Rasanya menjadi prioritas utama bagi seseorang adalah suatu keberuntungan. Canda tawa dan bahagia selalu membersamai mereka dalam hubungan yang sehat ini, hingga membuat keduanya tidak berhenti bersyukur.
Hari demi hari kita lalui dengan berbagai cerita. Saat itu, semua masih terasa baik-baik saja. Hingga tanpa kita sadari, satu persatu masalah mulai menghiasi hubungan ini.
Awalnya kita mampu bertahan di tengah badai yang sangat kuat. Tetapi nyatanya semakin kita kuat, badai itu semakin menggila. Kiranya kita akan bisa bertahan, ternyata kita salah.
Hubungan yang sudah kita jalin dengan baik dan banyak cerita bahagia di dalamnya, dengan sangat terpaksa kita akhiri. Badai itu benar-benar sangat dahsyat! Kita tidak mampu, kita menyerah sebab lelah.
Dan syukurlah tuhan tidak tidur, kebahagiaan yang di renggut paksa oleh seseorang kini telah di kembalikan. Kisah kita kembali terukir hingga menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya dalam ikatan pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Early Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 1
"Saya harap kalian semua bisa bekerja dengan lebih baik lagi. Dan... mari kita semangat untuk projek besar ini."
Suara tepuk tangan dan sorak sorai peserta meeting pagi itu terdengar begitu menggelegar. Mereka sangat antusias untuk memulai projek besar yang tentunya akan menguntungkan mereka juga. Meeting hari itu di nyatakan selesai dan satu persatu peserta meeting pun meninggalkan ruangan tersebut.
"Gue senang bisa dapat tambahan uang jajan dari lembur, tapi badan yang hampir menua ini rasanya keberatan." Gumam Sean dengan wajah lesunya. Pria dewasa dengan tingkah yang sangat ke kanak-kanakan itu berjalan mengekori dua teman wanitanya.
Naureen tertawa lalu menggeleng pelan.
"Makanya sering-sering olahraga pak tua!" Celetuk Naureen.
"Lo aja enggak pernah olahraga!" Seru Fey, yang satu frekuensi dengan Sean, tingkahnya ke kanak-kanakan. Ia hampir berteriak di telinga Naureen.
Naureen kembali tertawa mengingat yang di katakan Fey ada betulnya juga.
"By the way, kita makan siang apa hari ini?" Tanya Sean mengubah topik.
Tanpa berkata apa pun, Naureen berjalan dengan penuh keyakinan, membawa kedua temannya melewati lobby perusahaan untuk segera ke rumah makan yang selalu menjadi pilihan mereka. Meskipun hampir setiap hari menyantap menu yang sama, tetapi sekali pun mereka tidak pernah merasa bosan. Sebab, selain rasanya yang enak harganya pun sangat cocok untuk mereka.
Sesampainya di rumah makan tersebut.
"Kayaknya gue harus memanfaatkan akhir pekan gue dengan sangat baik besok." Celetuk Fey tanpa memalingkan pandangannya dari layar ponsel.
"Gue ada janji sama cewek gue, jadi gue juga harus memanfaatkan waktu libur dengan bersenang-senang, sebelum akhirnya lembur dan lembur lagi." Seru Sean dengan senyum jahilnya yang mengarah kepada Naureen.
Naureen menatap Sean begitu tajam setelah dengan sengaja meledekinya.
"Lo pikir gue enggak bisa senang-senang, hah?!" Kata Naureen, berubah menjadi galak jika di singgung soal pasangan.
"Gue enggak bilang gitu Nauu. Jangan salah paham dulu." Ucap Sean membela diri. Lalu tertawa setelahnya. Sean memang agak menyebalkan.
Sementara itu pandangan Fey beralih ke Naureen dan Sean yang tengah berselisih.
"Apa Fey? Lo mau mojokin gue juga?" Naureen segera menyela Fey yang baru saja membuka mulutnya. Fey belum benar-benar bicara tapi Naureen sudah menghentikannya.
Sean tertawa dan Fey ikut serta, sementara Naureen terlihat cemberut dengan bibir yang hampir maju beberapa centi. Meskipun begitu, wajah cantiknya tetap tak terusik.
"Tunggu aja. Tunggu sampai gue bisa lebih bucin dari kalian. Camkan!" Naureen menggerutu tidak terima. Ia memang selalu menjadi sasaran empuk bagi kedua temannya jika menyangkut masalah percintaan.
Wajar saja, ia jomblo bertahun-tahun dan masih belum ingin memulai hubungan dengan siapa pun. Meski banyak yang mendekatinya, Naureen tetap tidak mau. Sebab, yang Naureen mau hanya lelaki seperti dia. Atau jika memungkinkan, dia saja.
...***...
Akhir pekan yang di tunggu-tunggu kebanyakan orang adalah hari yang biasa dan sama saja bagi Naureen. Siang ini, Naureen terlihat tengah asyik dengan ponselnya. Ia menggulirkan layar beberapa kali sambil tersenyum bahkan tertawa.
"Astagaaa!" Suara berat itu tiba-tiba terdengar hingga membuat Naureen terkejut.
"Ish! Kamu tuh kebiasaan ya senang banget kagetin orang!" Seru Naureen tidak terima.
"Siapa yang kagetin, kakaknya aja yang terlalu fokus sampai senyum-senyum sendiri." Ucap Nico, pria bertubuh tinggi yang berstatus mahasiswa semester 4 itu merupakan adik bungsu Naureen.
Naureen hanya menghela nafas kasar melihat adiknya tidak merasa bersalah setelah membuatnya terkejut.
"Kakak cari pacar sana, sikap kakak udah mulai aneh." Celetuk Nico yang tengah asyik bersandar di sofa sambil menatap layar televisi di hadapannya.
