Berawal dari kematian tragis sang kekasih.
Kehidupan seorang gadis berparas cantik bernama Annalese kembali diselimuti kegelapan dan penyesalan yang teramat sangat.
Jika saja Anna bisa menurunkan ego dan berfikir jernih pada insiden di malam itu, akankah semuanya tetap baik-baik saja?
Yuk simak selengkapnya di novel "Cinta di Musim Semi".
_Cover by Pinterest_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon seoyoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16 {Alergi Anna}
“Perhatikan raut wajah dan senyummu Annalese, nenekku bukan wanita yang mudah tertipu,” Bastian memperingatkan dengan nada setengah berbisik.
“Halo! (sapa nenek Lansa seraya bangkit dari kursi untuk menyambut kehadiran Anna dengan cucunya, ibu dari ayah Bastian yang kini telah tiada) seperti dugaan saya, Bastian tidak akan pernah mengecewakan saya, kau sangat cantik sekali nona Anna,” puji Lansa diiringi dengan senyum lebar yang membuat kerutan di area sudut matanya jelas terlihat.
“Ahh, terimakasih atas pujian nya nyonya Lansa,” respon Anna seraya membungkuk sebagai tanda hormatnya.
Lansa kembali tersenyum seraya menepuk pelan pundak Anna, “Ayo duduk sayang,” ujar Lansa lembut seraya melirik ke arah cucu nya sebagai tanda isyarat darinya, agar Bastian membantu menarikan kursi untuk kekasihnya duduk.
Dengan senang hati, Bastian pun menarikan kursi dan mempersilahkan Anna duduk.
Setelah memastikan Anna duduk dengan nyaman, barulah Bastian berjalan mengitari meja untuk duduk di kursi nya yang berada di seberang kursi Anna.
“Mari makan sayang, hidangan penutup apa yang kau suka?” tanya nenek Lansa seraya mulai menyantap makan malam yang sudah tersedia di piringnya.
“Cake atau pudding?” kali ini Lansa memberikan opsi agar Anna lebih mudah untuk memilih nya.
“Pudding nyonya,” respon Anna singkat namun tak lupa menambahkan seulas senyum manis di akhir kalimat nya, ia pun kembali menyantap makan malam setelah merespon dengan baik pertanyaan Lansa tanpa rasa canggung.
Meski tatapan tajam Bastian terus mengarah pada Anna, namun hal itu tak lantas membuat Anna gentar atau merasa tertekan. Terbukti dari betapa santai dan tenangnya Anna saat ini dalam menikmati hidangan makan malam yang terasa sangat lezat baginya.
“Jangan panggil saya nyonya, panggil nenek aja, Anna, toh, sebentar lagi juga kalian akan menikah bukan?” ujar Lansa seraya mengusap punggung tangan Anna, sebelum kembali melanjutkan menyantap makan malam nya.
Anna tersenyum manis kemudian menelan kunyahan nya terlebih dahulu sebelum menanggapi perkataan Lansa.
“Iya nenek,” ucap Anna dengan senyum manis yang tak pernah pudar dalam paras cantik dan anggun nya.
Lansa membalas senyuman Anna, “Kalau begitu, kapan nenek bisa bertemu dengan kedua orang tuamu, Anna?” lanjut Lansa yang membuat Anna terhentak dan refleks menoleh ke arah Bastian untuk meminta bantuan, bagaimana ia harus menjawab nya.
“Ke … keluargaku?” ulang Anna seraya mengarahkan pandangan bingungnya pada Bastian yang kini telah menutup makan malam nya dengan membalikan alat makan nya diatas piring.
Dengan pembawaannya yang tenang, Bastian mencoba meraih air mineral kemudian meneguknya untuk mengaliri kerongkongannya dan diakhiri dengan men tap-tap bibir nya dengan sapu tangan yang ada di atas meja.
Sebelum akhirnya buka suara dan membantu menjawab pertanyaan Lansa yang ditujukan pada Annalese.
“Keluarga Anna masih berada di luar negeri nenek, mungkin seminggu sebelum pernikahan, Bastian baru bisa mempertemukan nenek dengan keluarga Anna,” Bastian mewakili Anna untuk menjawab pertanyaan Lansa.
