Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?
Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.
vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tempat dan Tujuan
Draap.. Draap... Draap...
Suara derap langkah kaki yang tengah berlari menyusuri sebuah ladang jangung di sebuah desa terdengar sayup., begitupun dengan nafas yang tidak beraturan dari seorang gadis yang dari tadi tengah dikejar oleh beberapa kelompok orang berpakaian hitam dan memakai kacamata hitam, yang entahlah dia sendiri tidak tau mereka siapa?
"Nona Balqis... Berhentilah, tidak ada gunanya anda terus berlari! Ingat Nona sedang terluka, jangan sampai boss kami murka dan membunuh kami gara-gara luka anda semakin parah!" teriak salah satu dari pria berperawakan tambun.
"Benar Nona... Menyerahlah dan ikut dengan kami maka Nona akan aman, juga Pak Hans juga akan selamat!" teriak seseorang lagi.
Penampilan dari gadis itu sangat lusuh, wajah dan rambut pajangnya dipenuhi dengan keringat sementara tangan kanannya menekan bagian perut sebelah kanan karena tadi sempat berkelahi dan terluka akibat tusukan dari serangan para kelompok itu.
Masih dengan tertatih gadis itu merintih merasakan perih yang dialaminya.
"Shiittt!! Sampai kapan gue harus kabur dari mereka? kenapa mereka nggak nyerah buat ngikutin gue? apa mereka musuh dari uncle Jonathan? mereka mafia? Ada masalah apa Daddy sama mereka?"
FLASHBACK ON
"Nak, untuk sementara kamu pergi ke alamat ini dan tinggal disana untuk sementara waktu sampai semua masalah ini selesai... Daddy janji Daddy pasti akan jemput kamu dan bawa kamu keluar dari sana... Daddy yakin disana aman buat kamu sayang... Dan mereka tidak akan mengejar kamu sampai kesana!" ucap Hans sambil menyerahkan secarik kertas yang berisikan sebuah alamat rumah.
"Tapi kenapa Dad... Dan aku nggak mungkin tinggalin Daddy disini dalam keadaan kacau kayak sekarang... Sebenernya mereka siapa Dad?!"
"Daddy nggak apa-apa Nak... Mereka ada hubungannya dengan alm. Uncle Nathan, yang ingin Daddy turun dari jabatan... Kamu tenanglah Anak buah Daddy sebentar lagi akan datang..."
"Nggak Dad! Aku bakalan lawan mereka bareng sama Daddy... Kita berjuang sama-sama buat ngelawan mereka Dad... "
"No! Mereka bukan lawanmu Nak... Daddy tau kamu bisa bela diri dan bisa melawan mereka, tapi sekali lagi Daddy nggak mau melibatkan kamu dalam masalah Daddy.. Daddy sudah berjanji sama almarhum Ibu kamu untuk menjaga kamu! Please kali ini nurut sama Daddy ya... Bawa ini juga untuk jaga-jaga nanti kamu disana..." ucap Hans sambil memberikan sebuah tas kecil dan secarik kertas.
Gadis itu terdiam dan melihat kertas itu membaca alamat yang akan ditujunya.
"Siapa yang ada di alamat ini? Aku nggak kenal sama mereka?"
"Daddy mohon kamu kesana, mereka pasti akan ngenalin kamu Nak... Kau harus baik-baik disana dan jangan buat ulah... Mereka yang ada disana baik-baik semua... Jadi Daddy mohon kamu kesana ya... Setelah ibumu pergi, cuma kamu satu-satunya harta yang Daddy punya sekarang! Kamu harus selamat!"
"Tapi--"
"Selama putri kesayangan Daddy selamat dan aman, maka Daddy pun akan baik-baik saja!"
"Dad--"
"Teruslah berlari, jangan sampai berhenti apalagi sampai tertangkap oleh mereka!"
FLASHBACK OFF
Obrolan singkat antara sang gadis dengan Daddynya sebelum pergi terus terngiang di kepalanya. Dan itu juga yang menjadi penyemangatnya agar terus bertahan dan terus berlari menyelamatkan diri dari para gerombolan itu yang sepertinya lebih mirip disebut sebagai mafia.
Balqis Nadira Aini memang tau kalau ayahnya Hans ketua dari mafia yang ditinggalkan oleh uncle Jonathan. Tapi Balqis sendiri belum pernah terlibat dan berhubungan langsung dengan mereka ataupun dengan anak buahnya karena Hans tidak memperbolehkan Balqis untuk terjun ke dunianya yang kelam. Hans hanya membekali putri kesayangannya itu bagaimana cara bertahan hidup, mandiri dan tentu saja bisa membela diri.. Dan itu terbukti dengan prestasinya di bidang taekwondo, judo, silat... Dia meraih juara pertama di setiap bidangnya.
