Netha Putri, wanita karir yang terbangun dalam tubuh seorang istri komandan militer, Anetha Veronica, mendapati hidupnya berantakan: dua anak kembar yang tak terurus, rumah berantakan, dan suami bernama Sean Jack Harison yang ingin menceraikannya.
Pernikahan yang dimulai tanpa cinta—karena malam yang tak terduga—kini berada di ujung tanduk. Netha tak tahu cara merawat anak-anak itu. Awalnya tak peduli, ia hanya ingin bertanggung jawab hingga perceraian terjadi.
Sean, pria dingin dan tegas, tetap menjaga jarak, namun perubahan sikap Netha perlahan menarik perhatiannya. Tanpa disadari, Sean mulai cemburu dan protektif, meski tak menunjukkan perasaannya.
Sementara Netha bersikap cuek dan menganggap Sean hanya sebagai tamu. Namun, kebersamaan yang tak direncanakan ini perlahan membentuk ikatan baru, membawa mereka ke arah hubungan yang tak pernah mereka bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keseruan Bermain
Sesampainya di mall, Netha menggandeng tangan Al dan El, berjalan santai menyusuri lorong pusat perbelanjaan yang ramai. Banyak mata yang menoleh ke arah mereka bertiga. Penampilan Netha yang kini jauh lebih menarik, dengan tubuh ideal dan gaya berpakaiannya yang simpel namun elegan, dipadukan dengan si kembar yang tampan, langsung menjadi pusat perhatian.
“Ayo, kita ke toko pakaian dulu,” ujar Netha sambil menarik kedua anak itu ke sebuah butik pakaian.
Sesampainya di toko, Netha mulai memilih-milih pakaian. Ia mengambil beberapa blus, dress santai, dan celana yang terlihat nyaman namun tetap stylish. “Bagaimana menurut kalian? Ini cocok nggak?” tanyanya sambil memegang sebuah dress berwarna pastel.
Al mengerutkan dahi, berpikir sejenak, lalu berkata, “Kayaknya itu terlalu biasa. Pilih yang lebih keren lagi, Neth!”
“Setuju,” sahut El sambil menunjuk dress lain. “Yang ini lebih cocok buatmu.”
Netha terkekeh. “Baiklah, kalian jadi fashion stylist-ku hari ini. Sekarang giliran kalian memilih pakaian!”
Al dengan antusias mulai mencari kaos dan jaket yang menurutnya keren. Sementara itu, El dengan lebih tenang memilih kemeja dan celana yang nyaman. Netha sesekali tertawa melihat perbedaan kepribadian mereka yang begitu mencolok.
“Ayo coba ini,” ujar Netha sambil memberikan masing-masing beberapa pakaian untuk dicoba.
Mereka bertiga saling memberi pendapat, tertawa, dan bercanda selama hampir satu jam memilih pakaian. Ketika semua selesai, mereka keluar dari toko dengan beberapa kantong belanjaan.
“Sekarang kita ke Timezone!” seru Netha dengan semangat.
📍Di Timezone
Begitu masuk ke arena permainan Timezone, jiwa anak-anak Netha seolah melonjak keluar. Wajahnya berseri-seri, hampir lebih antusias daripada si kembar.
“Ayo kita main claw machine dulu!” katanya sambil menarik mereka ke mesin capit boneka.
Netha menunjuk sebuah boneka besar berbentuk beruang dengan warna pastel. “Aku mau yang itu!” serunya.
El, dengan ekspresi datar namun penuh percaya diri, mengambil alih kontrol. “Tenang saja, aku pasti dapat.”
Al berdiri di samping Netha, berteriak-teriak, “Ayo El! Jangan gagal! Itu buatnya!”
Netha pun ikut bersorak, “Ayo, El! Jangan bikin aku kecewa!”
Dengan gerakan presisi, El berhasil menjepit boneka itu dan membawanya ke lubang hadiah. Begitu boneka jatuh ke tangan mereka, Netha langsung melompat kegirangan.
“Kamu jenius, El!” serunya sambil memeluk boneka itu.
