Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Jangan Campuri Urusanku!
Deri susah payah menelan ludahnya sendiri melihat reaksi Irfan yang jauh berbeda dari sebelumnya. Jika sebelumnya sahabatnya selalu menerima masukkannya, kalau sekarang tampaknya tidak.
“Ini yang sangat tidak aku inginkan, jangan sampai kejadian empat tahun yang lalu terulang kembali. Untung saja aku berhasil memfitnah Naura, kalau tidak Irfan pasti tidak akan meninggalkan Naura sampai sekarang. Sekarang, aku harus membuat wanita itu pergi jauh dari sini, jika Irfan tidak mau memecatnya,” batin Deri menggerutu. Dan, ia harus putar otak agak sahabatnya jangan sampai terjerembap di kubangan yang sama, ini pikir Deri.
“Aku tidak bermaksud mengatur Pak Irfan, hanya mengingatkan saja. Apalagi memang Sofia telah kehilangan hal yang berharga sebagai wanita, sepatutnya Pak Irfan bisa menghargainya dan mencintai istri dengan segenap hati Maaf kalau aku salah berkata, atau menyinggung,” balas Deri dengan sikap formalnya, pelan dan sangat berhati-hati.
“Pokoknya ini tidak boleh sampai terjadi kenapa-napa dengan rumah tangga Sofia dan Irfan, sebelum bisnis tersebut terwujud, bisa berabeh rencanaku,” batin Deri.
“Cinta!” Irfan mendesis. Jika awal ya, Irfan merasakan jatuh cinta pada Sofia, namun berjalannya waktu setelah kejadian pertengkaran yang membuat ia marah pada istrinya dan mengakibatkan kecelakaan tunggal. Ia memang menyesalinya, dan semakin bersikap baik pada Sofia hingga pria itu lupa jika kemarahan dan pertengkaran tersebut karena ada salah satu karyawannya mengirim foto Sofia dengan pria lain sedang berpelukan di lobby hotel, dan wanita itu bersikeras menyanggah jika ia sedang memeluk saudara sepupunya bukan memiliki selingkuhan. Wajarkan kalau suami marah?
Berkat kejadian kecelakaan itu pula, Sofia yang semulanya tidak berhijab berubah berhijab dan membuat Irfan kembali luluh atas perubahan sikap Sofia, lantas pria itu melupakan bukti-bukti yang menyudutkan istrinya jika telah menduakannya, dan sayangnya wajah pria dalam foto itu tidaklah nampak.
Jadi benarkah Irfan mencintai Sofia atau hanya sebuah keterpaksaan karena kecelakaan tersebut, hingga pada titik ini Irfan menyatakan lelah. Bisa dinilai di sini, jika sangat mencintai maka tidak ada katanya lelah menyayangi pasangannya.
“Ting!”
Dalam keadaan yang tidak nyaman ponsel Irfan terdengar notif masuk, dengan terpaksa pria itu meraih ponselnya yang ada di atas meja, kemudian mengeceknya. Tidak lama kemudian ia tersenyum getir melihat notif dari bank. Uang senilai 250 juta baru saja ditarik untuk pembelian emas di toko emas atas nama Sofia.
Mantap bukan kelakuan Sofia yang bisa dikatakan tidak tahu diri. Di satu sisi Irfan sedang kecewa pada Sofia yang ringan tangan pada anaknya, lantas di sisi pelaku sedang menguras uangnya.
“Aku selama ini sungguh sangat bersabar dan berbaik hati dengan Sofia, sampai rela uangku dikuras habis olehnya. Jadi, kamu tidak perlu menasehatiku atas nama keutuhan rumah tanggaku! Aku yang menjalani bukan kamu yang menjalankan! Atau mungkinkah aku harus menaruh curiga padamu yang selalu ikut campur melebihi dari kapasitas sebagai aspri dan sahabatku?” tanya Irfan penuh kecurigaan.
