"Berhenti deket-deket gue! Tinggalin gue sendiri, kehadiran lo cuma buat gue lebih repot!" ~ Lengkara
"Aku gak akan berhenti buat janji yang aku miliki, sekuat apapun kamu ngehindar dan ngusir aku, aku tau kalo itu cara kamu buat lindungi aku!"
###
Alexandria Shada Jazlyn ditarik kerumah Brawijaya dan bertemu dengan sosok pmuda introvert bernama Lengkara Kafka Brawijaya.
Kehadiran Alexandria yang memiliki sikap riang pada akhirnya membuat hidup Lengkara dipenuhi warna.
Kendati Lengkara kerap menampik kehadiran Alexandria, namun pada kenyataanya Lengkara membutuhkan sosok Alexandria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon story_Mawarmerah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Kita Saling Mengetahui
Alpard hitam memasuki kediaman Brawijaya, rumah besar bercat putih yang memiliki pekarangan luas dilengkapi kolam dan air mancur itu begitu mewah dengan beberapa bodyguard yang berjaga.
Lengkara dan Shada turun dari kendaraan yang mengantar jemput mereka. Dari jalan membentang ini Shada bisa melihat Merian tengah berdiri diteras rumahnya.
“Lengka ada Nenek!” bisik Shada serba salah, ia menatap wajah Lengkara memastikan memar-memar itu memang masih membekas begitu jelas, lalu Shada kembali menatap Merian.
Kendati hubungan Shada dan Merian sekerang sudah cukup dekat, tapi tetap ada batasan-batasan yang tidak bisa ditembus oleh keduanya berkaitan status mereka.
Merian sendiri sama-sama tengah menatapi keduanya, wanita tua itu seakan menanti kepulangan Lengkara dan Shada. Tidak heran karena sebenarnya Merian sudah mengetahui apa yang terjadi pada sang cucuk manakala ia memiliki koneksi dan terhubung dengan pihak sekolah, tempat Lengkara dan Shada menuntut ilmu.
Apalagi luka memar diwajah Lengkara yang terlihat masih basah itu tentu tidak akan mampu di tutup-tutupi lagi.
“Selamat siang Nenek!” Shada memulai setelah sampai.
Wanita tua itu tersenyum lalu menatap Lengkara yang diam enggan menatap dirinya balik. “Kalian bisa istirahat dahulu ke atas, setelah itu nenek tunggu di ruangan!”
Hanya itu kata yang dilontarkan Merian, ia menatap Shada sebentar lalu berbalik menuju rumahnya. Membuat Shada semakin menunduk serba salah.
********
“Nenek tidak menyalahkan kamu, Shada! Nenek hanya menyayangkan Lengkara yang pergi begitu saja tanpa mau bertanggung jawab untuk menjelaskan apapun, itu membuat Lengkara semakin salah dan akhirnya mendapat punishment dari sekolah!”
Merian menatap Shada dihadapannya, pada akhirnya Merian memintai keterangan Shada ketika Lengkara sama batunya dengan diam dan tidak mau menjelaskan apapun perihal dirinya berkelahi dan menyerang orang lain.
Jika perlu di katakan ini adalah kali pertamanya Lengkara berekspresi seperti ini, tentu membuat Merian semakin menaruh curiga.
Kenapa cucuknya bisa sefrontal ini? Ada apa sebenarnya?
“Jadi kenapa Lengkara bisa nyerang orang seperti tadi?” Merian bertanya kembali.
“kamu mungkin tidak bersama Lengkara di toilet tapi apa kamu tau sebab kenapa Lengkara melakukan itu?”
Shada menunduk sedikit bingung untuk menjelaskan pada Merian karena ia sendiri memang tidak tau apa alasan jelas Lengkara melakukan demikian.
“Maaf nenek… Shada sama enggak tau karena Lengka juga gak mau bicara apa-apa sama Shada!”
Alis Merian tertarik begitu samar, ia wanita pintar dan sosok pemikir yang membawa dirinya menjadi wanita kuat dengan semua yang ia miliki sekarang. “Apa sebelumnya Lengkara gak ada cerita apapun sama kamu? Kamu dan Lengkara tidak sedang menutupi sesuatu dari nenek, bukan?”
