Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu - Menikah Lagi
Adrian mengusap kasar wajahnya, melepas jas dan dasinya lalu ia lempar di atas tempat tidur yang masih sama rupanya seperti tadi pagi. Berantakan, dan banyak baju-baju kotor berserakan di atasnya. Adrian duduk di sofa dengan memijit keningnya. Ia membuang kasar napasnya saat mendengar derit pintu kamarnya terbuka.
“Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang?” tanya Adrian dengan suara berat, dengan melihat arloji yang melingkar di tangannya.
Seorang perempuan dengan pakaian yang seksi, indah, dan mahal, yang didesain khusus dari designer ternama itu terkejut saat mendapati suaminya yang sudah pulang terlebih dulu dari kantor.
“Mas, sudah pulang?” tanyanya sambil menutup pintu dan langsung mendekati suaminya.
Tubuh indah dan sintalnya itu berjalan dengan anggun dan cantik ke arah suaminya. Bak model papan atas, jenjang kakinya yang indah, dan tubuhnya yang indah berlenggak-lenggok, lalu duduk di pangkuan suaminya, dan mencium kilas bibir suaminya.
“Dari mana saja kamu? Ini sudah malam, memangnya apa sih yang kamu lakukan di luar sana sampai jam segini baru pulang?” tanya Adrian dengan tatapan geram pada istrinya yang setiap hari selalu begitu, menghabiskan waktu yang tidak penting bersama teman-temannya.
“Ish ... Mas ini seperti gak tahu saja! Ya aku sama teman-temanlah! Hangout di cafe,” jawabnya dengan bergelayut manja.
Adrian menghela napasnya. Jawaban yang sama terlontar kembali dari mulut Naura. Selalu hangout, dan hangout yang Naura lakukan setiap hari tidak ada bosannya.
“Stop, Naura!” Adrian menghentikan sentuhan Naura yang semakin membangkitkan hasratnya.
“Kenapa? Bukannya Mas suka?” tanya Naura.
“Mau sampai kapan kamu begini, Naura? Ini sudah sangat keterlaluan! Aku sudah terlalu membebaskan kamu selama ini! Sekarang sudahi semuanya, Ra, aku ingin hidup berumah tangga yang normal seperti lainnya. Bisa menimang anak, memiliki kamu dan anak-anak yang sangat aku cintai. Aku ingin seperti itu, Naura!” ucap Adrian dengan nyalang dan penuh penekanan.
Naura turun dari pangkuan Adrian, ia berkacak pinggang menatap tajam Adrian yang masih duduk di sofa.
“Mas tanya sampai kapan aku begini? Jawabannya, sampai aku puas dengan kesenanganku ini. Sejak awal Mas sudah tahu, kan? Sudah kesepakatan kita juga, Mas memperbolehkan aku melakukan apa pun yang aku suka. Ini yang aku suka, Mas! Kok Mas jadi tanya sampai kapan? Lalu untuk anak, Mas juga sudah tahu, bukan? Kalau aku tidak mau memiliki anak! Aku belum siap. Kenapa tiba-tiba meminta anak?” jawab Naura tak kalah nyalangnya.
“Kamu hanya memikirkan kesenangan dan kebahagiaanmu sendiri, Ra! Kamu tidak pernah memikirkan kebahagiaanku! Aku ingin memiliki anak, Ra! Sudah cukup waktumu bersenang-senang dengan temanmu, kamu sudah harus memiliki anak. Kita sudah sepuluh tahun menikah, Ta!” geram Adrian dengan tatapan tajam pada Naura.
Pernikahan mereka sudah sepuluh tahun lamannya. Namun, Naura masih belum mau memiliki anak. Ia sangat ingin menerapkan childfree dalam hidupnya. Ia tidak mau memiliki anak, tidak mau repot urusan anak, dan yang paling utama adalah dia tidak mau memiliki anak karena takut tubuh indahnya itu akan rusak setelah melahirkan. Akan kendor, gendut, banyak stretch mark, dan lain sebagainya yang dialami ibu-ibu setelah melahirkan.
Naura juga beranggapan kalau dirinya masih terlalu muda untuk memiliki anak, padahal usianya sudah menginjak kepala tiga, dan usia segitu katanya sudah tidak produktif lagi. Namun, karena mamang ia tidak ingin memiliki anak, mau sampai kapan pun Naura tetap ingin pernikahannya bebas dari anak.
“Mas mau punya anak? Aku tidak mau, Mas kan tahu sejak awal, kalau aku belum siap, dan bahkan tidak ingin memiliki anak? Aku tidak mau merusak tubuhku yang indah ini dengan melahirkan, Mas! Tidak mau!” ucap Naura.
“Astagfirullah, Naura .... Aku kira kamu akan berubah seiring berjalannya waktu, aku kira kamu bisa memenuhi keinginanku untuk memiliki anak, dan tidak ada lagi pikiran kamu tentang Childfree , tapi ternyata aku salah, kamu masih sama, kamu tetap tidak mau memiliki anak.” Adrian semakin geram, tapi ia tahan untuk tidak bicara kasar lagi pada istrinya.
“Mas menikah lagi saja. Aku akan carikan perempuan untuk Mas nikahi, dan bisa memberikan keturunan untuk Mas.” Ucapan Naura membuat mata Adrian membulat tajam menatap Naura.