Deri bungkam seribu bahasa, cukup menohok juga kalimat bosnya untuknya, sedangkan Irfan beringsut dari duduknya dan menyimpan ponselnya di balik saku jas.
“Pikirkan itu baik-baik, Deri. Kali ini aku-lah yang menentukan jalanku sendiri,” pinta Irfan dengan tatapan sinisnya, lalu ia memutari meja kemudian melangkah ke arah pintu.
“Jangan mencari aku, ada urusan penting yang harus aku kerjakan,“ ujar Irfan sambil lalu.
Tangan Deri terkepal erat, selepas Irfan keluar dari ruangan ia bergegas menghubungi Sofia.
***
Satu jam kemudian, kaki Irfan sudah menapaki mall yang masih dikunjungi Naura, Noah, Adiba dan Elin. Rupanya pria itu benar-benar tidak bisa menahan dirinya untuk tetap berada di kantor. Justru kini ia akan menghampiri mereka, dan sudah siap tebal muka jika Adiba mengusirnya kembali.
Sesuai informasi yang ia dapati dari Elin, saat ini mereka semua sedang makan siang di lantai empat, lantas langkah kaki pria itu semakin cepat menuju restoran tersebut.
“Duh, pintarnya cucu Oma makannya,” puji Adiba melihat Noah begitu lahap makannya disuapi sama Naura.
“Adi kata Ante halus akan yang anyak, Oma. Bial nanti ada tenaga uat ain lagi,” jawab Noah dengan bibirnya yang penuh.
“Ayo dikunyah dulu baru bicara, Dede,” pinta Naura sembari mengusap susut bibir Noah yang sudah belepotan.
“Naura, kamu juga sambil dimakan makanannya, jangan hanya nyuapi Noah aja. Ini juga kok cucu Oma malah manja sama Tante Naura, biasanya sama Mbak Elin,” ujar Adiba sembari melirik Elin yang sedang bebas tugas mengurus tuan mudanya.
“Noah aunya cama Ante Antik, Oma, ukan cama Mbak Elin,” sahut Noah sembari menggelengkan kepalanya, lalu bibir mungilnya kembali terbuka menerima suapan dari Naura.
“Nggak pa-pa kok Mah, lagian saya juga suka main sama Noah. Jadi mumpung lagi sama-sama, biarkan Noah main sama saya, hitung-hitung saya melepas rindu dengan anak saya yang telah tiada,” timpal Naura dengan senyumnya yang begitu tulus saat menatap Noah, lalu kembali memandang Adiba.
Mencelus hati Adiba dibuatnya. “Mama hanya khawatir nanti kamu kelelahan, apalagi baru keluar dari rumah sakit,” balas Adiba dengan tatapan sendunya.
“Makasih Mah, InsyaAllah saya tidak kelelahan.”
Adiba tersenyum dan mengangguk, lalu tiba-tiba saja ada Irfan duduk di sebelah Naura tanpa permisi.
“Loh, kok kamu tiba-tiba ada di sini?” tanya Adiba terkejut, sedangkan Naura yang ada di sebelahnya sampai terlonjak saking kagetnya. Datang sudah seperti hantu saja.
Noah memiringkan kepalanya demi bisa melihat orang yang ada di sebelah kanan Naura. “Hole ada Papi, bica ain cama Papi!” sorak gembira Noah melihat Irfan, berbanding terbalik dengan Naura yang malas melirik ke samping.
“Ck, alasannya apalagi sekarang?“ batin Naura bertanya-tanya.
“Kebetulan tadi aku habis ketemu relasi bisnis di sini Mah, terus lihat Noah ada di sini, jadi mampir sekalian. Kebetulan aku belum makan berat,” jawab Irfan tampak tenang, padahal sedang berbohong. Lalu tangannya mengambil ice lemon tea yang ada di sisi Naura, kemudian diteguknya.
“Eeehhh!” Mata Naura terbelalak melihat pria itu dengan santainya meminum minumannya.
Bersambung ... ✍️