"STALKER CINTA"
adalah sebuah drama psikologis yang menceritakan perjalanan Naura Amelia, seorang desainer grafis berbakat yang terjebak dalam gangguan emosional akibat seorang penggemar yang mengganggu, Ryan Rizky, seorang musisi dan penulis dengan integritas tinggi. Ketika Naura mulai merasakan ketidaknyamanan, Ryan datang untuk membantunya, menunjukkan dukungan yang bijaksana. Cerita ini mengeksplorasi tema tentang kekuatan menghadapi gangguan, pentingnya batasan yang sehat, dan pemulihan personal. "STALKER CINTA" adalah tentang mencari kebebasan, menemukan kekuatan dalam diri, dan membangun kembali kehidupan yang utuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queensha Narendra Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi Kreatif
Sudah tiga hari sejak insiden pemadaman listrik di apartment Naura. Polisi memasang pengawasan khusus di sekitar gedung, dan Lisa memaksa untuk tinggal bersamanya sementara waktu. Namun pagi ini, Naura punya deadline yang tak bisa ditunda – proyek desain album untuk seorang musisi indie.
"Lo yakin mau ke studio hari ini?" Lisa bertanya sambil menuang kopi. "Bisa kerja dari sini aja kan?"
Naura menggeleng. "Ga bisa, Lis. Aku butuh komputer dan tablet yang ada di studio. Plus, kita ga bisa sembunyi selamanya."
Di meja kerjanya yang penuh stiker, laptop Naura menyala menampilkan playlist lagu Ryan Rizky. Sejak kejadian itu, Ryan rajin mengecek keadaannya, bahkan menawarkan untuk menghubungi security pribadinya. Tapi Naura menolak – dia tidak ingin hidupnya berubah drastis karena seorang stalker.
"Fine," Lisa menghela napas. "Tapi aku anter ya?"
Setibanya di studio, Naura langsung tenggelam dalam pekerjaannya. Lagu "Melodi Sunyi" mengalun pelan dari speaker, menemani tangannya yang menari di atas tablet grafis. Proyek kali ini spesial – sebuah album konsep yang menggabungkan musik dan seni visual.
Layar komputernya dipenuhi berbagai tab referensi: lirik lagu Ryan, puisi-puisinya, dan foto-foto konsernya. Bukan untuk dipublikasikan, tentu saja – hanya sebagai inspirasi pribadi. Ada sesuatu dalam cara Ryan menulis yang selalu memicu kreativitasnya.
"Looks good," sebuah pesan masuk di laptop – dari kliennya yang sedang review design secara online.
Naura tersenyum puas, tapi senyum itu tidak bertahan lama. Email baru masuk:
Subject: "Your art speaks to me"
From: creative.admirer@anon.com
"Caramu menggoreskan warna, seperti caramu menggoreskan luka di hatiku. Setiap karya barumu adalah pengkhianatan – kau menggunakan inspirasimu dari dia, bukan dariku."
Attached: foto Naura di studionya, diambil dari gedung seberang, menunjukkan dengan jelas layar komputernya yang penuh dengan referensi karya Ryan.
Jantung Naura berdegup kencang. Dia berlari ke jendela, menutup tirai dengan kasar. Tangannya gemetar meraih ponsel, menghubungi Inspektur Rama.
"Nona Naura," suara Inspektur terdengar serius. "Kami sudah melacak email sebelumnya. Pelaku menggunakan VPN dan rute yang rumit, tapi kami berhasil mendapatkan petunjuk. Sepertinya dia seseorang yang dekat dengan dunia seni dan musik."
Naura mengedarkan pandangan ke sekeliling studio. Beberapa desainer lain sedang fokus dengan pekerjaan masing-masing. Apakah stalker-nya ada di antara mereka?
Ponselnya berdering – Ryan calling.
"Hey," suara Ryan terdengar cemas. "I just got a weird email about you."
"What? What email?"
"Someone sent me your designs... sketches yang belum pernah kamu publish. They said you're 'stealing' my work as inspiration. But that's ridiculous! Art is meant to inspire other art."
Naura memejamkan mata. Jadi stalker-nya mulai mengontak Ryan juga.
"I'm so sorry, Ryan. I never meant to—"
"Hey, stop. This is not your fault. Btw, I saw the designs they sent. They're amazing, Naura. The way you interpret music into visual art... it's incredible."
Pujian itu seharusnya membuatnya senang, tapi Naura hanya merasakan ketakutan. Stalker-nya punya akses ke file-file pribadinya.
Dia membuka folder desainnya – puluhan sketsa dan artwork terinspirasi dari lagu dan puisi Ryan. Karya-karya personal yang tidak pernah dia tunjukkan pada siapapun. Bagaimana stalker itu bisa mendapatkannya?
Notification Instagram muncul:
@art.observer202: Creativity needs space to grow. I'll make sure no one stands between us. Check your email in 10 minutes. You'll understand why we belong together.
Naura menatap jam dinding studio. Sembilan menit lagi menuju sebuah pesan yang mungkin akan mengubah hidupnya selamanya.
Di layar komputernya, sebuah artwork setengah jadi terpampang – interpretasi visual dari lagu terbaru Ryan. Dalam gambar itu, sosok siluet berdiri sendirian di tengah keramaian, dikelilingi bayangan-bayangan yang mengancam.
Tanpa sadar, Naura telah melukiskan ketakutannya sendiri.
"Hey, udah mau istirahat siang nih," Dani, rekan desainernya, menepuk bahunya pelan. "Join lunch?"