Shada sontak mendongak, dengan kepribadian Shada sebenarnya gadis ini sama pintarnya bahkan sikapnya kerap mendominasi juga, ia mengangguk dan menatap Merian dengan tatapan yakin.
Membuat Merian diam lalu menghela nafas setelahnya.
“Yasudah! Kamu boleh istirahat ke atas!”
Shada membungkuk dan mundur “Terima kasih nek!” ucap Shada berakhir dengan ia keluar ruangan Merian.
Shada menatap sekeliling rumah sudah begitu sepi, rumah mewah dan besar ini memang hanya di isi oleh penghuni inti Merian, anak bungsunya Liliana dan Lengkara. Liliana sendiri memiliki anak dan suami, hanya sang anak sudah memiliki kehidupan rumah tangga bersama gadis yang ia cintai, dan suami Liliana yang mana seorang Diplomat tentu tidak setiap hari ada di rumah ini. Terakhir dengan adanya penambahan Shada di keluarga Brawijaya menjadi pelengkap kekosongan rumah ini dengan sikap riangnya.
Shada melewati beberapa ruang utama, hingga kakinya membawa ia menaiki tangga untuk menuju kamar miliknya. Status Shada sudah cukup dianggap layaknya keluarga hingga kamar Shada ditempatkan bersebelahan bersama Lengkara.
Langkah Shada berhenti pada koridor membentang kamarnya yang tembus pada balkon lantai dua di arah kanan.
“Lengkara?” cicit Shada melihat pintu balkon terbuka sedikit.
Tak membuang waktu Shada pun mendekat, benar jika Lengkara tengah berdiri ditepian balkon “Lengka kamu belum tidur?”
Lengkara menoleh, tapi ia tidak sedikit pun menyahuti ucapan Shada. Seperti biasa Shada pun mendekat padanya. “Kamu lagi ngapain disini? mana udah malem bukannya istirahat malah nongkong di balkon! Jangan sok-sokan bilang cari angin!”
Diam, Lengkara hanya diam menatap lurus kedepan, kendati ia begitu batu tapi Shada tau jika alasan diam Lengkara ini karena sesuatu. Shada yang melihat itu tentu tidak akan berhenti. Seperti kasus roti Shada selalu punya cara untuk membuat Lengkara meresponnya.
Shada memiringkan wajahnya pada Lengkara “Udah yuk masuk! Mana anginnya besar gini, tar kamu sakit masuk angin, angin juga yang disalahin!”
Masih diam pada akhirnya tangan Shada terangkat untuk menarik tangan Lengkara. Tapi di detik yang sama Lengkara membalik genggaman tangan Shada dengan iya yang balik memegang tangan Shada
“Ay__”
“Lo udah tau kan dari nenek?”
Shada berhenti oleh tarikan tangan Lengkara berikut kata pemuda itu. Kini keduanya saling berhadapan, Shada menatap Lengkara tak mengerti karena ia tidak sedikit pun diberitahu soal ini.
“Nenek bakal kirim gue ke LN minggu ini?”
“Jadi kamu?!”
“Yah.. gue bakal pergi! Gue pergi buat waktu yang gak sedikit!”
Kedua tangan Shada meremat kuat, ia benar-benar tak menyangka dengan apa yang dikatakan Lengkara. Pemuda yang selalu bersama dengannya selama Sembilan tahun ini dan pemuda yang secara tidak langsung menjadi tanggung jawabnya selama ini akan pergi.
Apa itu berarti Shada tidak akan tinggal disini lagi karena seperti kesepakatan awal jika Shada ditarik untuk menemani Lengkara. Dan sekarang Legkara akan pergi, bukankah Shada tidak punya alasan lagi untuk tinggal disini?
Sungguh banyak spekulasi yang kini berputar dikepala Shada. Kenapa tadi Merian tidak bicara apapun padanya?
“Dan kamu setuju? Lengka kamu setuju buat pergi ke LN?”
Lengkara melempar tatapannya kesamping, ia tidak berbicara tapi hanya anggukan samar yang menjadi jawabannya pada Shada.
“Terus berapa lama kamu perginya? Berapa lama kamu disananya?”
