Semua yang masih bersama memang pasti seakan tiada artinya. Penyesalan akan terasakan ketika apa yang biasa bersama sudah HILANG.
Andrian menyesali segala perbuatannya yang sudah menyiksa Lasya, istrinya. Sampai akhir dia di sadarkan, jika penyelamat dia saat kecelakaan adalah Lasya bukan Bianka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyoralina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Pagi sudah menyambut.
Andrian, menggerakkan sebelah tangannya memegangi kepalanya yang terasa berat.
" Ergh.." rintihan kecil terdengar dari mulutnya, dengan mata terpejam seakan enggan terbuka Andrian terus memegangi kepalanya.
Butuh beberapa detik, hingga akhirnya Andrian membuka mata. Dia langsung berdecak dan sebal saat melihat Lasya di sebelahnya.
" Kenapa harus dia." Gerutunya kesal dan tidak terima.
Dengan perasaan malas Andrian bangkit dari tempat tidur. Dia berjalan sedikit sempoyongan menuju kamar mandi.
Lasya mengerutkan kelopak matanya ketika suara guyuran air terdengar di indra pendengarannya. Dia membuka mata, Seketika langsung bangun mencari Andrian.
" Mas Andrian apa sudah bangun? Dia gimana ya sekarang? Apa sudah tidak mabuk lagi?" Lasya bertanya-tanya sendiri.
Setelahnya dia meraih ponsel nya yang ada di atas nakas. Mengetikkan kata di g0gl3, mencari obat apa yang bagus untuk orang yang setelah mabuk.
" Minum air jahe? Apa mas Andrian mau ya?"
Sesaat Lasya meragukan tulisan yang dia baca. Dia mulai membaca lagi, menggulir tulisan itu hingga ke bawah.
" Tidak ada salahnya aku mencoba nya."
Dia beranjak bangun dari tempat tidur. melangkah keluar kamar dan turun Ke bawah.
Terlihat di sana pelayan sudah mulai bekerja.
" Apa ada yang bisa saya bantu nona?" Tanya pelayan yang ada di dapur.
" Apa di sini ada jahe? Aku mau buat minuman jahe?" Tanya Lasya.
" Ada nona. Tunggu sebentar saya akan mengambilkannya untuk anda."
Pelayan ini pergi mengambil jahe untuk nya. Lasya hanya diam sembari menatap bahan-bahan masakan yang ingin di olah oleh pelayan tadi.
" Nona ini jahe nya. Apa anda mau saya bantu?"
Lasya dengan cepat langsung menggeleng. " Tidak perlu, biar aku sendiri saja."
Pelayan ini lantas mengangguk. Dia lalu melanjutkan aktifitas memasaknya dan membiarkan Lasya melakukan apa yang hendak dia lakukan.
Lasya mulai merebus air. menggiris jahe ini menjadi beberapa bagian, lalu memasukkannya ke dalam air rebusan.
Hanya perlu menunggu beberapa saat. Air rebusan bercampur gula ini sudah siap.
Lasya dengan bangga membawa minuman ini ke atas. Berniat memberikannya secara penuh kasih sayang kepada Andrian.
Kebetulan sekali. Di saat Lasya tiba di kamar ternyata Andrian juga sudah selesai mandi.
" Mas ini aku buatkan air jahe untukmu. Kamu minum ya, setidak nya dengan air ini bisa membuat mu sedikit enakan dari pengaruh mabuk." Jelas Lasya.
Dia sudah sangat senang, tinggal menunggu Andrian mengucapkan terima kasih saja.
PRANG....
" AH...." Lasya merintih saat tangannya tersiram air jahe yang masih panas tadi. Ini di luar dugaannya. Reaksi Andrian malah seperti orang marah dan tidak suka dengannya.
" Siapa yang kamu buatkan air sialan ini HAH! Kamu pikir aku batuk? Kamu pikir aku anak-anak yang flu. Dasar!" Andrian dengan mata yang melebar memaki dan membentak Lasya.
" Aku hanya mau membuat obat untuk mu mas." Lasya dengan nada rendah menjawab Andrian. dia memegangi tangannya sendiri yang masih kepanasan dan memerah.
" Obat? Kamu tidak perlu sok-sokan perduli. Aku jijik!" Semakin menggila makian Andrian kepadanya. Bahkan dia tanpa rasa sungkan menunjuk dan menonyor kepala Lasya.
" Mas.." Lasya hanya bisa menatap Andrian dengan wajah sendu.
" Enyah dari hadapanku!" Andrian mendorong Lasya agar pergi dari sana. bahkan terus mendorong Lasya hingga Lasya benar-benar keluar dari kamar.
BRAK...
Lasya berjengit kaget saat Andrian membanting pintu kamar ini dengan sangat kencang. Lasya terus mencoba memikirkan apa salahnya sebenarnya. Dia hanya mencoba melakukan hal baik, tapi nyatanya Andrian malah mengamuk layaknya orang kesetanan.
Tak berselang lama pintu kamar di buka lagi oleh Andrian. Lasya melihat suaminya ini sudah berpenampilan rapi. Namun Andrian sama sekali tidak melihat ke arah nya. Dia hanya berlalu begitu saja melewati Lasya dan hendak melangkah turun dari tangga.
Lasya yang melihat ini langsung menyusul suaminya. Dia menyusul dengan tergopoh-gopoh karena langkah Andrian yang sangat lebar.
