Anna harus terjebak dengan dua orang laki-laki yang membuatnya harus terpaksa berakhir dengan Maxim yang ternyata adalah teman masa kecilnya dulu.
Ternyata Maxim dan Dexter adalah mantan rekan yang memiliki sifat berbeda jauh.
Akankah Luna menerima cinta Maxim atau malah pergi bersama Dexter.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tessa Amelia Wahyudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 01
Beberapa hari sudah berlalu sejak malam panas itu. Kini, Maxim terlihat sedang berada di sebuah ruang bawah tanah. Ruangan yang sering dia sebut dengan ruang penyiksaan.
"Argh ...." Suara teriakan itu terdengar keras bersamaan tubuh pria yang dihempaskan begitu saja ke lantai hingga terjerembab tepat di depan kaki Maxim yang sedang duduk dengan begitu angkuh di atas singgasana miliknya.
Pria itu coba melihat Maxim yang sedang memegangi sebatang rokok miliknya lalu membiarkan anak buahnya membakar rokok tersebut lalu menghisap dan mengeluarkan kepulan asap hingga mengenai wajah pria itu yang seketika terbatuk.
"Katakan siapa yang memberikan bukti-bukti itu?" tanya Maxim yang sengaja mematikan lampu di ruangan pengap itu. Tidak ada sedikit pun cahaya yang masuk ke dalam ruangan tempat di mana dia berada saat ini.
"A-ku tidak tahu!"
"Argh ...." Dia kembali menjerit dan berteriak saat tangannya diinjak oleh sepatu pantofel mengkilap milik Maxim. Bahkan dia bisa merasakan jika saat ini jari-jarinya terasa nyaris patah.
Maxim tampak begitu kejam. Bukan hanya itu menginjak tangannya, Maxim juga menyulut sebatang rokok miliknya ke wajah pria itu hingga membuatnya menjerit kesakitan.
"Argh ... ampuni saya, Tuan. Aku mohon lepaskan aku!" teriaknya merasakan sakit yang luar biasa.
Dia bahkan sudah bersembunyi agar tidak diketahui oleh Maxim dan anak buahnya. Namun, ternyata semua sia-sia karena Maxim tetap berhasil menemukan tempat persembunyiannya.
"Kau tau, aku paling benci orang-orang yang meminta ampun sepertimu ini. Seharusnya jika kau tidak ingin aku menyiksamu jangan pernah melakukan kesalahan. Oh tidak, bagaimana jika kita bermain saja? Kau bisa lepas dari sini asal bisa melawanku dalam lima menit saja. Bagaimana?" tawar Maxim yang sengaja mengajak tawanannya untuk bertarung.
"Husss … tapi tunggu dulu! Bagaimana jika …."
"Argh ...." Dia kembali berteriak saat tangannya kembali diinjak dengan lebih keras oleh Maxim.
Raungan kesakitan terdengar begitu keras menggema hingga membuat anak buahnya yang berada di luar merinding karena mendengar suara teriakan itu.
Maxim masih tampak bermain dengan tawanannya. Dia membuat pria itu tidak berdaya hanya dengan mematahkan tangannya saja.
"Hubungi dia dan katakan bahwa kau berhasil menemukan di mana keberadaanku. Aku akan membuat kejutan untuk bosmu itu!" Maxim melemparkan ponsel milik pria itu dan menyuruhnya untuk bicara seperti yang Maxim perintahkan.
"Ti-tidak … argh ...." Dia merasakan sakit di bagian ulu hatinya karena mendapatkan pukulan berkali-kali dari Maxim saat membantah perintahnya.
"Bunuh saja aku! Bunuh saja, argh ...."
"Kau pikir aku akan membunuhmu? Tidak, aku tidak akan membiarkanmu begitu saja. Kau salah jika berpikir seperti itu!" ucap Maxim sambil menjambak rambut tawanannya, lalu tanpa dia duga ternyata pria itu berani meludahinya. Membuat Maxim geram dan naik pitam.
"Berani sekali kau melakukan ini, hah!" Maxim langsung menghantam pria itu dengan sebuah pukulan yang membuatnya langsung terkapar jatuh dan muntah darah.
"Kau akan membusuk di sini! Aku akan memastikan bahwa kau tidak akan pernah mati! Aku akan membuatmu merasakan sakit yang luar biasa setiap harinya!" ancam Maxim dengan rahang yang mengeras sempurna.
Dia sendiri benar-benar sudah berang dengan apa yang dilakukan pria itu hingga berani meludahinya. Tanpa ampun, Maxim menendang wajah pria itu dengan sekuat tenaga sampai membuat darahnya berceceran ke lantai.