“Bisa sampai lulus sekolah atau gue pilih menetap disana dan gak balik lagi kesini!”
Rasanya, jantung Shada seolah berhenti berdekat dalam beberapa detik, itu seakan tersayat sembilu juga, ada perih di dalam hati Shada setelah mendengar kabar itu. Apa karena kasus Lengkara di sekolah sehingga Merian kecewa padanya dan memilih mengirim Lengkara keluar Negeri?
“Lengka apa ini ada sangkutannya sama masalah kemarin? Lengka mending kamu jujur aja, apa sebenarnya __”
“Nggak ada Shad!” Lengkara menyela kata.
“bukannya gue udah bilang kalo masalah kemarin itu gak ada sangkutan apapun sama pembelaan diri gue! Gue bener-bener hajar mereka karena_”
“JANGAN BOHONG!!”
Shada menyela dengan teriakannya, ia adalah gadis yang cukup peka akan sensitivitas. “Kamu coba lindungin aku kan?” todong Shada membuat Lengkara diam.
“Lengka aku tau kamu! Kamu bukan orang yang bisa kepengaruh atau orang yang bisa hajar orang seenaknya! Lebih baik kita bicarain ini sama nenek! Mungkin beliau bisa tarik lagi buat gak kirim kamu ke luar negeri!”
Lengkara terkekeh, tapi kekehan itu hanya ibarat sebuah ledekan untuk Shada.
“Udah gue bilang kalo itu gak ada sangkutan apapun sama lo, dan satu hal yang harus lo tau!”
“Apa?”
“Gue pergi ke LN karena keinginan gue sendiri!”
Shada terdiam akhirnya, menatap Lengkara yang menatapinya dengan pendar rumit.
********
Shada masuk ke dalam kamarnya begitu pun dengan Lengkara, mereka mengakhiri percakapan begitu saja dengan Lengkara yang beranjak mendahului Shada masuk kedalam rumah.
Waktu menunjukan pukul sebelas malam, kali ini malah Shada yang terlihat begitu gelisah setelah mengetahui kabar Lengkara akan pergi keluar Negeri. Shada pun bangkit dari ranjangnya, ia keluar kamar dan berlalu menuruni tangga rumah.
“Bunda?” lirih Shada melihat Liliana yang baru keluar dari ruangan Merian.
Liliana pun menoleh, ia melihat Shada dan tersenyum samar.
“Shada apa kamu ada waktu? Ada hal yang pengen bunda sampein ke kamu!”
Jantung Shada seakan kembali berhenti untuk ucapan Liliana ini. Nanti atau sekarang ia yakin jika pada akhirnya ia akan kembali dipanggil untuk membicarakan kepergian Lengkara.
Sampai kamar Shada yang menjadi perhentian mereka berdua. Liliana mendudukan tubuhnya di tepian ranjang menghadap Shada.
“Ada yang pengen bunda bicarain terkait Lengkara!” Liliana menghela nafasnya, ia terlihat sedikit serba salah sekarang.
“Shada udah tau kok bun! Lengkara mau ke LN kan bun?”
“Kamu tau?” Liliana mengerutkan keningnya bingung.
“Iya, Lengka yang bilang itu langsung sama Shada!” Ia menarik kedua sudut bibirnya, Shada benar-benar mencoba tak terpengaruh dan kuat.
“Katanya Lengka mau pergi lama, itu berati Shada juga udah bisa pergi__”
“Hey… no! Kata siapa gitu?” Liliana sontak memegang tangan Shada. Ia masih sama bahkan kini lebih berani dan tanpa kecanggungan apapun pada Shada.
“Gak ada istilahnya kamu pergi dari sini!”
“Tapi Lengka udah gak ada disini bun? Jadi gak ada alasan lagi buat Shada tingal disini!”
“Kata siapa? Ada enggak adanya Lengka Shada tetep harus tinggal disini! Shada tau kenapa?”
Shada mengeleng, wajahnya sudah cukup memerah, menahan haru dan perasaan abu-abu yang Shada rasakan.
“Karena Shada udah jadi bagian keluarga kita!”
“Bunda?”
“Iya nak! Jadi jangan kemana-mana yah! Bunda orang pertama yang bakalan sedih kalo Shada pergi dari sini!”