Dan pada saat Balqis tiba dan menginjakan kaki di jalan raya yang tidak terlalu besar sebuah mobil melaju kearahnya. Dengan senyum mengembang Balqis pun berlari kearah mobil itu dan langsung menghadangnya seraya memohon agar diizinkan menumpang.
"Pak... Bisakah saya menumpang sampai depan? Saya mohon!" ucapnya masih sambil menekan perutnya dan tidak memperlihatkan keadaanya yang sedang kesakitan. Karena memang dari keadaan saat itu jam 1 malam dan pakaian yang Balqis kenakan pun serba hitam, jadi orang tidak akan ekspek dengan keadaan Balqis yang tengah berjuang hidup.
Sementara ke 3 orang pria yang ada di dalam mobil pun saling lirik satu sama lain.
"Kamu bukan kawanan begal kan?"
"Demi Tuhan Pak, saya bukan begal saya sedang dikejar oleh para penjahat... Please Pak..." mohon Balqis yang mulai panik ketika suara langkah kaki dari belakangnya mulai terdengar dan mendekat.
"Hey... Jangan kabur kamu!" teriak salah satu dari gerombolan itu memperingati Balqis.
"Pak... Tolong saya... Biarkan saya menumpang sampai jalan yang agak ramai saja..."
Saat ketiga orang itu menyetujui para gerombolan itu pun semakin banyak yang keluar dari semak-semak pohon jagung yang sudah tinggi menjulang lebih dari tinggi manusia.
Bruuum...
Saat mobil itu melaju kencang meninggalkan gerombolan itu. Balqis melihat kearah belakang memperhatikan para gerombolan itu yang terlihat sedang marah, kesal dan tidak terima karena targetnya sudah benar-benar kabur.
Balqis pun bersandar di jok mobil bernafas lega, kini dia benar-benar bisa lolos dari musuh Daddynya. Kini Balqis melihat kearah 3 laki-laki yang ada di mobil itu dengan siaga.
"Nak.. Siapa namamu?" ucap salah seorang pria paruh baya yang sedang duduk di samping supir melihat kearah Balqis.
"Balqis... Nama saya Balqis..." ucapnya dengan keringat di keningnya yang bercucuran karena menahan sakit apalagi dia sudah banyak mengeluarkan darah karena luka tusukannya.
"Aaarrgghh..." erangnya tak tahan. Matanya sudah berkunang-kunang.
"Astagfirulah... Kamu terluka nak? Ridwan, putar mobilnya kita bawa dia ke rumah sakit dulu!"
"No... Jangan... Jangan ke rumah sakit! Tolong... Kalau saya dibawa ke rumah sakit mereka pasti akan menemukan saya... Turunkan saja saya di jalan yang agak ramai..." ucapnya tersenggal-senggal.
Lalu beberapa menit kemudian dia pun tidak sadarkan diri.
"Nak... Hey... Sadarlah.. Astagfirullah... Bagaimana ini, Al?"
*****
Disebuah ruangan serba biru...
Balqis yang tengah terbaring disebuah blankar pun mulai sadar dan melihat sekeliling ruangan. Dengan masih pengaruh obat bius dia pun perlahan beranjak untuk duduk... Dia mengenali dimana dia berada sekarang.
"Shiit!! Udah saya bilang jangan bawa saya ke rumah sakit..." geram Balqis menahan kekesalannya.
"Nak tenanglah ini bukan rumah sakit.. Ini hanya sebuah klinik yang terpencil dan orang-orang tadi tidak akan menemukanmu... percayalah..." ucap pria paruh baya yang dari tadi terus berbicara pada Balqis.
Balqis pun mulai agak tenang dan berbaring kembali memejamkan matanya berfikir kemana lagi dia harus berlari?
"Nak... Siapa kamu sebenarnya? Dan kenapa mereka mengejar bahkan sampai bisa menusukmu seperti ini?"
Balqis pun membuka matanya dan melihat kearah pria paruh baya itu.
"Mereka orang-orang jahat! Mereka menyerang Daddy dan saya saat dalam perjalanan pulang ke rumah."
"Lalu kemana tujuanmu sekarang?"
Balqis pun terdiam teringat kembali kertas yang diberikan oleh ayahnya dan ingin agar dirinya untuk tinggal disana sementara. Tak lama Balqis benar-benar mengangkat tubuhnya dengan susah payah untuk duduk dan menghadap kearah mereka.
"Saya baru lihat ada gadis yang begitu kuat, anda baru saja menjalani kejadian buruk dan baru saja saya menjahit lukamu 30 jahitan asal kamu tau... lukamu cukup serius loh..." ucap seorang perempuan memakai jilbab panjang.
