Yang bocil minggir dulu ya🙃
Sinopsis 👇
Mina tidak tahu ada apa dengan hubungan kakak dan kakak iparnya. Di luar mereka tampak baik tapi sebenarnya mereka menyembunyikan sesuatu.
Berawal dari penasaran, Mina memutuskan menyelidiki keduanya. Ternyata benar. Di apartemen tempat tinggal mereka, mereka bahkan tidur terpisah. Mina yang dasarnya mulut ember itu ingin melapor ke mamanya. Sayangnya sebelum berhasil, ia ketahuan oleh Foster, kakak iparnya.
Dan yang tidak pernah Mina duga, Foster malah memaksanya bermain api dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 23
Semua orang kembali berkumpul ke ruang rapat. Menunggu kepastian perusahaan DM. Saat pemberitahuan permintaan maaf mereka diterima dan perusahaan itu tidak jadi membatalkan kerjasama, semuanya bernapas lega. Mereka tentu bersyukur karena tidak jadi dipecat oleh sih penguasa sekaligus pemilik kantor.
"Lain kali jangan melakukan kesalahan yang sama lagi. Periksa semua pekerjaan kalian dengan baik sebelum turun lapangan. Ini berlaku pada semua orang. Terutama ketua-ketua tim. Paham?" semuanya mengangguk. Dian pun mengangguk setengah hati. Apalagi Foster memberinya tatapan seolah dia adalah dalang dari semua kesalahan yang telah terjadi.
Pandangan Foster berhenti pada Mina. Gadis itu terus menunduk sejak tadi, seperti tidak fokus, jelaslah menarik perhatian Foster.
"Baiklah, kalian boleh pulang." kata Foster lagi. Yang lain mulai berdiri satu persatu meninggalkan ruangan. Tapi Mina masih bengong di tempat duduknya. Tidak sadar kalau orang-orang sudah pergi. Ada lagi Dian yang kayaknya masih berat pergi dari situ, ia ingin bicara dengan Foster namun pria itu tidak meliriknya sama sekali, malah fokus ke mahasiswi magang bernama Mina itu. Dian makin tidak suka. Tamparan tadi menurutnya tidak cukup.
"Kau tidak pergi?" Foster menatap Dian dingin. Mau tak mau Dian dengan berat hati pergi dari situ. Ia mendelik sekali lagi ke Mina sebelum beranjak dari situ.
Tersisa Laya, Mina, dan Foster dalam ruangan.
"Laya, kau juga pergilah. Aku akan membawanya pulang." ucap Foster ke Laya. Pria itu tahu Laya dan Iren bersahabat dekat. Dan tentu tahu Mina ini adalah adik ipar Foster.
"Baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu." kemudian Laya berjalan keluar.
Foster kembali melirik Mina. Karena gadis itu tidak bergeming juga pria itu yang mendekat, menarik kursi dan duduk di sebelah Mina.
"Hei ..." gumam Foster lembut. Mina mungkin merasa bersalah karena telah melakukan kesalahan yang hampir merugikan perusahaan. Tapi bagi Foster itu bukan salah Mina. Gadis itu hanya mengikuti perintah atasan. Lagian gadisnya ini masih belajar.
"Kamu kenapa? Tatap aku,"
belum ada respon. Telunjuk Foster menyentuh dagu Mina, membuat gadis itu menatapnya. Saat itu juga Mina bergeming dan Foster bisa melihat bekas merah di pipinya. Rahang pria itu mengeras,
"Siapa yang menamparmu?" tanyanya dengan suara rendah. Mina tidak menjawab, ingin memalingkan wajah dari Foster tapi pria itu tidak memberinya kesempatan.
"Jawab aku Mina." tuntutnya serius. Tangan kekar pria itu menangkup wajahnya.
"Nggak ada. Aku nggak sengaja nabrak dinding toilet tadi." jawab Mina berbohong.
"Jangan coba-coba membohongiku, aku tahu itu bekas tamparan. Katakan siapa pelakunya." tentu Foster tidak percaya. Hanya orang bodoh yang akan percaya dengan alasan gadis itu.
"Apa itu Dian?" pria itu mulai menebak-nebak. Hanya wanita itu memang yang paling berani. Sombong sekali karena merasa ada dukungan dari mamanya. Dian pikir, Foster akan terus patuh pada mamanya apa? Tidak akan. Dulu karena mamanya sangat memaksa barulah dia mau memberi wanita itu posisi dikantornya. Tapi ia tidak akan segan-segan memecatnya kalau sampai dia berani macam-macam, bahkan sampai mengusik kehidupannya bersama gadis yang dia sayangi.
