Spin off DELMAR
Gadis baik-baik, bertemu dengan badboy sekolah. Sepuluh kali putus, sepuluh kali juga balikan. Seperti itulah hubungan cinta antara Naomi dan Aiden. Perbedaan diantara mereka sangar besar, akankah cinta mampu mempersatukan mereka?
"Naomi hanya milik Aiden. Tidak ada yang boleh miliki Naomi selain Aiden. Janji," Aiden mengangkat kelingkingnya.
"Janji." Tanpa fikir panjang, Naomi menautkan kelingkingnya pada kelingking Aiden.
Janji gila itu, membuat Naomi selalu gagal move on.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERTEMU KEMBALI
Senyum Naomi mengembang melihat anak-anak didiknya tertawa riang dan bermain bersama. Dibanding duduk di ruang guru dan mengobrol dengan rekan seprofesinya, dia lebih suka memperhatikan murid-muridnya, bahkan sesekali, ikut bermain bersama mereka. Baginya, setengah masalah hidup seperti hilang saat melihat senyum bahagia mereka, meski tak jarang, dia melihat mereka menangis karena jatuh atau berebut sesuatu dengan lainnya.
"Miss Naomi," panggil seorang anak laki-laki sambil melambaikan tangan.
"Iya, Mikail," sahut Naomi sambil berjalan mendekati salah satu murid di kelasnya.
"Ikut main yuk," Mikail menarik lengan Naomi menuju kumpulan teman-temannya.
Dengan senang hati, Naomi ikut bermain bersama mereka. Dia yang sudah berumur 24 tahun, sama sekali tak keberatan harus ikut bermain ular naga panjang. Saat tengah bermain, tak sengaja tatapannya tertuju pada seorang bocah perempuan kecil yang duduk sendirian. Dia mengakhiri permainan, dan mendatangi anak tersebut.
"Rania," sapa Naomi seraya duduk di sebelah bocah itu.
Sejak pertama kali melihat Rania, Naomi jadi sering memperhatikan bocah itu. Wajah Rania mengingatkan dia pada seseorang, seseorang yang dia rindukan siang dan malam selama 7 tahun terakhir ini. Seseorang yang meski telah berusaha kuat untuk menghapus jejaknya, tetap saja tak bisa. "Kenapa gak main sama teman yang lain?" Dia mengusap kepala gadis kecil yang tertutup hijab tersebut. Saat gadis kecil itu menoleh dan mendongak ke arahnya, terlihat jejak-jejak air mata di pipi cubbynya. "Kamu nangis? Ada apa, cerita sama Miss?"
"Miss, apa benar jika surga itu ada di bawah telapak kaki ibu?"
Naomi menjawab dengan anggukan kepala.
"Jadi, aku gak punya surga, karena gak punya ibu?" Rania kembali menangis. "Teman-teman bilang, kalau mau masuk surga, harus baik dan sayang sama ibunya, tapi aku gak punya ibu. Apa aku gak bisa masuk surga, Miss?"
Naomi memeluk bocah kecil tersebut, mengecup puncak kepalanya beberapa kali. Ucapan Rania yang bilang tak punya ibu, masih membuat dia bingung. Rania baru seminggu ini naik kelas TK B, sebagai wali kelas baru, dia belum terlalu kenal dengan orang tua murid di kelasnya.
"Ibunya Rania.... " Naomi bingung memilih kata-kata.
"Mama aku sudah meninggal. Papa bilang, sudah ada di surga. Tapi jika aku tidak bisa masuk surga, bagaimana aku bisa bertemu dengan ibuku?"
Pertanyaan bocah polos itu membuat Naomi menitikkan air mata. Bersyukur karena masih memiliki orang tua yang lengkap hingga saat ini.
"Meski ibu Rania sudah gak ada, pintu surga untuk Rania masih terbuka lebar. Caranya dengan menjadi anak sholehah dan selalu mendoakan ibu. " Dipeluknya anak itu erat-erat sebagai bentuk dukungannya.
Seperti biasa, setiap jam pulang sekolah, Naomi mengantar murid di kelasnya sampai titik penjemputan. Dia selalu memastikan bahwa mereka telah dijemput oleh orang tua atau wali masing-masing. Di kesempatan itu juga, bisanya dia gunakan untuk berkenalan dengan orang tua murid.
Satu persatu mulai dijemput, tak terkecuali Rania yang hari itu seperti biasa, dijemput oleh supir dan pengasuhnya. Awalnya dia fikir ibu Rania bekerja, tapi ternyata dia baru tahu jika anak itu sudah tidak memiliki ibu.
"Papa... " Mikail yang berdiri di sebelah Naomi melambaikan tangan pada seorang laki-laki yang baru turun dari mobil. Wajah anak itu tampak sangat girang melihat kehadiran papanya.
"Tumben jemput?" Naomi mengejek.
"Kangen elo lah," goda Miko, papanya Mikail. Dia dan Naomi memang sudah kenal lama, sejak SMA.