“Kamu bilang apa tadi? Kamu menyuruhku menikah lagi untuk memiliki anak? Kenapa? Kamu ini sehat, kamu normal, kamu bisa memiliki anak, aku minta anak dari kamu, bukan dari perempuan lain, Naura!” geram Adrian.
“Aku gak bisa, aku gak mau hamil, Mas! Menikahlah lagi, akan aku carikan perempuan yang pantas untuk kamu nikahi, dan aku terima itu, karena aku tidak mau hamil!” ucap Naura dengan begitu entengnya menyuruh suaminya menikah lagi.
Padahal Naura dan Adrian sepasang suami istri yang normal, tidak ada masalah dalam hal reproduksinya, tapi Naura malah menyuruh suaminya menikah lagi supaya dapat keturunan, dan dirinya tetap bebas, tidak terbebani, direpotkan, dan tidak berubah bentuk tubuhnya karena anak.
“Gila kamu, Ra!” sarkas Adrian.
“Terserah Mas mau bilang aku gila atau apa. Aku tetap tidak mau hamil dan punya anak. Jadi menikahlah dengan perempuan lain, kalau Mas mau punya anak. Aku akan carikan perempuan untuk Mas nikahi sesegera mungkin, supaya Mas memiliki anak,” ucap Naura.
“Idemu gila, Ra! Kita ini sama-sama normal, di antara kita tidak ada yang mandul, Naura? Kenapa sih kamu berpikiran begini, membuat ide gila seperti ini?” ucap Adrian.
“Ya supaya kita cepat punya anak. Lagian Mama kamu juga sudah pengin menimang cucu, kan? Ya dengan cara yang menurut kamu gila ini, kamu bisa cepat-cepat punya anak, dan memberikan cucu pada Mamamu?” jawab Naura santai sambil menatap layar gawainya.
“Kamu sedang bicara dengan Suamimu, Naura! Bukan layar gawaimu yang kamu tatap!” ucap Adrian dengan nyalang.
Naura malah tersenyum lebar saat melihat pesan dari Desti, sahabatnya. Dia mendapat kabar kalau orang suruhan Desti sudah menemukan perempuan yang cocok untuk menjadi madunya, dan cocok untuk Adrian nikahi.
“Aku sedang membaca pesan dari Desti. Tenang saja, Mas akan segera memiliki anak. Lusa aku akan urus semuanya, aku sudah menemukan perempuan yang cocok untuk kamu nikahi,” ucap Naura dengan santai lalu meletakkan ponselnya, dan pergi ke arah lemari pakaiannya untuk mengambil pakaian ganti.
“Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu, Ra!” sarkas Adrian.
Adrian langsung membuka kemejanya, lalu dengan kasar membuangnya ke keranjang baju kotor dan masuk ke dalam kamar mandi, dengan membanting pintu kamar mandi.
“Aneh, disuruh kawin lagi malah marah? Aku kurang baik apa coba? Aku rela cari madu untuk kamu, malah begini?” ucap Naura lirih.
Adrian melepaskan celananya lalu melilitkan handuk di pinggangnya. Adrian menatap wajahnya di kaca yang ada di dalam kamar mandi. Ia mengembuskan kasar napasnya, lalu berjalan ke arah shower, menyalakan saluran air, dan membiarkan tubuhnya di bawah shower.
Adrian menengadahkan wajahnya, membiarkan air dari shower membasahi wajahnya yang tampan. Pahatan yang begitu sempurna, membuat siapa pun yang melihat Adrian terpesona karena ketampanannya. Adrian mengingat semua yang sudah ia lalui bersama Naura, dari awal bertemu, pacaran, lalu menikah. Ia mengingat semua kenangan indah bersama Naura saat dulu. Kenangan mereka yang romantis dan bahagia. Sekarang semua itu musnah, Naura mementingkan kebahagiaannya sendiri, tidak pernah mengerti Adrian, dan tidak pernah tahu apa yang membuat Adrian bahagia. Bahkan semudah itu Naura menyuruh dirinya untuk menikah lagi. Secara terang-terangan meminta dirinya untuk membagi tubuhnya dengan perempuan lain.
“Apa aku sudah sangat membebaskanmu, Ra?” gumam Adrian.
Selesai membersihkan diri, Adrian langsung memakai baju tidurnya, dan merebahkan tubuhnya di sebelah Naura yang sedang berbaring tanpa melepaskan gawainya. Adrian tidak peduli dengan apa yang sedang Naura lakukan. Ia memilih memejamkan matanya, daripada melihat kelakuan istrinya yang semakin tak keruan.
Adrian merasakan sentuhan di dadanya. Sentuhan lembut dari jari lentik istrinya itu. Adrian langsung menepisnya saat Naura menyentuhnya supaya membangkitkan gairahnya.
“Kenapa?” tanya Naura.
“Mau apa kamu?”
“Aku menginginkannya, Mas,” jawab Naura dengan tatapan sayu.
“Aku akan melakukannya jika kamu tidak meminum pil kontrasepsi lagi!” tekan Adrian, lalu ia menyingkir memilih tidur di kamar tamu.
“Huh ... diajak ena-ena malah menolak. Sok banget kamu, Mas! Awas kamu kalau minta jatah gak bakal aku kasih!” gerutu Naura, lalu dia melanjutkan permainan panasnya sendiri. Bermain solo sampai mendapat kepuasan.