Saat aku ingin mengejar mimpi, berdiri dalam kesendirian pada ruang kosong yang gelap,tidak hanya kegelapan, dinginpun kian lama menyelimuti kekosongan itu. Perlahan namun pasti, kegelapan itu menembus ulu hati hingga menyatu dengan jiwa liar yang haus akan kepuasan. Jangan pernah hidup sepertiku, karena rasanya pahit sekali. Hambar namun menyakitkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cevineine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prolog
Laut, izinkan aku bercerita denganmu melalui jeritan batinku
Terik matahari siang ini sangat menyengat para wisatawan, aku menatap nyalang pada lautan dihadapanku sembari menelaah jauh dengan apa yang terjadi. Untuk kali ini, lautan menjadi saksi bisu antara aku dengan semesta.
Sayup-sayup angin menerpa helai demi helai rambut yang menjuntai, iramanya seolah terkoneksi dengan koyakan batin.
Pada detik terakhir, aku diam termangu menyaksikkan gumpalan memori yang dipaksa berputar. Indah sekaligus mengerikan, mengapa? Karena kenangan tersebut datang dengan balutan luka-luka yang belum sepenuhnya rampung.
Kehidupan ini mengajarkan bagaimana esok, hidup dengan menyandang status baik-baik saja. Luka ini, luka yang sangat mengerikan, aku saja tak yakin mampu untuk berbagi.
Tapi aku meyakini bahwasannya Tuhan maha adil dalam memberi rasa, bahagia maupun lara nelangsanya.
Aku terdiam menyaksikkan sepasang muda mudi yang tengah memadu kasih dengan mesra, untuk sedetik aku merasa bahagia melihat itu. Kala itu aku pernah seperti mereka, memadu kasih dengan pasanganku.
Ya, kala itu.. karena selanjutnya situasi itu hanya menjadi seonggok kenangan yang tersimpan rapi dalam kegelapan.
Tangisku pecah tatkala susunan-susunan memori kecil semakin datang menghampiri, aku tak sanggup. Kerap kali mereka datang ku akhiri dengan sebuah tangisan pilu.
Hingga detik ini, dibawah terik sinar matahari yang menyengat, hamparan lautan yang luas, mereka adalah saksi bisu dari tangisan seorang gadis yang masih menyimpan harap pada semesta.
Semesta, aku meyakini bahwa semua yang terjadi, masing-masing dari mereka memiliki arti tersendiri.
Untuk kamu, seseorang yang aku harap dapat kembali mencintaiku.
Untuk kamu, seseorang yang masih menempati daftar list teratas dalam hatiku.
Dan, untuk kamu seseorang yang berhasil meluluhlantakkan perasaanku hingga dasar jurang tergelap dalam diriku.
Tak ada yang bisa aku lakukan selain menunggumu di penghujung musim sembari melangkah tak tentu arah.
Kaki ini berjalan sangat lambat, berharap kamu mau menjemputku untuk kembali.
Kerap kali aku sempatkan diri untuk berhenti dan menengok kebelakang, apakah kamu akan mengejarku.
Namun, lagi-lagi harapan itu pupus terbawa angin lalu.
Kamu tetap dengan pendirianmu untuk tidak memilihku lagi, dan aku dengan perasaan yang semakin besar terhadapmu. Ingin sekali rasanya aku melihatmu lagi seperti hari hari kemarin, ingin sekali rasanya aku menggenggam tangan kekarmu dan, begitu banyak keinginan yang tak sanggup ku dekap kembali.
Semakin hari langkahku semakin melemah, tenaga ku terkuras habis, hingga aku memutuskan untuk istirahat sejenak saja. Fisik dan batinku terlalu lelah, sangat lelah sekali. Ingin menangis pun rasanya sudah tidak selera, hati ini terlalu hambar.
Setiap hari, tidak putus untuk selalu aku panjatkan do'a kepada Tuhan agar ia senantiasa memberiku hati yang begitu lapang.
Sekali lagi, masih adakah aku dihatimu? Aku tidak bisa melupakan hari-hari lalu bersamamu. Ingatan itu terus berputar dalam ingatanku, ternyata aku berhasil menyimpannya dengan baik. Apa kau masih ingat juga? Hari dimana kamu memutuskan untuk meninggalkan aku begitu saja? Aku.. Aku masih mengingatnya dengan jelas bagaimana kamu membuangku terakhir kali. Seperti seonggok sampah yang tidak bertuan.