"Jadi Papa kesini karena kangen Miss Naomi, bukan kangen aku?" Mikail melipat kedua lengan di dada sambil cemberut. Dia memang jarang sekali bertemu dengan papanya. Mama dan Papanya sudah lama bercerai, dan dia ikut bersama mamanya.
Miko terkekeh sambil mengacak gemas rambut Mikail. "Papa hanya becanda, Sayang. Tentu saja Papa kesini karena kangen kamu. Kita jalan-jalan ke mall yuk."
"Horee!!! " Mikail melompat kegirangan.
Miko menyerahkan sesuatu yang sejak tadi dia pegang pada Naomi. "Undangan buat lo, dari Rey."
Naomi membaca sekilas undangan pernikahan tersebut. Semalam, Killa, sahabat baiknya juga menghubungi, meminta dia untuk datang ke pernikahan Rey. Tapi hingga saat ini, dia masih ragu, takut bertemu dengan seseorang disana.
"Datang ya, Nom," Miko menepuk bahu Naomi.
"InsyaAllah."
...----------------...
Naomi mematut diri di depan cermin. Penampilannya sudah sangat paripurna. Gamis pesta warna putih sesuai dresscode acara, heels hitam dan tas senada, juga make up flawless yang membuat wajahnya tampak segar dan cantik. Tapi meski sudah sangat siap dengan penampilan, hatinya masih belum yakin untuk berangkat.
"Apa Aiden juga datang kesana?" tanyanya kemarin saat Killa telepon.
"Aku gak tahu, Nom. Dia bukan circlenya Kak Del, jadi aku kurang tahu," sahut Killa.
Naomi menghela nafas panjang. Killa memaksa sekali dia datang, pun dengan Miko yang sampai menemui dia untuk mengantar undangan. Tidak datang, apa itu tidak keterlaluan?
Pesta yang digelar di sebuah pantai tersebut tampak meriah. Warna putih mendominasi, karena selain dresscode, semua dekorasi juga berwarna senada. Naomi sengaja datang terlambat untuk menghindari bertemu seseorang, tapi belum tentu juga orang tersebut diundang. Semoga saja tidak di undang. Sampai kapanpun, dia tak akan siap bertemu dengannya, meski rindu itu ada, dan menggunung. Tidak, dia menggeleng cepat, tak seharusnya dia merindukan suami orang.
Naomi datang menjelang momen pelemparan bunga. Meski belum menikah, dia sama sekali tak tertarik dengan bunga incaran para kaum single tersebut. Dia malah tertarik untuk menghampiri Killa yang hari itu menjadi bridesmaid.
Mata Naomi membulat sempurna saat bunga yang dilempar pengantin mengarah padanya, dan reflek, tangannya menangkap bunga tersebut.
Plug
Bunga tersebut mendarat di tangannya dan langsung disambut dengan sorakan dan tepukan meriah.
"Cie.... ada yang mau nyusul nih kayaknya?" goda Killa yang seketika menghampiri Naomi.
"Paan sih, calonnya aja gak ada," Naomi terkekeh pelan.
Lama tak bertemu, mereka mengobrol banyak, juga dengan teman-teman yang lainnya. Hingga terhenti saat ada yang memanggil dan menarik gamis Naomi.
"Miss Naomi."
"Rania." Naomi tak menyangka akan bertemu dengan Rania di tempat ini. Gadis kecil berwajah mirip seseorang yang selalu ada di hatinya itu tampak sangat cantik degan gamis pesta beserta hijabnya. Dia fikir, Rania hanya memakai hijab saat sekolah karena itu keharusan di TK mereka, ternyata saat di luar sekolah seperti ini, Rania juga berhijab. Dalam hati, mengagumi orang tua Rania yang sudah mengajarkan menutup aurat sejak dini. "Kamu kesini sama siapa sayang?"
Rania menoleh lalu menunjuk seseorang. "Papa."
Deg
Jantung Naomi seperti berhenti berdetak melihat siapa laki-laki yang dipanggil Rania papa. Dia adalah laki-laki yang siang dan malam selama 7 tahun ini, selalu dia rindukan. Rindu yang tak seharusnya ada karena laki-laki tersebut telah menjadi milik wanita lain. Seketika, dia teringat janji konyol yang pernah mereka ucapkan dulu. Janji yang sampai saat ini, tak pernah bisa dia lupa.
"Naomi hanya milik Aiden. Tidak ada yang boleh memiliki Naomi selain Aiden. Janji." Aiden mengangkat kelingkingnya.
"Janji." Naomi menautkan kelingkingnya pada kelingking Aiden.
Dia selalu berdoa agar rasa cintanya untuk Aiden dicabut, tapi hingga detik ini, jantungnya masih berdebar kala menatap pria tersebut.
tapi Gpp deh.
terimakasih atas cerita nya Thor, sukses selalu di karya2 berikutnyaa
jadi nom nom