“Ahh begitu, sayang sekali, padahal nenek ingin segera bertemu dengan keluargamu sayang. Ahh iya, nenek dengar ayahmu mulai melebarkan bisnis nya ke bisnis makanan?
Makan siang perusahaan Bastian juga menggunakan jasa catering GD Group, benar kan?” ujar Lansa seraya mengarahkan pandangannya pada Bastian.
“Ya, sudah 1 tahun ini HB Group memakai jasa catering keluarga Anna, karena memang masakan mereka sudah terbukti kebersihan juga masakannya selalu menghadirkan menu baru dalam setiap bulan nya, hampir semua divisi ingin tetap mempertahankan makan siang mereka dengan GD Catering,” Bastian memaparkan.
“Syukurlah kalau begitu, nenek harap kerja sama ini akan terus terjalin untuk mempererat kekeluargaan kita, benar kan sayang?” ujar Lansa yang kembali memfokuskan atensinya pada Anna yang kini telah mengakhiri makan malam nya.
Anna mengangguk pelan diiringi senyum manis nya.
Makan malam singkat pun berakhir ketika Lansa membalikan alat makan nya. Para pelayan yang berjejer berdiri di dekat dinding bergegas menghampiri meja, dan lalu mengambil piring kotor, kemudian menggantikannya dengan hidangan penutup pudding buah seperti yang diminta Annalese sebelumnya.
Anna tampak cukup terkejut ketika melihat pudding yang di sajikan di hadapannya adalah pudding buah Nanas, yang diberi topping sauce fla dan beberapa potong nanas kecil untuk menambah keindahan dari presentasi pudding buatan koki keluarga Herdhardt.
“Bagaimana? kau suka pudding buah kan sayang?” tanya Lansa lengkap dengan seulas senyum penuh kasih sayang.
“Huh? (Anna sedikit terhentak ia sama sekali tidak menduga jika pudding yang akan dihidangkan adalah pudding buah Nanas, buah yang sama sekali tidak boleh masuk ke dalam kerongkongannya) I … iya saya suka nenek, terimakasih nenek,” sahut Anna yang tidak memiliki keberanian untuk mengatakan yang sejujurnya.
Berbeda dengan Lansa yang tak menyadari ada yang janggal dari gerak gerik Anna, mata tajam Bastian menangkap kegugupan yang terpancar melalui sorot mata Anna ketika hendak mulai menciduk pudding nanas nya.
Namun bukannya menghentikan gerakan tangan Anna yang hendak menyantap potongan pudding yang sudah berada di sendok nya, Bastian malah pura-pura tak melihat dengan mengarahkan pandangannya ke atas permukaan meja, bersamaan dengan seringai licik yang terukur di wajah picik nya.
“Uhhuuk! Uhuuk!” Anna terbatuk hebat ketika potongan buah nanas itu telah menyentuh tenggorokannya.
Yang tentu saja membuat Lansa terkejut dan menghentikan aktivitas menyantap hidangan penutup nya.
“Ada apa sayang?! Astaga!” panik Lansa yang lalu bangkit dari kursinya, para pelayan pun bergegas menghampiri meja makan dan ikut mengecek kondisi Anna yang semakin mengkhawatirkan.
“Uhuukk! Uuhuuk! Arrghh!” rengek Anna seraya memegangi leher dengan wajah nya yang sudah memerah layak nya kepiting rebus.
“Mungkinkah nona Anna alergi terhadap buah Nanas?” salah satu pelayan melontarkan sebuah kalimat yang sontak saja membuat Lansa membulatkan kedua mata di tengah keterkejutannya.
“Astaga! Kenapa kau malah tetap memakannya sayang, (omel Lansa yang sebenarnya ada kekesalan juga terhadap Anna, karena bukannya berkata jujur, Anna malah mengantarkan nyawanya sendiri hanya untuk membahagiakan Lansa)
Panggil dokter Reins!” perintah Lansa pada salah satu pelayan tentunya dengan perasaan kalut bukan main.
