NovelToon NovelToon
Rumah Tanpa Jendela

Rumah Tanpa Jendela

Status: sedang berlangsung
Genre:Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Anak Yatim Piatu / Teen Angst / Cinta pada Pandangan Pertama / Angst / Anak Yang Berpenyakit
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: definasyafa

"Untukmu Haikal Mahendra, lelaki hebat yang tertawa tanpa harus merasa bahagia." - Rumah Tanpa Jendela.

"Gue nggak boleh nyerah sebelum denger kata sayang dari mama papa." - Haikal Mahendra.

Instagram : @wp.definasyafa
@haikal.mhdr
TikTok : @wp.definasyafa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon definasyafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Prolog

...“Tau nggak? terkadang memang ada hal yang tidak bisa di paksakan, meskipun kita udah berusaha mati-matian. Dan saat sesuatu berjalan tidak sesuai harapan, gapapa kalau lo yang harus ngalah lagi untuk kesekian kalinya." - Haikal Mahendra....

Flashback

Pragg...

Piyar...

Brak...

Suara bising pecahan serta lemparan barang-barang terdengar memenuhi ruang keluarga rumah itu. Teriakan serta makian yang terlontar satu sama lain menjadi pelengkap kegaduhan yang terjadi malam ini.

Sedangkan dibalik salah satu railing tangga terdapat seorang laki-laki 13 tahun yang berjongkok sambil memeluk kedua lututnya, menyaksikan pertengkaran dua orang dewasa itu yang terjadi setiap harinya.

“Jelas-jelas saya liat kamu lagi pelukan sama laki-laki lain, masih mau ngelak hah?” pria yang masih menggunakan setelan jasnya itu berteriak kencang tepat di depan wajah istrinya, jari telunjuk itu menunjuk-nunjuk wajah wanita yang terlihat menjijikan baginya.

Wanita yang masih lengkap dengan dress maroon nya itu terkekeh pelan, “bagus dong kalau kamu sudah tau, bukannya kamu juga sedang memiliki hubungan dengan jalang mu itu?”

Piyarr...

Lelaki itu melempar vas bunga dari kayu yang terletak di atas meja hingga mendarat tepat di depan istrinya. Teriakan serta makian satu sama lain kembali terdengar, sementara di atas anakan tangga lelaki 13 tahun itu menutup kedua telinganya erat, cairan bening itu lolos dari kedua sudut matanya tanpa dia minta.

Dia Haikal Mahendra, lelaki 13 tahun yang setiap hari melihat kedua orang tuanya bertengkar. Lelaki hebat yang hanya memiliki satu tujuan hidup, mendengar kata sayang dari orang tua kandungnya sendiri. Satu kata dengan ribuan perjuangan yang mana hingga 13 tahun lamanya dia menghembuskan nafas belum pernah satu kali pun mendengar kata itu keluar dari mulut kedua orang tuanya. Dia tahu, tahu betul bahwa pernikahan orang tuanya tidak di dasari rasa cinta, melainkan karena sebuah perjodohan.

Haikal juga tau bahwa mereka sebenarnya juga tidak menginginkan kehadirannya, namun selama ini sebisa mungkin Haikal berusaha untuk memperbaiki hubungan kedua orang tuanya. Haikal juga berusaha penurut dan bisa membanggakan mereka, semua itu Haikal lakukan agar Mama dan Papa nya mau menerima kehadirannya.

Satu hal yang Haikal takutkan selama ini, dia sangat takut bila kedua orang tuanya berpisah dan mereka akan meninggalkan Haikal begitu saja. Tidak, Haikal belum siap dengan itu semua, dan sepertinya dia tidak akan pernah siap. Dia masih membutuhkan sosok Mama dan Papa dalam hidupnya, bahkan Haikal saja belum mendengar kata sayang dari Mama Papanya itu.

“Sudahlah memang lebih baik kita itu pisah tau nggak?” Heni – Mama Haikal berucap malas sambil kembali mendudukkan dirinya di sofa menatap suaminya itu malas.

Andy – Papa Haikal menatap Heni tanpa minat, “baik, saya akan mengurus surat perceraian itu besok.” ujarnya sebelum melangkah meninggalkan ruang keluarga yang sudah berantakan sebab ulahnya.

Kaki jenjang itu melangkah menaiki tangga hingga di anakan tangga teratas dia melihat Haikal yang berdiri dengan kedua tangan yang sibuk menghapus jejak air matanya. Tidak ingin memperdulikan hal itu, Andy kembali melangkah menuju ruang kerjanya berada. Namun saat dia hendak melewati Haikal, lelaki itu meraih pergelangan tangannya.

