
Abail mengeluarkan sebuah kotak kayu yang terlihat sangat tua. Dia membuka kotak tersebut dan mengeluarkan sebuah pedang (golok) hitam legam yang terlihat sangat tajam.
"Ini adalah pedang Abisheka, yang ditempa oleh penempa senjata mistis terhebat di seluruh penjuru Nuswantorra, Mpu Tantular." Kata abail kepada zares.
"Mpu Tantular??" Zares yang bingung mengetahui nama yang didengarnya.
"Ya, beliau merupakan penempa ahli besi terhebat dari ras Dwarf." Jawab sang ayah.
"Apakah sehebat itu?" Zares menjawab dengan muka ragu dengan mata gestur mata mengantuk.
"Tentu saja bodoh." Abail yang jengkel melihat ekspresi putranya itu.
"Ya, aku pernah membaca tentangnya! Bahkan satu senjata yang dibuatnya pun berharga ribuan koin emas" kandhita yang ikut mendengarkan menyela pembicaraan anak dan ayah itu.
Pedang abhiseka akan diwariskan turun-temurun ke generasi Abisheka selanjutnya. Berhubung nazzares adalah generasi terakhir yang akan mewariskannya, jadi ayahnya memberikannya pada anaknya yang kini sudah memutuskan untuk menerima takdirnya jika ia seorang fatalis.
"Baiklah, aku akan menjaga pedang kakek ini dengan sangat hati-hati." Jawab sang anak sambil memegang pedang itu.
Zares menerima pedang itu. Dan bertekad menggunakanya untuk melindungi orang-orang yang dia sayangi.
Hari demi hari, Zares menambah porsi latihannya, baik itu latihan fisik maupun latihan teknik mistis.
Kini Zares mulai paham tentang teknik mistisnya. Dia berasumsi bahwa kekuatannya dapat mengendalikan objek, memperkuat dan memperlemah objek. Itulah kesimpulan yang dia dapatkan setelah berlatih keras dan mengalami beberapa kali pertarungan dengan Raksha.
"Setidaknya, sejauh ini itulah yang bisa aku simpulkan".
Bersambung...