Mendengar perkataan adiknya, Naureen yang tersinggung langsung menoleh dan menusuk adiknya dengan tatapan yang tajam, seperti ingin menelannya hidup-hidup.
"Sikap kakak aneh? Aneh gimana maksudnya? tolong jelaskan dengan detail kenapa kamu bisa bilang sikap kakak aneh!" Cerocos Naureen.
Bukannya takut, Nico malah tertawa melihat reaksi sang kakak yang sangat kesal karena biasanya Naureen akan meresponnya dengan santai.
"Santai aja kak, enggak usah sok seram gitu lah." Ucap Nico sambil tertawa.
"Kamu sama aja kayak Fey dan Sean! Nyebelin banget." Gumam Naureen, cemberut.
"Tapi kak, aku serius deh. Kakak tuh emang enggak mau ya punya pasangan kayak teman-teman kakak? Secara ya, usia kakak udah enggak muda lagi." Ucap Nico sangat hati-hati.
Naureen terdiam, ia hanya menatap televisi seraya memikirkan sesuatu sebelum menjawab pertanyaan sang adik.
"Siapa yang enggak mau sih dek punya pasangan apa lagi di usia kayak kakak gini." Sahut Naureen lembut.
"Terus kenapa kakak masih asyik sendiri? Padahal kan banyak tuh cowok-cowok yang deketin kakak, malah ada yang sampai datang ke rumah juga." Tanya Nico penasaran.
"Kakak masih..."
"Eh... Kakak cuma belum ketemu sama orang yang benar-benar cocok aja." Sahut Naureen, tersenyum kikuk.
"Aku enggak paham gimana tipe cowok kakak. Yang jelas aku cuma bisa berharap, kelak kakak akan di pertemukan dengan pasangan yang bisa menjaga kakak dengan baik." Tutur Nico membuat suasana seketika menjadi sendu.
Naureen menoleh, ia heran dengan sikap dewasa sang adik yang jarang sekali di tunjukkan. Karena selama ini Nico hanya memperlihatkan sisi humorisnya dan sangat susah untuk serius jika keluarga tengah membahas sesuatu.
"Dengan begitu aku dan ayah bisa tenang setelah kakak menikah dan tinggal sama suami kakak nanti." Sambungnya sambil memberikan senyum yang terlihat sangat tulus.
Naureen menghela nafas panjang, ia masih memikirkan bagaimana bisa seorang Nico berkata sedalam itu. Selain itu perkataan Nico juga sangat menyentuh hatinya. Dan ketulusan Nico mengenai harapannya untuk sang kakak terasa begitu tulus.
"Kamu enggak perlu khawatir, pasangan kakak nanti pasti orang yang sangat perduli dengan kakak dan juga kamu sama ayah." Sahut Naureen meyakinkan sang adik.
"Masih banyak waktu kok, kakak belum tua-tua banget lah." Sambungnya sambil tertawa.
"Kamu doain kakak terus ya." Tutup Naureen sambil menepuk bahu adiknya.
Nico hanya tersenyum dan mengangguk.
"Enggak terasa ya ternyata kamu udah se dewasa ini. Kakak enggak tahu ada sisi bijak di balik tingkah kamu yang konyol." Ucap Naureen yang kemudian beranjak dari sofa meninggalkan Nico.
Nico tertawa lalu kembali bersandar di sofa dan memfokuskan pandangannya pada layar televisi lagi.
Sedangkan Naureen, ia sudah berbaring di ranjang dengan ponsel yang hampir tidak terlepas sedetik pun dari tangannya. Hal itu sudah menjadi kebiasaan Naureen ketika sedang libur bekerja.
By the way, saat ini Naureen bekerja di salah satu perusahaan bonafit di Jakarta. Sudah 3 tahun lamanya ia mengabdikan diri di perusahaan tersebut sebagai staff.
Naureen, ia salah satu pekerja keras yang sangat senang jika di minta untuk over time. Kenapa? Ya apa lagi jika bukan karena gaji yang akan ia terima bisa menjadi lebih besar. Bukan hanya Naureen, hampir semua pekerja juga seperti itu bukan?
Tetapi bukan tanpa alasan Naureen senang jika bisa lembur, dengan gaji yang semakin besar ia bisa membantu ayahnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga biaya kuliah Nico, adiknya.
Setelah ibu nya tiada dua tahun yang lalu, Naureen semakin menekankan tekadnya untuk bekerja lebih keras. Sebagai anak pertama ia merasa punya tanggung jawab terhadap ayah dan adiknya. Dan tanggung jawab yang paling berat baginya adalah ketika ia harus menggantikan sosok ibu untuk sang adik.
...***...
Akhir pekan yang sangat istimewa bagi sebagian orang kini telah usai. Kenyataan pahit yang harus di hadapi setelah berlibur adalah kembali bekerja. Di hari itu rasanya kaki sangat berat melangkah dan semangat terasa mengendur.
Tapi sekali lagi, hal itu hanya di rasakan oleh sebagian orang. Berbeda dengan Naureen, sepertinya hanya dia yang sangat antusias memulai hari senin dengan semangat yang membara.
Pagi itu Naureen yang baru saja memarkir vespa matic kesayangannya di baseman, terlihat sedang berjalan ke arah cafe yang berada di seberang perusahaan. Seperti biasa ia membeli kopi dan roti lapis sebagai pembuka hari dan persiapan untuk bertempur dengan tumpukan berkas.
Setelah mendapatkan sesuatu yang menjadi keharusan, ia pun kembali ke kantor.
Namun saat akan memasuki lobby, langkahnya terhenti setelah seseorang memanggilnya dari kejauhan.
"Naureen!"
...***...