“Pa, Haikal mohon, Papa jangan pisah sama Mama ya... nanti Haikal gimana kalau kalian pisah? Haikal sayang sama Mama Papa, jangan pisah ya pa, Haikal mohon...” Haikal mendongak menatap pria itu penuh harap, kedua matanya bahkan terlihat memerah.

Andy menatap mata itu sekilas kemudian pria itu melepas paksa genggaman tangan Haikal dari pergelangan tangannya.

“Tidur Haikal, sudah malam.” Ucap Andy sebelum meninggal Haikal yang hanya bisa diam mematung menatap punggung tegap Papanya yang kian menjauh.

Haikal menghembuskan nafasnya gusar, kepalanya menggeleng keras dengan kedua mata yang terlihat sangat resah, “nggak, Mama sama Papa nggak boleh pisah, gue bolehkah egois sekarang?”

Kaki Haikal dengan cepat menuruni tangga menuju ruang keluarga berada. Dia akan memohon pada Mamanya agar tidak berpisah dengan Papanya, apapun akan Haikal lakukan untuk mempertahankan keutuhan keluarganya. Dari tempat Haikal berdiri saat ini dia dapat melihat Mamanya yang tengah duduk bersandar di sofa ruang itu dengan tatapan fokus pada benda pipih di tangannya, sesekali wanita itu juga akan terkekeh pelan, entah apa yang membuatnya sebahagia itu di situasi seperti ini.

“Mama,”

Panggilan Haikal sontak mengalihkan atensi Heni, wanita itu mendongak menatap anaknya yang berdiri di depannya. Satu alisnya terangkat mempertanyakan tujuan kehadiran anaknya disini.

Haikal menatap Mamanya lekat, kemudian berjongkok di hadapan wanita itu kedua tangannya meraih tangan Mamanya untuk dia genggam.

“Ma... Haikal mohon, Mama jangan pisah ya sama Papa. Nanti kalau Mama sama Papa pisah, Haikal gimana? jangan ya Ma, Haikal janji bakal jadi anak yang baik, Haikal bakal lakuin apa aja yang Mama Papa mau, Haikal bakal lakuin ma, apapun. Tapi Haikal mohon, jangan pisah sama Papa, ma...” cairan bening yang sedari tadi mati-matian dia tahan menetes dengan sendirinya.

Heni menatap Haikal sebentar sebelum melepas tangannya dari genggaman Haikal kemudian berdiri dari duduknya, “Mama capek mau istirahat! Kalau kamu belum mau tidur, kamu bisa beresin pecahan-pecahan ini Haikal.”

“Tapi ma - ”

Gagal, wanita itu melangkah menaiki tangga meninggalkan Haikal yang meneteskan air mata sambil menatap kosong kearah punggung Mamanya yang kian menjauh.

“Nek, Haikal harus gimana?” lirihan itu terdengar sangat menyakitkan bagi siapa pun yang mendengarnya, tapi sayangnya tidak ada satu orang pun yang mendengar lirihan menyakitkan itu. Hanya benda-benda mati serta pecahan barang-barang ulah kedua orang tuanya yang menjadi saksi betapa terpuruknya seorang anak yang akan kehilangan peran orang tua dalam hidupnya.

Perceraian, satu kata yang paling Haikal takuti seumur hidupnya. Saat perceraian itu terjadi dia pasti akan kehilangan sosok orang tua, kasih sayang orang tua yang bahkan belum pernah Haikal rasakan. Kata sayang dari Mama Papa-Nya yang tidak pernah Haikal dengar. Lantas, jika kedua orang tuanya berpisah, apakah masih ada kesempatan untuk Haikal mendengar kata sayang itu dari Mama Papa-Nya?

...᭝ ᨳ☀ଓ ՟...

“Saya sudah urus surat perceraian kita, dan Haikal nanti bakal ikut sama kamu.” Andy menyodorkan amplop berwarna coklat itu di hadapan Heni.

Heni berdiri dari duduknya, mengambil amplop itu kemudian membukanya, tanpa pikir panjang dia langsung menandatangani surat perceraian yang selama ini dia harapkan kedatangannya.

“Nggak bisa, Haikal bakal tetep ikut sama kamu!” bantah Heni dengan tangan yang masih sibuk menyematkan tanda tangan di atas materai surat itu.

“Kamu gila? Kamu ibunya, sudah seharusnya Haikal ikut sama kamu! Saya akan tetap tanggung jawab, saya akan transfer uang setiap bulannya untuk Haikal.”