"Hah... Terima kasih-- dokter Anna" ucap Balqis menjeda sambil melihat nametag yang ada di sneli perempuan itu, lalu tersenyum miris.
Gue aja nggak nyangka bisa ketusuk sama gerombolan itu... Kalo aja tadi gue nggak jatoh trus ngelawan mereka... Gue nggak mungkin kena tusuk!
"Ini..." ucapnya sambil menyerahkan kertas itu pada pria paruh baya yang sedari tadi mengajak ngobrol Balqis.
"Saya nggak tau! Tapi tadi Daddy bilang saya harus datang ke alamat ini, " ucap Balqis sambil sesekali melirik kearah satu pria yang selalu ada disamping pria paruh baya itu juga dokter Anna.
"Nak... Apa Daddy kamu bernama Hans?"
Balqis melihat pria paruh baya itu kaget dan keheranan.
Gimana bisa bapak ini kenal sama daddy gue? Apa mereka saling kenal?
"Kalau begitu kamu akan ikut pulang ke rumah bersama kami Nak... Entah ini kebetulan atau takdir, tapi alamat ini adalah tempat tinggal kami!"
Balqis terdiam dia bingung sekaligus pusing sambil harus mencerna juga apa yang dikatakan pria paruh baya itu. Apa keputusan yang akan dia ambil? Tapi semisal dia menolak, terus dia mau kemana? Dia tidak tau lagi harus kemana karena dia sendiri tidak punya tujuan lain.
"Baik... Saya ikut Bapak aja!" ucapnya lalu tak lama dia pun pingsan lagi karena terlalu lelah dengan kejadian apa yang menimpanya hari ini.
Pria itu mengangguk dan membawanya pulang.
Beberapa menit berlalu. Jam menunjukkan pukul 2 malam. Mobil hitam yang sejak tadi ditumpangi kini berhenti di halaman rumah bercat biru.
"Balqis, ayo bangun nak? Kita sudah sampai. " ucap Pria tua masih dengan nada berwibawa.
Yupz... Balqis yang tertidur mengerjapkan matanya. Dia menggeliat sambil menguap lalu tiba-tiba dia meringis karena lupa kalau tadi perutnya sudah mendapatkan pengobatan dari dokter kepercayaan pria paruh baya itu.
Shhhttt... Shitt! Lupa kalo tadi perut gue dapet jahitan gegara ketusuk!
Kemudian, matanya membulat saat melihat seorang perempuan berkerudung hitam menatapnya sambil tersenyum.
"Ayo turun? Kamu pasti lelah kan?"
Dengan muka yang masih bingung Balqis hanya mengangguk. Dia pun perlahan turun masih memegangi perutnya yang terasa sakit lagi akibat reaksi obat nyerinya sudah habis dan bergabung dengan yang lain. Dia juga tertegun saat melihat seorang laki-laki yang duduk di dekatnya sejak tadi dibantu turun.
Oohh... Jadi dia pake kursi roda toh?
Mata Balqis terus memperhatikan laki-laki itu. Wajahnya sangat tampan, hidungnya mancung, bulu matanya lentik.
Wow... he's so perfect.
"Balqis, kamu tidur di sini aja ya malam ini,' "
"I-Iya."
"Balqis ini namanya teh Azizah, dia Teteh kedua Alditra."
"Alditra?!" Balqis kebingungan. Dia tidak tahu siapa sosok Alditra itu.
"Itu yang namanya Alditra," ucap Azizah sambil tersenyum dan menunjuk kearah laki-laki yang duduk di kursi roda. "Dia Alditra, adik bungsu Teteh. Kita itu empat bersaudara,"
"Kenapa dia duduk di kursi roda?"
Azizah pun tersenyum mendengar pertanyaannya. "Dia nggak bisa jalan. Dia juga nggak bisa bicara."
Oohh... Masa sih?
Balqis tertegun mendengarnya. Dia kira laki-laki itu sakit kaki biasa, ternyata fakta membuktikan lebih dari itu. Padahal dia sangat perfect.
Setelah mengobrol beberapa kata, Balqis pun masuk ke salah satu kamar. Dia harus segera istirahat untuk menghilangkan rasa lelahnya karena terus berlari.
Haah... Mungkin tinggal di sini bakalan aman buat gue.
Balqis termenung sesaat lalu mengambil sesuatu di dalam saku celananya. Dia mengambil sebuah tas yang diberikan Hans tadi s3b3lum berpisah dan membukanya. Senyumannya menyungging saat melihat perhiasan dan black card pemberian Daddynya sebelum dia pergi. Barang-barang itu akan dipakainya untuk membiayai kehidupannya.
Ya.. Ini udah lebih dari cukup.. Asal ada blackcardnya Daddy hidup gue aman...