Netha Putri, wanita karir yang terbangun dalam tubuh seorang istri komandan militer, Anetha Veronica, mendapati hidupnya berantakan: dua anak kembar yang tak terurus, rumah berantakan, dan suami bernama Sean Jack Harison yang ingin menceraikannya.
Pernikahan yang dimulai tanpa cinta—karena malam yang tak terduga—kini berada di ujung tanduk. Netha tak tahu cara merawat anak-anak itu. Awalnya tak peduli, ia hanya ingin bertanggung jawab hingga perceraian terjadi.
Sean, pria dingin dan tegas, tetap menjaga jarak, namun perubahan sikap Netha perlahan menarik perhatiannya. Tanpa disadari, Sean mulai cemburu dan protektif, meski tak menunjukkan perasaannya.
Sementara Netha bersikap cuek dan menganggap Sean hanya sebagai tamu. Namun, kebersamaan yang tak direncanakan ini perlahan membentuk ikatan baru, membawa mereka ke arah hubungan yang tak pernah mereka bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bimbang
Pagi itu, Sean bangun lebih awal dari biasanya. Setelah malam sebelumnya penuh dengan kejutan tentang perubahan keluarganya, ia memutuskan untuk mulai mendekatkan diri. Sean mengganti pakaiannya dengan baju olahraga dan bersiap untuk membangunkan Al dan El, mengajak mereka berlari pagi.
Namun, belum sempat ia mengetuk pintu kamar si kembar, pintu itu terbuka lebar. Di hadapannya berdiri Al dan El, sudah berpakaian olahraga lengkap, dengan sepatu olahraga kecil mereka.
“Eh, sudah siap?” tanya Sean, sedikit terkejut.
“Iya, Pa. Kita kan selalu olahraga pagi sama Mama,” jawab El sambil tersenyum kecil.
Sean mengerutkan dahi. “Sejak kapan ini terjadi?” pikirnya. Ia biasanya harus memaksa anak-anak ini bangun untuk hal kecil, apalagi olahraga.
Mereka berjalan ke halaman depan. Sean sudah siap untuk berlari, tapi anak-anaknya tetap berdiri diam di tempat.
“Kenapa belum jalan?” tanya Sean heran.
“Nunggu Mama, dong,” jawab Al santai sambil melompat-lompat kecil.
Sekali lagi, Sean terkejut. 'Mama?' gumamnya pelan. Sejak kapan mereka begitu dekat dengan Netha?
Beberapa menit kemudian, suara pintu depan terbuka. Sean berbalik, dan matanya membesar ketika melihat sosok Netha keluar rumah.
Netha mengenakan baju atasan sport putih yang ketat, jaket abu-abu, dan celana olahraga panjang berwarna coklat. Pakaian atas nya agak pendek, sehingga memperlihatkan sedikit kulitnya. Wajahnya segar tanpa riasan, rambutnya dikuncir ekor kuda, dan ia terlihat begitu energik.
...Pakaian yang dipakai Netha...
Sean meneguk ludah tanpa sadar. Dia kelihatan... cantik sekali, pikirnya.
“Olahraga juga, Sean?” tanya Netha dengan nada datar, sedikit terkejut melihat suaminya mengenakan pakaian olahraga.
Sean mengangguk pelan. “Iya.”
“Bagus,” jawab Netha singkat. Ia kemudian cuek dan mulai melakukan pemanasan di halaman, diikuti oleh Al dan El yang sudah terbiasa dengan rutinitas itu.
Sean berdiri kaku, tidak tahu harus melakukan apa. Setelah beberapa saat, ia memutuskan untuk bergabung. Namun, gerakannya kaku dan salah.
“Papa, itu salah, bukan gitu!” ledek Al sambil tertawa terbahak-bahak.
El menutup mulutnya, berusaha menahan tawa, sementara Netha mendengar itu dan ikut terkekeh kecil. “Coba lihat kami, Pa. Gini, loh,” kata Al, menunjukkan gerakan yang benar.
Sean hanya bisa mengangguk malu, mengikuti instruksi anak-anaknya. Tak lupa menoyor kepala sang anak Al.
Setelah pemanasan selesai, mereka mulai berlari menuju taman kompleks. Beberapa ibu-ibu yang sedang duduk di depan rumah mereka melambai dan menyapa.
“Pagi, Netha! Wah, sekarang suaminya ikut lari juga, ya?” seru salah satu ibu.
Netha tersenyum ramah. “Iya, Bu. Baru sempat sekarang,” jawabnya.