Beritahu aku, bagaimana aku harus mengubur dan menghapus memori itu? Aku tidak tahu, aku telah kehilangan arah, genap menahun dan masih. Jika perjuanganku selama ini hanya sebatas duri dalam hidupmu, kenapa kamu menghubungiku?
Ingin ku sebut lantang namamu, bahwa selama ini aku kerap kali merindukanmu tapi ku kubur dalam perasaan itu hanya demi menghormati seseorang yang bersamamu.
Gelapnya malam menjadi saksi bisu, antara aku dan kau. Antara do'a dan rindu. Semuanya bercampur menjadi rasa yang tidak seorangpun sanggup mendeskripsikan-nya. Lalu harus bagaimana lagi aku berjuang? Antara mendapatkanmu kembali atau harus ku lepaskan kembali? Aku harus memilih dan menegaskan diri agar ketika kamu datang dan memintaku kembali, aku tahu apa yang harus aku lakukan. Aku mencintaimu, tapi aku juga mencintai diriku sendiri. Bertahun-tahun aku telah kehilangan jati diriku yang telah kau renggut paksa. Kali ini tidak akan kubiarkan aku kehilangan diriku sendiri.
Sudah cukup, jangan terus kamu menyiksaku dengan harapan harapan kosong itu. Aku sudah terlampau muak dengan tingkah konyolmu itu. Jika memang masih ada aku dalam hatimu, lalu kenapa kau membuangku? aku bukan wanita sempurna yang mempu menyamai dirimu, tolong jangan membuat aku bingung dan gusar. Masih begitu tega kah kepadaku? Hatimu terbuat dari apa sehingga tulusku tidak mampu menyadarkanmu?
Aku percaya akan kuasa Tuhan, aku meyakini begitu banyak hal yang tidak masuk akal dan yang paling utama adalah ketika aku meyakini bahwa kau milik-ku.. Tuhanku tidak pernah mengajari hambanya untuk membenci sesama, jadi tolong jangan membuat aku semakin membencimu lagi. Aku lelah dengan angan kosong ini, semua membuat hidupku berantakan.
Aku ingin menangis, tapi apa yang harus kutangisi dari ketidakwarasanku sendiri?
Sebelumnya, aku hanyalah gadis mungil yang tak tahu apa-apa mengenai sisi kelam semesta. Jika aku tahu dunia bisa segelap ini hingga dapat menenggelamkanku, takkan pernah ku ambil jalan setapak ini.
Jalan menuju kehancuran yang mampu menghunus kehidupanku. Aku tak mengerti arah jalan pulang, sinar terang terlihat begitu gelap menuntunku untuk kembali dimana aku berpijak saat ini.
Aku tersesat, dan tak ada yang sanggup untuk menolong.
Sesak didada begitu nyata menandakan bagaimana terlukanya batinku, sayatan luka itu masih tergambar jelas dalam pandanganku. Rasanya, ia begitu mengikatku dengan simpul mati.
Sakit.
Ini adalah sebuah keterpaksaan yang harus kupaksakan agar aku bisa hidup ditengah ketidakwarasanku terhadap kegelapan.
Tuhan, apa yang harus aku tebus atas segala kesalahanku di masa lalu? Semua begitu berat terpikul diatas kedua pundakku. Aku sedang tidak menyalahkan takdir, hanya saja semua terlihat tidak adil dimataku. Tak elok jika aku terus mengeluh hanya demi ketidakadilan dari sebuah takdir yang engkau ciptakan, lantas apa yang harus aku lakukan agar aku tetap waras untuk menjalaninya?
Perisaimu mampu menghunus jiwaku yang telah lama mati menjadi hidup kembali. Tahun demi tahun berjalan kulalui nyaris seperti mayat hidup, nyatanya perisaimu hanya membangkitkan separuh dalam jiwaku.
Lalu kemana harus kucari keutuhan itu?
Ketika mendengar, sebuah harap mampu membuat pasang mata menatap tanpa berkedip. Kehidupan, bukankah engkau telah berjanji pada semua jiwa untuk memberi harap bahagia? Kami menagih janjimu hingga dipenghujung musim. Aku berjanji pada kehidupan yang akan datang, telah ku ukir seutas cerita yang begitu membanggakan. Peluk Aku, Tuhan. Ampuni aku. Sesungguhnya semua atas kehendakmu, restumu yang mampu mengayomi perjalanan panjang ini.
Di kehidupan selanjutnya jika boleh, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi..
-poor you Annessa
penulisannya bagus..
/Smile//Smile/