Hi hi haaayyy... selamat datang di karya kedua akuu... semoga suka yaaa 😽😽😽
Audrey dipaksa menggantikan adiknya untuk menikah dengan seorang Tuan muda buangan yang cacat bernama, Asher. Karena tuan muda itu miskin dan lumpuh, keluarga Audrey tidak ingin mengambil resiko karena harus menerima menantu cacat yang dianggap aib. Audrey yang merupakan anak tiri, harus rela menggantikan adiknya. Namun Asher, memiliki rahasia yang banyak tidak diketahui oleh orang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qaeiy Gemilang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nyesek
Audrey menatap kepergian Asher dengan pelupuk mata bergetar. Bagaimana bisa pria itu berlaku arogan seperti ini?
Setelah Asher menghilang di balik dinding, Audrey mengalihkan pandangannya menatap puing-puing makanan yang telah berjatuhan di lantai. Hati Audrey hancur, kepedihan semakin menyeruak menghunjam dada. Namun, tak ada pilihan lain selain menahan air mata yang hendak menetes.
Audrey berjongkok sambil menahan rasa sakit hati saat dirinya mengumpulkan puing-puing makanan tersebut. “Jika tidak ingin makan, kenapa harus dibuang seperti ini? Sementara di luar sana masih banyak yang kelaparan. Jadinya, kan. Sia-sia, “ gumam Audrey, tanpa diperintah, air matanya pun menitik.
Asher, mengintip di balik sekat dinding tersebut. Diam-diam, ia mengawasi Audrey yang sedang membersihkan sisa makanan akibat ulahnya. “Cih, menyebalkan.” Asher berdecih, kemudian berlalu.
Kini Audrey tengah duduk di dapur sambil menyantap sarapan yang tadi dibuang oleh Asher. “Biarkan saja pria sombong itu membuang makanan ini, setidaknya aku tahu rasanya masih enak,” gumam Audrey yang berusaha menyemangati dirinya.
“Hmm... Tapi, jarang-jarang aku makan dengan tenang seperti ini. Kalau di keluarga ayahku, sudah pasti aku hanya makan makanan sisa dan dibentak-bentak!” celetuk Audrey yang terus mengunyah makanannya.
“Pantas saja kau terlihat rakus. Seperti seseorang yang tidak pernah makan!”
Audrey terkejut, dia segera berdiri dan menyembunyikan makanannya di belakang tubuh sambil mengusap mulutnya. “Asher, sejak kapan di sini-“
“Aku ada urusan. Jangan sembarangan berkeliaran! Jika kau ketahuan berkeliaran, aku tidak akan segan-segan memotong kedua kakimu!” ujar Asher dengan suara menekan, wajahnya tampak terlihat serius.
Audrey menelan ludahnya mendengar ucapan suaminya itu. Sekali Asher berucap demikian, membuat tubuh Audrey sontak menegang saat sorot mata Asher sudah dapat menjelaskan semuanya, jika ucapannya itu bukan hanya omongan kosong.
“Iya, baik. Aku tidak akan macam-macam dan berkeliaran sembarangan,” jawab Audrey dengan suara bergetar.
Asher memutar kursi rodanya. “ Asher,” panggil Audrey.
Asher menoleh tanpa bertanya, pria itu menunggu apa yang akan dikatan oleh Audrey. Audrey menggigit bibir bawahnya tampak ragu untuk mengutarakan apa yang ingin dia sampaikan.
“Apa kau sengaja membuang waktuku hanya untuk melihatmu berdiri dan menatap wajah menjengkelkanmu itu, huh?”
Mendengar cibiran dari Asher, Audrey dengan cepat menjawab, “ma-maafkan aku. Aku hanya ingin meminta izin kepadamu. Kalau nanti, aku ingin pergi ke rumah sakit menjenguk nenekku. Dan... Dan ke Laundry untuk mencuci gaun pengantin. Setelah itu, aku ingin mengembalikan gaun pengantin itu ke Bridal tempat penyewaan,” ucap Audrey.
Asher menatap Audrey dengan pandangan tajam. “Kenapa kau tidak pergi saja ke rumah sakit sekarang? Kapanpun kau pergi, tidak akan membuat perbedaan dan tidak ada yang melarang,” katanya, nada suara pria kursi roda itu masih tetap dingin.
Audrey memandang Asher dengan penuh harap, namun ia juga merasa terkejut dengan perubahan sikap Asher yang tiba-tiba mengizinkannya pergi ke rumah sakit. “Terima kasih, Asher. Tentang mencuci gaun pengantin dan mengembalikannya ke Bridal penyewaan...”