" Mas tunggu, kita sarapan dulu ya." Kata Lasya.
Andrian pun langsung menoleh. Lagi-lagi dia menatap Lasya dengan tatapan sengit.
Tiba-tiba saja Andrian menarik rambut belakang Lasya. Membawanya mendekat ke arah meja makan.
" Apa kamu buta. Kamu lihat ada makanan tidak!" Andrian dengan nada meninggi mengatakan ini.
" Kamu lihat ada makanan tidak!" Seru Andrian lagi.
Lasya melihat ke arah meja. Di sana memang masih kosong melompong belum ada apa-apa.
" Mas.. biar aku tanya ke pelayan dulu ya. Dia pasti sudah selesai kok masaknya." Balas Lasya dengan memegang tangan Andrian yang masih mencengkram rambut belakang Lasya.
" BODOH! Kamu memang istri tidak berguna. Sudah aku bilang enyah dari hadapan ku." Andrian mendorong kuat Lasya, membuat Lasya tersungkur ke lantai.
" Tuan..." pelayan yang ada di dapur ini ingin mengatakan sesuatu.
" DIAM!" Andrian langsung menatap kejam pelayan itu juga.
Membuat pelayan ini takut dan menunduk.
" Kamu dengar baik-baik. Mulai sekarang biar perempuan ini yang melakukan pekerjaan rumah ini. kamu bersihkan halaman saja. Yang lain biar dia yang mengerjakan. Biar dia belajar jadi istri yang berguna."
Perintah Andrian kepada pelayan. Menunjukkan satu jarinya ke arah Lasya.
Bibir Lasya terbuka mendengar ini. Dia bergegas berdiri dan mendekati Andrian lagi.
" Tapi mas aku harus kerja." Ucapnya dengan tatapan menolak usulan Andrian tadi.
" Kerja?" Andrian melayangkan tatapan kejamnya.
Walaupun dengan ragu Lasya pun mengangguki. Dia memang harus bekerja di perusahaan papa-nya.
Terlihat Andrian merogoh sakunya. Dia melemparkan sebuah kartu hitam tepat di wajah Lasya.
" Berhenti kerja. Kamu butuh uang kan! Itu uang. Kamu diam di rumah dan urus rumah."
Lasya tercengang. Dia menatap kartu yang tergeletak di lantai itu dengan tatapan tidak percaya.
" Tapi mas.."
Lasya ingin bicara, tapi ternyata Andrian sudah pergi. Buru-buru Lasya menyusul Andrian ke depan.
" Mas tunggu mas. Kita harus bicara." Lasya meraih sebelah tangan Andrian. Dia ingin menghentikan langkah Andrian. Tapi Andrian menepisnya dan membuat Lasya mundur.
" Mas kita harus bicara mas. Ini bukan masalah uang mas. Tolong berhenti sebentar." Lasya yang masih belum menyerah terus mendekati Andrian.
Dia memegangi pinggiran pintu mobil yang sudah terbuka ini. Meminta waktu Andrian walau hanya sebentar.
" Mas kita harus bicara." Ucap Lasya.
" Minggir." Andrian ingin menutup pintu. Tapi Lasya berusaha menahan.
" Minggir." Ucap Andrian lagi.
Bukannya mau berhenti demi bicara dengan Lasya. Tapi Andrian malah menarik pintu mobil ini kencang. Membuat ujung jari Lasya terjepit.
" Aw aw..." Lasya merintih dengan mengibas-ngibaskan tangan kanan nya.
Bukannya berhenti dan meminta maaf. Andrian malah pergi begitu saja. Meninggalkan istrinya yang masih kesakitan karena ulahnya.
" Aw..." Lasya meniup ujung jarinya. Netranya melihat mobil Andrian yang melaju pergi.
•
Lasya duduk di sofa dengan mengobati tangan nya. Berkali-kali dia mengolesi salep dan meniup-niupi luka ini. Tapi nyatanya masih terasa sangat sakit.
" Nona, apa anda mau saya belikan obat yang lain?" Tawar pelayan.
" Tidak perlu. Ini nanti pasti akan sembuh." Jawab Lasya.
" Lebih baik anda sarapan dulu nona. Saya sudah menyiapkan sarapan untuk anda. Sekali lagi maafkan saya karena saya telat membuat sarapan. Sehingga tuan marah-marah."
" Tidak apa-apa. Ini bukan salah mu."
Ya, pelayan ini memang sama sekali tidak bersalah. Andrian saja yang berangkatnya sangat pagi. Padahal jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh. Tapi tidak biasanya dia sudah berangkat.
" Saya ijin ke belakang nona."
Lasya mengangguk. Membiarkan pelayan ini pergi dari sana.
Rasa nyut-nyutan di ujung jari nya kembali terasa. Lasya meringis dan kembali meniupi luka nya. Walau sudah terbalut hasaplast dan di obati. Luka ini masih sangat terasa.
" Apa aku benar-benar harus berhenti kerja? Tapi bagaimana dengan papa? Tidak mudah mencari sekretaris yang cocok. Papa sangat pelupa, jika aku berhenti dari sana tidak akan ada yang mengingatkan papa untuk minum vitamin lagi."
Lasya saat ini berada di ujung kebimbangan. Dia di antara menyetujui dan tidak menyetujui permintaan suaminya.