Heni berdiri dari duduknya menatap mantan suaminya itu tajam, “nggak bisa, calon suami saya nggak mau saya bawa Haikal. Jadi, Haikal bakal tetep ikut sama kamu!”

“Terus kamu pikir calon istri saya bakal mau kalau saya bawa Haikal, bahkan dia nggak tau kalo saya sudah menikah dan punya anak!” Andy menatap Heni murka.

Dia tidak habis pikir dengan wanita di depannya ini, bagaimana bisa seorang ibu tidak mau membawa anaknya tinggal bersamanya. Dimana-mana ibu akan berjuang untuk selalu melindungi anaknya bagaimana pun keadaanya, tapi Heni justru ingin lepas tanggung jawab begitu saja.

Tanpa dia sadari, dirinya pun sama dengan Heni yang ingin melepas tanggung jawab begitu saja, berlindung pada alasan klasik yang mereka buat sendiri. Orang tua macam apa mereka ini, hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa tanpa mau memikirkan bagaimana perasaan seorang anak 13 tahun yang tengah mendengar itu semua dari balik dinding pembatas antara dapur dan ruang keluarga.

Tetesan cairan bening kembali menetes seperti malam itu, Haikal tidak menyangka semua ini akan terjadi. Hal yang paling Haikal takutkan dalam perceraian, dimana saat kedua orang tuanya sama-sama tidak mau menerima kehadirannya seperti sekarang.

Apa salahnya Tuhan?

Mengapa kedua orang yang selama ini Haikal sayang, bahkan rasa sayang itu melebihi rasa sayang pada dirinya sendiri malah membenci dirinya?

Apa sekarang tetap Haikal lagi yang harus mengalah?

Sampai kapan, sampai kapan Tuhan?

Sampai kapan harus selalu Haikal yang selalu mengalah dalam pertengkaran orang tuanya?

Karena sudah tidak tahan lagi mendengar pertengkaran itu, Haikal memutuskan untuk menghampiri orang tuanya. Tidak papa Haikal, kamu harus mengalah lagi hari ini. Semua demi kebahagiaan Mama dan Papa nya.

Sebelum benar-benar melangkah menuju pertengkaran itu terjadi, Haikal lebih dulu menghapus air matanya. Dia tidak mau orangtuanya melihat dirinya menangis, dia benci itu.

“Mama sama Papa nggak perlu berantem lagi, Haikal gapapa kok kalau harus tinggal sendiri di sini. Mama sama Papa pengen bahagia kan? Jemput kebahagiaan kalian ya, Haikal bakal selalu tunggu kalian disini.” Haikal tersenyum tipis menatap kedua orang tuanya bergantian.

Heni melangkah mendekat, satu tangannya terangkat untuk mengelus surai rambut hitam putranya. “Mama sudah menduga ini Haikal, Mama tau kamu pengen banget liat Mama sama Papa bahagia. Kami janji, bakal selalu luwangin waktu buat nemuin kamu Haikal.”

Andy mengangguk sambil berjalan mendekati Haikal yang hanya berdiri diam mematung, “iya, Papa juga akan selalu transfer uang buat biaya hidup kamu setiap bulannya.”

Haikal hanya mampu diam, memang apa yang harus dia lakukan. Hatinya hancur sekarang, kedua orangtuanya bahkan dengan mudah menelantarkan dirinya demi kebahagiaan mereka sendiri. Lantas Haikal harus mencari kebahagiaan dimana lagi sekarang?

“Nek, jemput Haikal ya nek, Haikal mau ikut Nenek.”

......- Rumah Tanpa Jendela.......

1
Lestari Setiasih
bagus ceritanya
Lestari Setiasih
ceritanya bagus
adara
pdkt secara ugal ugalan bagus Ella perjuangkan🤭😂
adara
semangat terus cegilnya Haikal 🤭😂
adara
semangat Ella kmu pasti bisa meluluhkan hati Haikal🤭
adara
makasih kak udh up
definasyafa: maaf ya jarang double update skrng🙏
total 1 replies
adara
Haikal jangan terlalu cuek ya sama ella
miilieaa
penulisannya rapi kak /Drool//Drool//Drool//Drool/
miilieaa: the best sih ini, semangat berkarya kak/Heart/
definasyafa: Thank you sunny🌞🤍
total 2 replies
adara
semangat terus kak
adara
lanjut kka semangat
Dani M04 <3
cerita favoritku, cuma pengen terus membacanya thor!
definasyafa: terimakasih kak🤍
total 1 replies
Umi Sholikhah
yang disebelah jangan dihapus ya
definasyafa: nggak kok tenang aja, tp ttp disini versi lengkapnya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!