Naura tersentak dari lamunannya. "Sorry, Dan. Aku skip dulu. Deadline."
Dani mengangguk maklum sebelum bergabung dengan desainer lain yang sudah menunggu di pintu. Suara tawa mereka menjauh, meninggalkan Naura sendirian di studio.
Timer di ponselnya menunjukkan dua menit tersisa sebelum email misterius itu tiba. Jemarinya mengetuk meja dengan gelisah, matanya tak lepas dari inbox.
Satu menit.
Naura membuka folder desainnya lagi, mencoba mencari petunjuk bagaimana stalker itu bisa mengakses file-filenya. Semua normal, tidak ada tanda-tanda hacking atau—
Inbox-nya berbunyi.
Subject: "Our Creative Journey"
From: your.secret.muse@anon.com
Naura menarik napas dalam sebelum membukanya. Attachment email itu membuat darahnya berdesir – sebuah video.
Dengan tangan gemetar, dia menekan play. Video itu menampilkan rangkaian footage: Naura di berbagai pameran seni, sedang menggambar di cafe, bekerja di studio, bahkan tidur di meja kerjanya. Semuanya diambil diam-diam selama... bertahun-tahun?
Tapi yang paling mengejutkan adalah bagian akhir video. Tampilan desktop komputernya sendiri, direkam secara real time. Kursor bergerak membuka folder-folder pribadinya.
Someone was accessing her computer. Right now.
"Oh God," Naura berbisik, segera mencabut kabel internet komputernya. Tapi terlambat. File terakhir yang dibuka stalker-nya adalah sketsa yang dia buat pagi ini – potret Ryan yang belum selesai.
Ponselnya berdering. Ryan.
"Naura, please tell me you're not alone at the studio."
"How did you—"
"I just got another email. With your location. And..." Ryan terdiam sejenak. "Live footage from your studio's security camera."
Naura membeku. Studio mereka memang dipasangi CCTV, tapi akses ke kamera itu seharusnya hanya dimiliki security dan—
"Building maintenance," dia berbisik ngeri. "Minggu lalu ada yang mengaku dari building maintenance, minta akses ke ruang server untuk... Oh God."
"Stay where you are. I'm calling the police and I'm on my way."
Naura berdiri, berniat mengunci pintu studio. Tapi saat dia berbalik, layar komputernya menyala kembali meski internet sudah dicabut. Notepad terbuka dengan sendirinya, dan huruf-huruf mulai muncul satu per satu:
"Kau pikir mencabut kabel bisa menghentikanku? I'm always here. Always watching. Your art. Your music. Your Ryan. Semuanya milikku sekarang."
Suara langkah kaki terdengar dari lorong.
Suara langkah kaki itu semakin mendekat. Naura mundur perlahan, matanya mencari-cari sesuatu yang bisa digunakan sebagai senjata. Tangannya meraih gunting desain di meja.
Notepad di komputernya terus menampilkan pesan:
"Jangan takut. Aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kita akan membuat karya terindah bersama."
Langkah kaki berhenti di depan pintu studio. Gagang pintu bergerak perlahan.
Naura menahan napas.
Pintu terbuka.
"Naura!" Lisa muncul dengan wajah panik. "Thank God! Gue udah nyoba telpon lo berkali-kali!"
Naura hampir pingsan lega melihat sahabatnya. Tapi sebelum dia sempat bicara, sebuah notification muncul di ponselnya:
@creative.shadow: Wrong timing. Tapi tidak apa-apa. Ada waktu yang lebih tepat. By the way, nice hairclip, Lisa. Red looks good on you.
Lisa, yang memang mengenakan jepit rambut merah, langsung pucat. "Naur... ini artinya..."
"Dia ada di sekitar sini," Naura berbisik. "Sekarang."
Suara sirine polisi terdengar mendekat. Ryan pasti sudah menghubungi mereka. Lisa mengintip keluar jendela.
"Ada tiga mobil polisi. Dan... itu mobil Ryan di parking area."
Notepad di komputer Naura kembali menampilkan pesan:
"Oh, Ryan datang? Perfect. Sudah waktunya dia tahu bahwa inspirasi terbesarmu bukan dia. It's me. Always has been."
Pintu studio terbuka lagi. Inspektur Rama masuk bersama dua petugas berseragam. Di belakang mereka, Ryan terlihat dengan raut wajah cemas.
"Nona Naura," Inspektur Rama berbicara cepat. "Tim cyber kami berhasil melacak source dari remote access ke komputer Anda. Pelakunya masih di gedung ini."
"What?" Ryan melangkah maju. "How—"
"Server room," Inspektur menjelaskan. "Signal-nya berasal dari sana. Tim sudah mengepung area tersebut."
Tiba-tiba, layar komputer Naura berubah gelap. Sedetik kemudian, sebuah video muncul – rekaman Naura di berbagai lokasi, dirangkai dengan lagu Ryan sebagai background music. Di pojok video, counter waktu berdetak mundur: 5:00, 4:59, 4:58...
"Ini..." Ryan mendekat ke monitor, "ini lagu yang belum dirilis. Draft pertama yang cuma ada di laptopku."
Naura merasakan kakinya lemas. "Berarti dia juga mengakses—"
"Everybody DOWN!" Inspektur Rama berteriak saat lampu studio tiba-tiba padam.
Dalam kegelapan, suara tawa pelan terdengar dari speaker komputer. Counter waktu terus berdetak: 3:45, 3:44...
"I'll show you true art," suara serak berbisik dari speaker. "A masterpiece of obsession."
🤗