“Terserah padamu,” ucap Asher. “ Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Namun aku memberimu waktu sampai jam 8 malam. Sebelum jam 8 malam, Kau sudah harus berada di rumah.” Asher melihat jam di pergelangan tangannya. “Gunakan Laundry express. Jika melebihi itu, kau akan menanggung konsekuensinya,” ujar Asher, tanpa menatap mata Audrey.
Audrey mengangguk cepat, “Terima kasih atas izinnya, Asher. Aku akan menyelesaikannya dalam waktu yang cepat. Dan satu lagi,” ucap Audrey.
“Lima detik untuk kau katakan,” ucap Asher. “Satu ... Dua ... Tiga ...-“
“Bisakah besok kau menemaniku ke kediaman ayahku?” ucap Audrey dengan satu tarikan nafas.
Pria itu mengangkat satu alisnya. “Untuk apa? Apa kau ingin mempermalukanku di depan keluargamu karena aku pria lumpuh?”
Audrey menggeleng cepat. “Ti-tidak, aku hanya memintamu untuk menghadiri acara-‘
“Kau terlalu banyak membuang waktuku !” Asher menggerakan kursi rodanya meninggalkan Audrey yang masih terpaku di dapur begitu saja.
Lagi-lagi Audrey hanya bisa menerima luka dari sikap Asher. Wanita itu membuang nafas berat. Mencoba membuang rasa sesak di dadanya. “Haaah, mau bagaimana lagi? Sikapnya memang begitu.” Audrey menengadahkan wajahnya ke atas langit-langit agar air matanya tidak tumpah. “ Tuhan ... Beri kesabaran seluas kasihmu agar aku dapat menghadapi semua permasalahan dan selalu bersyukur agar tidak berkeluh kesah,” gumam Audrey.
Audrey pun segera berbenah dan mempersiapkan diri untuk pergi ke rumah sakit dan mencuci gaun pengantin. Ketika Audrey sudah berada di luar, dia berjalan di trotoar depan rumah mereka dengan terus tersenyum. Audrey tidak bisa menahan kebahagiaannya karena akhirnya dia bisa keluar sejenak dari rumah dan menjalani hidupnya sendiri.
“Ah, mungkin akan ada harapan untuk menyelamatkan pernikahan ini. Atau ... Suatu waktu, dia akan menjadi pria yang manis,” gumam Audrey dengan semangat di dalam hatinya.
Audrey berusaha tetap optimis meskipun menghadapi sikap keras Asher yang belum juga berubah. Tapi untuk saat ini, ia akan menjalani hidup dengan usahanya sendiri mencoba untuk menerima keadaan dari perjodohan ini.
“Nenek ... Bagaimana kabarmu?” seru Audrey saat dia tiba di ruang inap Neneknya setelah menitipkan gaun pengantin di tempat Laundry.
Wanita sepuh itu menatap ke arah cucunya dengan tatapan sendu. Audrey, wanita yang selalu ceria walaupun cucunya itu sedang menghadapi masalah. “Audrey, sini. Nenek ingin menanyakan sesuatu padamu.”
Audrey menarik kursi untuk duduk di samping tempat tidur Nenek. “Apa yang ingin Nenek tanyakan? Apakah Nenek sudah makan? Lalu, Nenek sudah cuci darah, kan?” rentetan pertanyaan Audrey lontarkan kepada Nenek Gina.
Nenek Gina mengusap pipi Audrey dengan lembut. “Kamu menggantikan pernikahan Adik tirimu demi biaya pengobatan Nenek?”
Audrey tertunduk, Nenek Gina adalah Ibu dari mendiang ibunya. Hanya Nenek Gina yang menyayangi Audrey. Namun, disaat Nenek Gina divonis menderita gagal ginjal, Audrey harus bekerja di rumah ayahnya sendiri untuk membiayai pengobatan Neneknya.
“Tidak, Nek. Karena aku ingin keluar dari Neraka. Maka dari itu, aku menerima perjodohan ini,” jawab Audrey berdusta.
“Oh ... Audrey, apakah Suamimu berlaku baik kepadamu?” tanya Nenek Gina hati-hati.
Audrey tersenyum sambil mengangguk.” Ya, Nek. Ternyata itu adalah pilihan yang tepat menerima perjodohan ini. Karena Suamiku sungguh baik dan menyayangiku.” Audrey mengangkat tangannya. “Lihat, suamiku memberikan gelang yang cantik sebagai hadiah pernikahan.” Audrey tersenyum lebar.
“Syukurlah. Nenek ikut senang. Tapi ... Di mana suamimu? Kenapa dia tidak ikut denganmu? Nenek ingin melihatnya.”
