Karin, terpaksa menikah dengan Raka, bosnya, demi membalas budi karena telah membantu keluarganya melunasi hutang. Namun, setelah baru menikah, Karin mendapati kenyataan pahit, bahwa Raka ternyata sudah memiliki istri dan seorang anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cecee Sarah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan Belas
Terdengar ketukan pintu beberapa kali, mengganggu telinga Karin. Perlahan, dia membuka matanya dengan malas. Dia duduk sambil memegangi kepalanya yang masih sedikit pusing. Menengok ke arah jam, ternyata sudah pukul setengah tujuh malam.
"Apa yang terjadi padaku?" pikir Karin. Karena minum terlalu banyak, dia kesulitan mengingat apa yang terjadi. Perlahan, dia mengamati tempat tidur yang berantakan.
Braakk!!
Pintu terbuka dengan keras. Karin terlonjak sambil memegangi dadanya, merasa jantungnya hampir copot.
Dari balik pintu muncul seorang lelaki tinggi ramping berkulit putih dengan wajah tirus dan hidung mancung. Karin baru menyesal ketika melihat bahwa rambutnya diwarnai warna-warni. Karin mengamatinya dari bawah ke atas, sambil berpikir apakah dia lelaki atau bukan.
"Jangan menatapku dengan wajah terkejut seperti itu!" bentak lelaki itu sambil masuk tanpa meminta izin.
"Siapa kamu?" tanya Karin sambil mengerutkan kening. Ia langsung menutupi dadanya dengan kedua tangan, merasa tidak nyaman saat pria itu menatapnya dengan senyum miring.
"Perkenalkan, namaku Jino. Kau pasti Karin, kan? Istri muda Raka. Ah, tidak, kau bahkan terlihat lebih tua dari Aeri. Kau lebih pantas disebut istri TUA!" ucap Jino dengan nada sarkasme dan penekanan.
"Apa katamu?" teriak Karin sambil menatap Jino.
Mengepal erat-erat hingga kukunya menusuk telapak tangan. Hatinya terbakar mendengar kata-kata itu.
"Aku tidak mengerti bagaimana Raka bisa jatuh cinta pada gadis sepertimu. Kau sama sekali tidak menarik! Bahkan Aeri terlihat lebih muda darimu meskipun dia lebih tua," kata Jino sambil terkekeh.
"Aku tidak terlihat menarik? Astaga, kau menyebalkan sekali!" Karin berdiri dengan rambut acak-acakannya. Berusaha memukul Jino, tetapi tangannya berhasil dihalangi.
"Lihatlah dirimu sekarang, sangat berantakan! Jika Raka melihatmu, dia pasti akan merasa jijik," kata Jino dengan bibir miring.
Amarah Karin ingin meledak mendengar kata-kata Jino. Dia benar-benar ingin memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya.
"Kau keterlaluan!" teriak Karin sambil melemparkan bantal ke muka Jino, tetapi berhasil ditepisnya.
"Lebih baik kau mandi, badanmu bau anyir dan juga alkohol!" Jino mencium bau tubuh Karin lalu menutup hidungnya.
Karin juga mencium bau dirinya sendiri dan ternyata dia memang bau.
"Keluar! Aku tidak mau mandi, biarkan saja Raka tidak menyukaiku. Sepertinya dia lebih bahagia bersama Aeri." Karin berbaring lagi dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Aku tidak akan pergi sebelum menyelesaikan pekerjaanku!" Jino menarik selimut lalu menarik pergelangan tangan Karin untuk mengikutinya.
"Lepaskan tanganku!" umpat Karin sambil mengikuti langkah Jino yang ternyata menuju ke kamar mandi.
Jino mendorong gadis itu ke kamar mandi.
"Cepat bersihkan dirimu! Aku tidak punya banyak waktu untuk mengurusmu," kata Jino lalu menutup pintu dan menguncinya dari luar.
"Keluarkan aku dari sini!" teriak Karin sambil memukul pintu.
“Aku akan membukakan pintu kalau sudah selesai!” teriak Jino dari luar.
Karin akhirnya menyerah, ia memilih untuk membasuh kepalanya di bawah pancuran. Kepalanya terasa jauh lebih ringan sekarang.
