"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 1 - Penculikan
"Ayo cepat, jangan sampai mereka tahu kalau kita menculiknya!," bisik seorang laki-laki pada pada rekannya yang seorang perempuan.
Mereka sibuk memasukkan seorang anak berusia enam tahun yang terlelap tidur ke dalam mobil. Keduanya beraksi cepat, mengangkat tubuh kecil itu dengan hati-hati agar tidak membangunkannya.
"Sudah masuk, jalan sekarang!," perintah lelaki itu sambil menutup pintu mobil dengan hati-hati. Mobil itu pun segera melaju pergi, meninggalkan keramaian bandara yang tidak curiga sedikit pun.
Di tempat lain, di tengah hiruk-pikuk bandara yang luas, Evan Mahendra dan Daisy Liana sedang kebingungan mencari anak mereka yang bernama Azalea Carolline.
Baru saja menginjakkan kaki di Indonesia setelah lima tahun lamanya menetap di luar negeri, mereka tidak pernah membayangkan akan menghadapi musibah sebesar ini.
"Mah, kita harus tenang," kata Evan, mencoba menenangkan istrinya yang sudah menangis histeris.
Mereka baru saja kembali dari toilet, dan dalam sekejap, Azalea yang akrab di panggil Lea, semula menunggu di kursi bersama koper-koper mereka tapi kini hilang tidak berjejak.
"Bagaimana ini, Pah... Dimana putri kita...?" Daisy menangis terisak di kantor polisi bandara dengan air mata yang mengalir deras di wajahnya. Ia sangat takut putri semata wayangnya itu tidak bisa di temukan.
Setelah berusaha mencari di sekitar bandara tanpa hasil, mereka pun memutuskan untuk meminta bantuan pihak berwenang.
"Tenang Mah, putri kita akan baik-baik saja, petugas polisi akan membantu menemukannya." Evan berusaha menenangkan dirinya sendiri sebanyak ia berusaha menenangkan istrinya.
Namun, hatinya juga sangat khawatir dan merasa bersalah karena telah kehilangan putri semata wayang mereka dalam waktu yang singkat.
Kini, petugas polisi yang tampak berpengalaman segera mengerahkan timnya. Mereka mengumpulkan informasi, mengecek rekaman CCTV, dan menanyai orang-orang di sekitar tempat terakhir Azalea terlihat.
Sementara itu, di dalam mobil yang melaju cepat, Lea yang terlelap mulai terbangun. Goncangan dari mobil yang sedang berjalan membuatnya membuka matanya yang masih terasa kantuk.
Bayangan dua orang di kursi depan membuatnya mengira itu adalah orang tuanya. "Mama, Papa...," gumam Lea dengan suara kecil yang masih setengah terjaga.
Namun, kedua penculik itu terlalu sibuk mengobrol sehingga tidak menyadari panggilan Lea. Mereka berbicara dengan suara pelan dan merencanakan langkah selanjutnya.
"Anak ini akan membuat kita kaya! Orang tuanya pasti akan menebus berapapun yang kita minta. Mereka orang kaya, dan mereka pasti akan lebih memilih putri mereka daripada uang," kata penculik laki-laki.
"Kamu benar-benar cerdas, sayang, tahu saja mana sasaran yang empuk," timpal perempuan di sebelahnya sambil menghisap rokok.
Asap rokoknya berputar-putar di udara mobil, kemudian perempuan itu menoleh ke arah Lea, yang kini memejamkan matanya kembali dan berpura-pura masih tidur.
Merasa aneh dengan kedua orang tersebut dan tidak menemukan keberadaan orang tuanya, Lea pun merasa kebingungan. "Siapa mereka? Papa dan Mama di mana?," batin Lea dengan rasa takut yang mulai menjalar di hatinya yang kecil.
Dia berusaha menenangkan dirinya, menutup matanya erat-erat sambil berharap semua ini hanyalah mimpi buruk.
Namun, kenyataannya terlalu nyata untuk diabaikan. Dalam kegelapan mobil, Lea mendengarkan semua percakapan penculiknya. Dia mencoba mengingat detail-detail yang bisa membantu dirinya kelak.
"Berhenti di sini dulu, kita harus memastikan tidak ada yang mengikuti kita," perintah lelaki itu sambil menepikan mobil di jalan sepi.