Diamnya Mina makin membuat Foster yakin kalau yang menampar gadis itu memang Dian. Ia akan memberi wanita itu perhitungan nanti. Sekarang ia akan fokus menghibur gadisnya dulu.
"Ayo berdiri, aku akan mengajakmu ke suatu tempat." lalu Foster menarik lembut pergelangan tangan Mina keluar dari tempat itu. Mina tidak menolak, ia juga sudah terlalu capek dengan segala hal yang sudah dia alami seharian ini.
***
Foster membawa Mina ketempat bermain yang cukup banyak orang kunjungi, dari anak-anak hingga orang dewasa. Tempat ini lebih ramai kalau malam. Mina yang sejak tadi menekuk wajahnya kini mulai tersenyum. Ia sangat menyukai tempat beginian. Begitu melihat gadis itu kembali ceria, Foster berubah lega. Sepertinya memang pas ia membawa Gadis itu ke sini.
"Suka?" tanyanya. Mina pun menoleh ke arahnya dan tersenyum semangat, seakan lupa dengan apa yang baru dia alami tadi.
"Aku ingin naik itu!" mendadak tingkah gadis itu berubah kayak anak-anak.
"Kau yakin?" Foster malah tidak yakin karena yang ditunjuk Mina adalah roller coaster. Tapi gadis itu mengangguk kuat. Mau tak mau Foster mengiyakan. Demi bisa mengembalikan keceriaan gadisnya.
Mereka pun mengantri tiket untuk naik wahana itu. Raut wajah Foster tampak tidak yakin dengan wahana didepannya. Melihat orang-orang yang berteriak histeris membuatnya menyerengit aneh. Bisakah Mina naik itu? Roller coaster dengan kecepatan super itu pria itu saja tidak yakin akan sanggup naik.
"Kau yakin mau naik ini?" pria itu memastikan sekali lagi, dan lagi-lagi Mina mengangguk pasti. Foster pasrah, lalu memberikan tiket yang sudah dibeli ke petugas kemudian sih petugas mengarahkan mereka.
Beberapa saat kemudian ...
Hoek ... Hoek ...
Foster mencoba menahan mualnya dengan Mina yang memijat tengkuknya sambil menahan tawa. Ini pertama kalinya ia melihat sih kakak ipar tidak berdaya. Yang benar saja, pria itu tidak takut pada apapun, tapi naik roller coaster ia bahkan tidak sanggup. Mina terus tertawa saat mengingat teriakan Foster yang meminta agar roller coasternya cepat-cepat berhenti tadi sambil berpegangan kuat padanya. Lucu sekali. Andai saja ia merekam videonya, pasti dunia bisnis bisa viral. Sayang sekali ia tidak sempat.
Pantas saja pria itu tidak bertanya berulangkali dirinya yakin mau naik wahana itu atau tidak, tahu-tahunya kak Foster sendiri yang takut. Lagi-lagi Mina terkikik. Ia jadi lupa kesedihannya akan masalah dikantor tadi, dan tamparan keras yang dia terima.
"Harusnya kak Foster jujur saja tadi kalau takut naik roller coaster, biar aku bisa pilih wahana lain." perkataan Mina sontak membuat Foster menoleh, melemparkan tatapan tajam padanya. Pria itu sudah tidak sepusing tadi. Mina berdeham baru menyadari kalau dirinya sudah salah bicara. Pasti pria itu tidak terima dibilang takut. Hah, dasar nggak gentle. Takut ya ngaku aja takut.
"Mm, kakak tunggu di sini sebentar. Aku mau beli sesuatu di sana." ucap Mina kemudian berlari cepat ke sebuah warung kecil dekat situ.
Foster menghembuskan napas dan duduk dibangku taman kecil dekat situ. Matanya terus tertuju ke Mina didepan sana. Keliatan jelas dari tempatnya kalau Mina membeli minuman. Apakah minuman itu untuknya? Foster berharap iya.
"Aku beli teh hangat, kak Foster minum dulu biar mualnya berkurang." Mina kembali membawa teh hangat buat meredakan mual Foster. Pria itu mengambilnya dengan senang hati. Memang benar Mina beli minum untuknya. Perhatian juga ternyata gadisnya ini.
"Terimakasih. Karena kak Foster udah hibur aku malam ini," gumam Mina pelan, ia kini duduk di sebelah lelaki itu.
Mendengar itu, Foster menghentikan kegiatan minumnya dan menatap Mina dengan seringai aneh.
"Bagaimana caramu berterimakasih padaku?"