“Baik nyonya!” respon salah satu pelayan yang lalu berlarian keluar dari ruang makan keluarga untuk segera menghubungi dokter pribadi keluarga Herdhardt.
“Arrgh! Uhuuk! Arghh!” rengek Anna kembali yang lalu terjatuh dari kursinya.
Sebelum Anna benar-benar kehilangan kesadarannya, Bastian menghampiri dan membelah lautan pelayan yang menghalangi jalannya menuju Anna yang kini tergeletak lemah di atas permukaan lantai marmer.
“Bastian akan membawanya ke kamar nek,” ujar Bastian seraya meletakan tangan Anna di belakang tengkuknya kemudian menggendong Anna ala bridal, meninggalkan ruang makan keluarga serta para pelayan yang saling bertatapan satu sama lain.
Melihat pemandangan langka tersebut tentu saja membuat para pelayan cukup terkejut dan menaruh rasa kagum pada sikap gentleman seorang Adipati Bastian Von Herdhardt.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bastian membawa Anna yang sudah tak sadarkan diri ke kamar pribadinya yang terletak di lantai 2. Ia membaringkan Anna perlahan di atas ranjang luas nya yang bernuansakan biru gelap.
Bastian berdiri di tepi ranjang sembari memindai tubuh ramping Anna yang terbalut gaun dengan ukuran 7/8 tidak terlalu pendek juga tidak sampai menutupi keseluruhan kaki jenjangnya.
Ia menghela nafas sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk berbaik hati melepaskan hells yang melekat di kaki wanita yang masih bergelut dengan rasa sakit yang menyerang pernafasannya. Kemudian di lemparkannya secara sembarang ke bawah ranjang.
Meski kedua mata Anna terpejam, namun bukan berarti penderitaannya lantas menghilang, wajah nya yang kian merah padam, di tambah bintik bintik merah mulai bermunculan di sekujur tubuhnya, juga keringatnya yang bercucuran dari sudut keningnya semakin menambah keyakinan Bastian, jika Anna memiliki alergi yang cukup parah terhadap buah Nanas.
Lagi dan lagi, bukan perasaan khawatir ataupun simpati yang terpancar dari wajah tampan Bastian, melainkan rasa penuh kegembiraan yang diliputi kepuasaan mendalam menyaksikan wanita malang tak berdaya yang saat ini hanya bisa merintih kesakitan di tengah deru nafas nya yang nyaris mendekati ambang kematiannya.
Lengkungan seringai itu kembali terukir di wajah Bastian seolah ia benar-benar menikmati momen penyiksaan yang terjadi di hadapannya.
Sampai …
Suara ketukan pintu kamar nya memecahkan fantasi keji Bastian.
Tokk! Took!!
“Dokter Reins sudah tiba tuan Bastian,” seru seorang pelayan dari balik pintu.
Dengan malas Bastian memutar tubuhnya dan merespon seruan nyaring pelayannya.
“Masuk!”
Setelah mendapat ijin dari sang majikan, sang pelayan yang bernama Suli membukakan pintunya dengan lebar dan mempersilahkan dokter pribadi keluarga Herdhardt itu masuk dengan gesture sopan serta senyum ramah nya.
“Silahkan dokter,” ujar Suli ramah.
“Baik terimakasih, Suli,” balas dokter Reins tak kalah ramahnya.
Dokter Reins pun masuk dan menghampiri Bastian yang kini sudah mengambil jarak cukup jauh dari keberadaan ranjang, ia duduk di sofa sembari menikmati segelas minuman beralkohol dalam genggamannya.
“Selamat malam tuan Bastian,” sapa dokter Reins ramah seraya menundukkan kepalanya.
Bastian hanya membalas dengan anggukan seadanya.
Reins yang usianya tak terpaut jauh dengan Bastian hanya bisa menghela nafas pasrah ketika sapaan nya selalu di respon dengan sikap arogan Bastian.
Tanpa berlama-lama, Reins pun kembali pada tujuan utamanya, yakni merawat wanita malang yang kini sedang bergelut dengan alergi parah nya.
Bersambung***