Al menggerutu, “Coba aku yang main, pasti aku juga bisa.”
Mereka tertawa bersama, lalu melanjutkan ke permainan lainnya.
Selanjutnya, mereka mencoba dance floor. Netha dan Al berdiri di atas mesin, sementara El memilih untuk menjadi penonton. Musik mulai mengalun, dan layar menunjukkan langkah-langkah tarian yang harus diikuti.
“Ayo, Al, kita tunjukkan siapa yang paling keren!” tantang Netha.
Al melompat-lompat dengan semangat, mengikuti langkah-langkah di layar. Namun, gerakannya yang terlalu heboh membuatnya sering salah langkah. Sementara itu, Netha yang lebih fokus berhasil mendapatkan skor yang lebih tinggi.
“Aku menang!” teriak Netha sambil tertawa.
Al menjatuhkan dirinya ke lantai, pura-pura kesal. “Kamu curang! Aku nggak pernah main ini sebelumnya!”
El, yang sejak tadi menonton, hanya memutar matanya. “Kalian berdua heboh sekali.”
“Kalau begitu, giliran kamu yang main,” tantang Netha.
El akhirnya menyerah dan mencoba bermain. Meski terlihat malas, gerakannya ternyata sangat presisi, bahkan lebih baik dari Netha.
“Apa-apaan ini? Kamu diam-diam jago ya?” ujar Netha dengan takjub.
Al berseru, “El, kamu penghianat! Seharusnya aku yang menang!”
Mereka bertiga tertawa lagi, menarik perhatian beberapa pengunjung Timezone.
Setelah itu, mereka mencoba permainan tembak-tembakan. Netha dan Al bergabung melawan El. Permainan berlangsung sengit, dengan Al yang terlalu heboh dan sering melompat-lompat, sementara Netha berusaha fokus menembak El.
“Serang dia! Jangan biarkan dia menang!” teriak Al.
“Tenang, aku sudah mengunci target,” balas Netha sambil tertawa.
Namun, El ternyata jauh lebih terampil. Dengan strategi yang tenang, ia berhasil mengalahkan mereka berdua.
“Aku bilang apa? Kalian terlalu ribut,” ujar El sambil menyeringai.
“Lain kali, kita main adil!” seru Al sambil mengacak rambut El.
Permainan terakhir adalah mobil-mobilan. Mereka bertiga berlomba di arena balap virtual. Netha dan Al kembali saling bersaing dengan teriakan-teriakan semangat, sementara El dengan santai memimpin di depan.
“Tidak mungkin! Aku harus menang!” seru Netha.
“Tidak ada yang bisa mengalahkan aku!” balas Al.
Pada akhirnya, El tetap menjadi juara. “Aku bosan menang terus,” ujarnya dengan nada bercanda.
Keseruan mereka bertiga menarik perhatian beberapa pengunjung mall yang mulai berkumpul di sekitar Timezone. Banyak yang ikut bersorak atau tertawa melihat interaksi mereka.
“Sepertinya mereka sangat akrab, ya,” bisik seorang ibu kepada temannya.
“Iya, mereka seperti kakak dan adik kembar. Lucu sekali,” balas temannya.
Netha menyadari perhatian orang-orang, tapi ia tidak peduli. Baginya, momen ini adalah tentang bersenang-senang bersama El dan Al.
Setelah hampir dua jam bermain, mereka akhirnya kelelahan. Netha duduk di salah satu bangku di dekat Timezone sambil memeluk boneka yang tadi didapat El.
“Kalian puas?” tanyanya sambil tersenyum.
“Banget!” jawab Al dengan penuh semangat.
El mengangguk sambil berkata, “Kita harus sering-sering melakukan ini.”
Netha mengangguk setuju. “Tentu saja. Tapi lain kali kalian yang traktir, ya.”
Mereka bertiga tertawa bersama, menikmati kebersamaan yang semakin erat. Bagi Netha, meskipun awalnya ia tidak pernah membayangkan bisa dekat dengan si kembar, momen seperti ini membuatnya merasa bahwa mereka adalah bagian penting dalam hidupnya sekarang.