Sambil menunggu Karin selesai mandi, Jino melihat sekeliling kamar. Berjalan ke meja rias. Berkerut dahinya ketika hanya ada pelembab, parfum, lipstik, dan bedak padat di atas meja.
"Dasar!" gerutu Jino. Ini pertama kalinya dia masuk ke kamar cewek dan tidak banyak kosmetik di meja rias.
---
Setelah beberapa saat, Karin akhirnya selesai membersihkan diri. Menggulung rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil. Ketika dia mencoba membuka pintu, ternyata pintunya masih terkunci dari luar.
"Hei, apa kau akan membiarkanku tinggal di sini?" teriak Karin sambil memutar kenob pintu.
"Tidak bisakah kau bersabar?" kata Jino sambil membuka kunci.
Rasanya Karin benar-benar ingin mencakar wajah Jino dengan kukunya. Agar bisa merasakan sakit di wajahnya.
Karin hanya melirik sekilas beberapa gaun yang dibawa oleh Bibi Xia yang baru saja masuk. Dia merasa gaun itu terlalu bagus, jadi dia merasa tidak cocok untuk memakainya.
“Tidak adakah yang lebih sederhana dari ini?” tanya Karin.
"Ini gaun pesta. Kau pikir kau akan pergi ke taman bermain!" kata Jino sambil mengambil gaun tengah yang panjangnya di bawah lutut tetapi tidak sampai ke mata kaki. Gaun ini cocok untuk Karin yang memiliki kaki jenjang.
Karin mengulurkan tangan untuk mengambil gaun itu dan melihatnya lebih dekat. Gaun berwarna pastel dengan renda di bagian atas memiliki lengan pendek. Sederhana namun terlihat mewah.
Karin mencoba menempelkannya di tubuhnya, kelihatannya pas.
“Bukankah sudah kubilang aku tidak ingin pergi?” kata Karin lembut sambil mengembalikan gaun itu pada Bibi Xia.
"Kau harus datang, buktikan bahwa kau lebih menarik daripada Aeri," bujuk Jino dengan nada lembut. Ada rasa iba saat melihat gadis yang masih terlihat polos itu.
"Sudahlah, jangan terlalu banyak berpikir. Cepat ganti bajumu!" ucap Jino yang sudah tidak sabaran sambil mendorong Karin masuk ke ruang ganti.
Karin akhirnya setuju untuk mengenakan gaun itu.
"Untuk apa aku pergi? Dia bahkan tidak menjemputku." Karin berpikir sambil berjalan keluar ruang ganti. Tak lama kemudian, dia langsung keluar dengan langkah malas.
"Duduk!" Jino sudah menunggu di depan meja rias dengan peralatan kosmetik di depannya. Karin duduk di bangku, mengerutkan kening melihat begitu banyak peralatan kosmetik.
Jino mulai merias wajah Karin. Tidak perlu alas bedak tebal karena kulit Karin sangat lembut dan halus. Cukup dengan lapisan tipis saja.
Menata rambutnya dengan model The Ribbon, menggunakan pita beludru dengan rambut yang diikat setengah. Membuatnya tampak lebih feminin namun tetap meriah.
Karin menatap wajahnya di cermin. Ia merasa bahwa yang ada di cermin itu bukanlah wajahnya. Ia menggerakkan bibirnya yang terasa tidak nyaman karena ia tidak terbiasa memakai lipstik yang agak tebal.
"Apakah tidak terlalu tebal di bibirku?" tanya Karin sambil melihat Jino dari cermin.
"Itu cuma perasaanmu saja, kamu bahkan terlihat sangat cantik. Aku yakin Raka akan terpana melihatmu," kata Jino sambil tersenyum bangga karena berhasil merias wajah Karin meskipun hanya sedikit.
“Bukankah kau baru saja menghinaku?” Karin tidak mengerti mengapa Jino tiba-tiba memujinya.
"Aku hanya bercanda supaya kau marah dan cepat bangun," kata Jino sambil mengedipkan mata.
“Wah, Anda tampak luar biasa, Nona!” Bibi Xia yang baru saja kembali memujinya.
"Bibi, jangan membuatku malu," kata Karin sambil tersenyum. Wajahnya memerah karena malu. Semoga apa yang mereka katakan benar.