Audrey menepuk punggung tangan Nenek Gina. “Dia sedang sibuk, Nek. Nanti kapan-kapan, aku ajak, ya!”
Nenek Gina tersenyum lemah, tampak lega mengetahui bahwa Audrey bahagia dengan pernikahannya. “Baiklah, Cu. Tapi jangan lupa ya, ajak suamimu nanti. Karena Nenek ingin melihat setampan apa cucu menantu Nenek.”
Audrey mengangguk sambil mempererat pegangannya di tangan Nenek Gina. Ia berjanji akan membawa Asher suatu hari, meski dalam hati Audrey tahu akan sulit meyakinkan suaminya itu.
“Nyonya Audrey Barnes?”
Audrey menoleh saat seorang perawat memanggilnya. “lya, Sus,” jawab Audrey.
“Ada yang ingin saya sampaikan.”
“Baik, tunggu sebentar.”
“Saya tunggu di luar.” Perawat itu berlalu dari ruang inap.
Audrey berpamitan dengan Nenek Gina. Setelah berpamitan, Audrey menyusul perawat tersebut di luar ruang inap.
“Iya, Sus, ada yang ingin anda sampaikan mengenai kondisi nenek saya? Sepertinya, sangat pribadi,” ucap Audrey saat dia menemui perawat tersebut.
“Maaf, Nyonya. Sudah dua bulan ini kami menunggu anda dan ingin menyampaikan sesuatu. Ini mengenai biaya jasa mengurus nenek anda dan biaya cuci darah. Sudah dua bulan ini menunggak, Nyonya.”
Deg!
Mendengar penuturan perawat tersebut membuat Audrey tercengang. Selama dia bekerja di kediaman ayahnya, ayahnya sudah berjanji jika gajinya akan digunakan untuk menyewa jasa perawat untuk menjaga neneknya. Sedangkan biaya cuci darah, tanggung jawab ayahnya. Jadi ... Selama dua bulan, Audrey telah dibohongi.
“Nyonya, apakah anda bisa membayar? Jika tidak, kami dengan terpaksa harus mengeluarkan nenek anda dari rumah sakit ini.”
Audrey tersentak mendengar suara perawat itu. “Ma-maaf, Sus, tolong jangan keluarkan nenek saya. Beri saya waktu. Saya akan usahakan untuk membayar tunggakannya,” jawab Audrey.
“Dimohon secepatnya, Nyonya.”
“Baik.”
Setelah mendengar jawaban Audrey, perawat tersebut pun berlalu. “Aku harus menanyakan ini kepada Callie, ayah dan ibu mengenai hal ini, sekalian menghadiri acara satu tahun kepergian ibu,” gumam Audrey.
Audrey meraih ponselnya dan melihat layar ponsel. “Astaga, aku harus mengambil Laundry dan segera mengantarkannya ke tempat penyewaan.” Audrey bergegas meninggalkan rumah sakit.
Setelah keluar dari rumah sakit dengan tergesa-gesa, Audrey merasa kepalanya berdenyut karena stres. Namun dia tahu bahwa dia harus fokus pada masalah yang sedang ia hadapi.
Setelah mengambil gaun di Laundry, Audrey membawa gaun pengantin yang sudah dibersihkan itu ke tempat penyewaan. Audrey segera menahan taksi. Setelah beberapa saat perjalanan, Audrey pun tiba di tempat penyewaan dan bergegas turun dari taksi lalu menuju ke tempat bridal.
“Permisi, aku mau ingin mengembalikan gaun yang aku sewa!” seru Audrey di meja kasir.
“Oh ... lya, aku cek sebentar, ya,” ucap karyawan sambil menerima paper bag dari Audrey.
Karyawan itu mulai mengecek gaun tersebut. Audrey menunggu dengan gelisah. “ Maaf Nyonya, ini gaunnya ada yang robek di bagian lengannya. Aturan di tempat sewa kami, jika ada yang mengembalikan barang sewaan yang mengalami kerusakan, maka Anda harus menggantinya. Atau... Membayar denda dan harga perbaikan gaun ini,” kata Karyawan bridal tersebut.
Audrey terkejut. Perasaan, dia hanya memakai sehari saja. Dan itu di gereja. Bagaimana bisa gaunnya sobek?
Tidak ingin berdebat, Audrey pun mengangguk. “Oke. Jadi berapa yang harus aku bayar?” Tanya Audrey.
“Sekitar 7.500.000 yang harus Anda bayar untuk perbaikan.”
“What?! Kau ingin memerasku?! Kenapa semahal itu?!” Kaget Audrey.
mampir juga dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/