“Wah, bapak ikut lari juga? Bagus banget nih, keluarga kompak,” tambah ibu lain yang membawa anjing kecil.
Sean hanya mengangguk sambil tersenyum canggung. Ia bukan tipe orang yang terbiasa dengan perhatian seperti ini.
“Eh, Pak Sean, lama nggak keliatan. Ternyata masih di rumah sini, ya,” kata seorang bapak yang sedang berjalan pagi bersama istrinya.
Sean mengangguk lagi, menjawab dengan sopan, “Iya, Pak. Baru pulang dari tugas.”
“Syukurlah kalau begitu. Jadi bisa kumpul lagi sama keluarga,” balas bapak itu.
Di taman, banyak orang yang juga berolahraga atau bermain bersama anak-anak mereka. Netha dan anak-anak segera mulai mengelilingi taman sambil berlari kecil. Sean, yang awalnya berniat untuk fokus berlari, malah sibuk mengamati keluarganya.
Al dan El tampak ceria, berlarian sambil sesekali menunggu Netha. Mereka sering berhenti untuk menunjuk sesuatu, seperti bunga atau pohon, lalu melanjutkan lari mereka.
Netha berlari dengan santai, tetapi tetap menjaga tempo. Sesekali ia melihat ke belakang untuk memastikan Sean masih mengikuti.
Setelah beberapa putaran, mereka berhenti dan duduk di rerumputan di bawah pohon rindang.
“Capek, Ma!” kata Al sambil merebahkan tubuhnya di rumput.
“El juga capek, Ma,” tambah El, meskipun terlihat masih penuh semangat.
Sean duduk di dekat mereka, mencoba mengatur napasnya. Ia tersenyum kecil saat melihat pemandangan ini. Inilah keluarga yang selalu ia impikan, pikirnya.
“Minum dulu,” kata Netha sambil mengeluarkan botol air dari tas kecilnya. Ia memberikan masing-masing botol untuk si kembar, lalu menyerahkan satu kepada Sean.
“Terima kasih,” ucap Sean pelan, matanya tak lepas dari Netha.
Setelah istirahat, mereka berjalan ke sebuah warung soto kecil yang ada di dekat taman. Warung itu cukup terkenal di kompleks mereka, sering menjadi tempat makan favorit warga sekitar setelah berolahraga. Netha dan Si kembar juga sering sarapan disitu setelah selesai berolahraga.
Penjual soto itu, seorang ibu paruh baya yang ramah, langsung menyapa ketika melihat mereka masuk.
“Netha! Wah, pagi-pagi sudah olahraga, ya? Sama suami juga sekarang?” sapanya sambil tersenyum lebar.
Netha mengangguk sambil tersenyum. “Iya, Bu. Ini baru bisa kumpul lagi.”
Ibu penjual soto itu melirik Sean. “Oh, jadi ini suami Netha? Wah, pantas anak-anaknya ganteng-ganteng, ya.”
Sean hanya tersenyum sambil mengangguk sopan. “Iya, Bu. Saya Sean, salam kenal.”
“Wah, bagus sekali kalau bisa olahraga bareng keluarga begini. Keluarganya kelihatan harmonis,” kata ibu itu lagi sambil mulai menyiapkan pesanan mereka.
Mereka makan bersama dengan suasana hangat. Sean menikmati setiap momen ini, sambil sesekali mencuri pandang ke arah Netha.
Mereka kembali ke kediaman dengan jalan kaki dengan santai seperti biasanya.
Sean mengikuti nya dengan diam, membiarkan pikirannya berkelana. “Aku benar-benar tidak menyangka ini semua. Netha sudah berubah... anak-anak juga. Bagaimana mungkin aku sempat berpikir untuk berpisah?” pikir Sean.
Sean mencuri pandang ke arah Netha yang fokus pada jalan. Wajahnya tampak tenang dan damai. “Mungkin aku yang selama ini salah. Dia tidak berubah, aku yang terlalu sibuk untuk melihat siapa dia sebenarnya,” batinnya.
Ketika mereka sampai di rumah, El dan Al langsung ke kamar untuk membersihkan diri sesudah selesai berolah raga.
Netha juga beranjak ke kamarnya untuk membersihkan diri. Meninggalkan Sean yang kebingungan sendiri berasa transparant.
Sean menghela napas panjang. Ia sadar, ia tidak ingin kehilangan semua ini. Aku harus memperbaiki semuanya. Aku tidak ingin keluarga ini hancur, pikirnya, memantapkan hati untuk memulai langkah baru bersama keluarganya.