Perempuan itu pun mematikan rokoknya dan mengangguk. "Baiklah, kita harus hati-hati. Tidak boleh ada yang tahu di mana kita menyembunyikannya."
Lea membuka matanya sedikit, cukup untuk mengintip keadaan di luar. Dia melihat mobil berhenti di tempat yang tidak dikenal, di jalanan gelap dan sepi. Dalam situasi seperti itu, rasa takutnya pun semakin membesar.
"Jangan takut, jangan menangis," ucap Lea dalam hati. "Mama dan Papa pasti akan datang menjemputku."
Setelah merasa aman, kedua penculik itu melajukan mobil mereka lagi. Saat melewati sebuah pom bensin yang sepi karena lokasinya yang cukup jauh dari kota, mereka menepikan mobil untuk mengisi bensin terlebih dahulu.
"Kamu tunggu dulu di sini, jaga anak itu baik-baik, aku beli rokok dulu," seru sang pria sebelum keluar dari mobil.
Pom bensin tersebut tampak sepi. Mereka langsung mengisi bensin tanpa harus mengantri, menggunakan sistem isi bensin sendiri.
Sementara bensin mobil terisi penuh, si wanita bersandar di mobil sambil asyik memainkan ponselnya dan tidak memperhatikan sekitar.
Lea yang sedari tadi sudah bangun, ia memutuskan untuk bertindak. Ia bergerak perlahan dan memastikan tidak ada yang memperhatikannya.
Dalam hati kecilnya, ia berpikir ini adalah kesempatan untuk melarikan diri dari orang-orang asing tersebut dan menemukan orang tuanya.
Dengan hati-hati, Lea membuka pintu mobil dan keluar. Saking asyiknya bermain ponsel, si wanita penculik tidak menyadari bahwa Lea berhasil keluar dari mobil dan mulai menjauhi mereka.
Awalnya, Lea ingin pergi ke minimarket yang ada di pom bensin itu untuk meminta pertolongan, tetapi ketakutan akan ditemukan oleh para penculik membuatnya mengubah rencana.
Lea pun memutuskan untuk berlari menjauhi pom bensin, menyusuri jalan yang mengarah ke area yang lebih gelap dan dipenuhi pepohonan rindang. Dia berlari sejauh yang bisa dengan kakinya yang kecil, meski merasa bingung dengan tempat yang tidak ia kenali.
Di tengah kebingungannya, Lea mulai merasa ketakutan. Tidak ada orang yang ia lihat di sekitarnya. Ia hanya melihat pepohonan yang besar dan tinggi serta suara kendaraan yang berlalu lalang, itu pun hanya satu dua saja.
"Mama...! Papa...!" gumam Lea dengan air mata mulai mengalir di pipinya. Dia terus berjalan dan berharap ada seseorang yang mendengarnya dan datang untuk menolong.
Sesaat kemudian, karena lelah, Lea berdiri di pinggir jalan dengan tubuhnya yang kecil dan rapuh. Dia menangis, air matanya tidak berhenti mengalir, mengalir di pipinya yang sudah kotor terkena debu.
Harapan bahwa orang tuanya akan segera menjemputnya pun mulai pudar. Sejauh mata memandang, tidak ada tanda-tanda kehadiran mereka karena yang terlihat hanya deretan pohon dan jalanan yang sepi.
Di tengah tangisannya, Lea tiba-tiba terhenti. Matanya menangkap sesuatu yang bergerak di seberang jalan. Ia melihat seekor kelinci putih muncul dari semak-semak.
Tanpa berpikir panjang, Lea langsung menyebrangi jalan untuk menghampiri kelinci itu. Dia belum memahami bahaya yang mengintai dan hanya terfokus pada kelinci yang lucu dan menggemaskan.
Langkah kecilnya yang lincah membawa dirinya semakin dekat ke tengah jalan, tanpa menyadari sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi menuju ke arahnya.
Sopir mobil tersebut yang seorang pria paruh baya, segera menyadari keberadaan Lea yang tiba-tiba muncul di tengah jalan. Dengan reflek yang cepat, dia membanting stir ke kiri sehingga menghindari tubuh mungil itu dengan hanya beberapa sentimeter.
Cekitttt!!!