Setelah membuat tawanannya tak berdaya, Maxim langsung keluar dari ruangan pengap itu dan melemparkan pakaian yang dipakainya begitu saja ke lantai.
"Bereskan dia! Buat dia menderita setiap harinya! Bahkan aku ingin dia memohon dan menjerit sampai tidak bersuara lagi!" perintah Maxim kepada anak buahnya, lalu pergi kembali ke kamarnya.
Di dalam kamar, Maxim mendapatkan sebuah pesan masuk dari salah satu anak buah yang ditugaskan untuk selalu mengawasi Anna. Pesan yang menampilkan sebuah foto Anna sedang bekerja di sebuah butik.
Kedua sudut bibirnya seketika langsung mengembang hingga membentuk sebuah senyuman. "Anna, kau selalu terlihat cantik,” ucap Maxim yang begitu rindu ingin bertemu wanita itu. Namun sayangnya, dia sedang berada di Milan saat ini. Maxim masih membayangkan saat-saat bersama dengan Anna di Venezia beberapa waktu yang lalu.
"Tunggu aku pulang, Babe. Kita akan bertemu lagi, secepatnya."
***
Di tempat lain, lebih tepatnya di sebuah butik ternama, Anna sedang bekerja bersama Liana.
"Kau kenapa Anna? Apa kau baik-baik saja?" tanya Liana, berusaha memastikan keadaan temannya itu baik-baik saja.
Sudah beberapa hari ini, Anna terlihat begitu lemah seperti tidak bersemangat. Entah apa yang membuat Anna berubah menjadi pendiam, tapi yang jelas itu benar-benar membuat Liana merasa heran sekaligus penasaran.
"Aku baik-baik saja Liana."
Anna memutuskan untuk merahasiakan apa yang terjadi pada malam itu. Dia berusaha bersikap sewajarnya agar tak mengundang pertanyaan dari Liana yang terus memperhatikannya.
"Jangan bilang kamu masih memikirkan Stefano?" tanya Liana, mulai kesal saat menduga jika Anna masih memikirkan mantan kekasih yang telah mengkhianatinya.
"Ayolah, An, Stefano bukan laki-laki yang baik. Seharusnya kamu bersyukur bahwa kamu bisa mengetahui rahasia busuknya. Rahasia yang dia sembunyikan selama ini. Dia itu tidak pantas mendapatkan wanita sepertimu, An!"
"Kamu salah, aku bahkan sudah tidak memikirkannya lagi. Aku sudah menganggapnya mati!" sahut Anna karena dia tidak ingin Liana berpikir bahwa dia masih memikirkan mantan kekasihnya yang jahat itu.
"Lalu siapa yang kamu pikirkan jika bukan Stefano? Apa jangan-jangan kamu sudah punya laki–"
"Berhenti memikirkan yang tidak-tidak! Aku baik-baik saja dan tidak ada yang harus dibahas lagi!" Anna memotong, tak ingin terpancing hingga nantinya dia bisa saja menceritakan apa yang terjadi pada malam itu. Malam di mana dirinya sampai menghabiskan malam panas dengan pria yang sama sekali tak dia kenal.
Pembicaraan mereka selesai saat Liana melihat sebuah berita tentang seorang laki-laki tampan yang ada di televisi.
"Oh my God! kamu lihat Anna. Itu Tuan Maxim. Aduh, gantengnya. Aku rela deh jadi pacarnya yang kesekian kalau dia mau sama aku.”
Anna sama sekali tidak tertarik. Wanita itu masih sibuk mengganti pakaian di patung manekin dengan koleksi terbaru yang ada di butik itu.
“Anna, coba itu kamu lihat! Rugi lho, dia itu udah ganteng, kaya lagi. Hartanya aku rasa tidak akan habis 10 keturunan sekalipun. Dia itu pengusaha hebat dan salah satu laki-laki paling kaya di eropa. Di negara kita, dialah yang terkaya!" ujar Liana yang menjelaskan pada Anna tentang siapa Maxim. Pria yang saat ini tampil di televisi.
Mau tak mau pandangan Anna pun jadi melihat layar televisi itu. “Bukannya dia laki-laki bayaran ….” Spontan saja Anna langsung mengatakan itu. Beruntung, keterkejutannya masih bisa ditahan dan Anna hanya mengatakannya di dalam hati. Wanita itu mulai mengingat kembali wajah pria bayaran yang telah menghabiskan malam panas dengannya. "Tidak! Tidak mungkin dia laki-laki bayaran itu! Lagi pula dia kaya, mana mungkin dia butuh uangku. Ah, aku pasti keliru, lagian saat itu aku mabuk dan penglihatan ku pasti salah. Ya, dia bukan laki-laki itu," ucap Anna dalam hati saat melihat wajah laki-laki yang ada di televisi.
Bersambung ...