Soya Pinkblack Wijaya, pewaris tunggal Wijaya Company yang berusia 18 tahun, adalah gadis ceria, cantik, dan tomboy. Setelah ibunya meninggal, Soya mengalami kesedihan mendalam dan memilih tinggal bersama dua pengasuhnya, menjauh dari rumah mewah ayahnya. Setelah satu tahun kesedihan, dengan dorongan sahabat-sahabatnya, Soya bangkit dan memulai bisnis sendiri menggunakan warisan ibunya, dengan tujuan membuktikan kemampuannya kepada ayahnya dan menghindari perjodohan. Namun, tanpa sepengetahuannya, ayah dan kerabat ibunya merencanakan perjodohan. Soya menolak, tetapi pria yang dijodohkan dengannya ternyata gigih dan tidak mudah menyerah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nancy Br Sinaga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1
Tok tok
"Non Soya!" panggil bik Hilda ART(asisten rumah tangga) sekaligus pengasuh gadis yang masih bergelung di dalam kamarnya.
Pintu yang tak pernah dikunci selama gadis itu tinggal di kamar ini, selalu memudahkan sang bibi untuk membangunkannya untuk bersekolah, kamar yang lebih di dominasi warna abu dan putih menjadi ciri khas kamarnya, tak seperti kebanyakan anak gadis remaja lainnya yang lebih suka warna cerah, tapi Soya, ia lebih suka warna gelap.
Tepukan lembut wanita paruh baya itu sarangkan di lengan gadis itu agar ia terbangun. "Non! sudah jam enam! ini hari senin lo!" tuturnya.
"Ini hari Minggu, Bi ! " jawabnya parau dengan mata masih terpejam, bahkan selimut yang kini bertengger di kakinya ia tarik kembali untuk menutupi seluruh tubuh nya.
"Hari Minggu itu kemarin, Non! itu motornya juga sudah siap sama mang Tekyung! sarapan juga sudah siap!" tutur sang bibi sambil menahan tawanya.
"Ck! Bibi, ganggu deh! masih ngantuk ini! Hoam!" ujar Soya sambil menguap dan mengedip-ngedipkan matanya yang lelah. Semalam setelah berkencan dengan dua sahabatnya, Soya yang memiliki banyak pekerjaan langsung mengambil macbooknya dan mengerjakan pekerjaannya yang sudah tertunda beberapa hari. Karena terlalu fokus dia tak lagi melihat jam yang bertengger cantik di tembok kamarnya hingga tanpa sengaja Soya tertidur di meja belajarnya.
"Memang tadi malam sampai jam berapa begadangnya, Non?" tanya bibi Hilda.
"Nggak tahu. Pokoknya jam tiga dini hari tadi bangun masih di meja sana," tunjuk Soya dengan dagunya.
"Bangun ya, Non! sudah jam enam lebih, nanti terlambat lagi ke sekolahnya!"
Si gadis bernama lengkap Soya Pinkblack Wijaya itu hanya mengangguk tanpa menjawab, ia sibakkan selimut dan berjalan menuju kamar mandi dengan langkah gontainya. Sedangkan sang pengasuh kembali ke lantai bawah untuk meneruskan pekerjaannya.
...***...
Tak membutuhkan waktu cukup lama, cukup hanya dengan 15 menit gadis dengan rambut panjang berkilau bak iklan shampo itu sudah menggunakan pakaian lengkap beserta sepatu hitamnya.
Sepiring nasi goreng ayam kampung kesukaannya sudah tersaji di atas meja makan. By, nama panggilannya, anak pertama dan satu-satunya Tuan Besar Wijaya ini sekarang sedang menyelesaikan studinya di salah satu SMA unggulan di kota Jakarta, SMA KONOHA.
...Brum.....
Suara geberan motor sport Ducati panigale seharga enam ratus juta itu menggema di halaman rumahnya. Motor besar hadiah dari Daddynya yang merupakan kakak dari sang ibu menjadi tunggangannya setiap hari kesekolah.
Kecintaannya terhadap motor besar sejak ia mulai bisa mengendarai kuda besi itu menjadi hobinya hingga sekarang. Tak banyak yang menyangka, wajah cantik, kulit mulus seperti susu dengan mata teduhnya merupakan salah satu murid yang cukup disegani di sekolahnya. Bukan karena siapa ayahnya, namun karena perangai Soya yang selalu membuat temannya takut terhadapnya. Bahkan para guru pun enggan masalah dengan gadis bernama Soya ini, bukan juga karena kekayaan ayahnya namun karena kenakalannya yang sudah cukup membuat para guru angkat tangan.
"Wah, telat!" gumamnya setelah pintu gerbangnya tertutup bahkan sudah di gembok.
"Telat lagi, Kak?" tanya seorang siswa laki-laki yang merupakan adik kelasnya.
"Hum! biasa lah!" jawabnya santai tanpa beban sambil menyenderkan pant*tnya di sisi jok motornya. Adik kelas hanya bisa menggelengkan kepala. Jika siswa lain sudah takut setengah hidup karena terlambat, namun itu tak berlaku untuk Soya.
"Ck! telat mulu!" toyoran keras dari sang ketua osis hanya disambut dengan kekehan khasnya.
"Biasalah, Mel!" ia mendorong motornya masuk ke area parkir sisa bersama dengan para murid yang terlambat.
"Kalian semua! bersihin taman yang ada di depan Ruang Guru! ujar sang ketua osis memberi hukuman bagi mereka yang terlambat.
Para siswa dan siswi itu hanya pasrah mendapat hukuman. Bagaimana tidak pasrah jika guru BK yang killer nya naudzubillah memandang mereka dengan tajam, setajam omongan tetangga dirumah.
"Kamu mau kemana, Soya !" guru BK yang bernama Miranti itu menarik seragam Soya sedikit kasar. Dan sebenarnya Soya tak menyukai itu.
Mau bersih-bersih lah, Bu! ya kali saya mau ke kantin!" ujarnya sembari terkekeh.
"Khusus kamu! berdiri di hall dan hormat ke arah tiang bendera sampe pelajaran pertama selesai dan itu baju kamu pakai yang bener!" sarkasnya, sambil memasukkan seragam atasan Soya kedalam rok yang ia pakai.
"Cih! gak cukup apa tuh bendera dihormati sepanjang upacara, seragam bagus begini di bilang nggak bener!" gumamnya melirik penampilannya sendiri. Rok pendek diatas lutut, kemeja diatas pinggang dengan kancing yang terbuka semua.
"Mau melawan, Soya?" dua bola mata guru BK itu membelalak lebar seakan ingin menelan Soya hidup-hidup.
"Nggak lah, Bu! lain kali saja!" gadis itu langsung berlari setelah mengucapkan kalimat yang tentu saja akan membuat hidupnya suram. Soya segera menuju hall tempat dimana upacara bendera tadi pagi dilangsungkan. Setiap mata memandang heran Soya, ketua osis serta beberapa guru yang melihat hanya bisa menggelengkan kepalanya bukan sekali dua kali namun hampir setiap hari Soya melakukan itu.
Panas yang cukup terik, serta cahaya yang menyilaukan mata membuat Soya menelan salivanya sendiri.
"Hari ini panasnya nggak kira-kira banget sih! " omel Soya sambil sesekali mengibaskan tangannya di depan wajah mulusnya yang sudah memerah.
"Nyes." Dingin, sejuk menerpa pipi Soya.
Dari arah samping kirinya, pria yang memiliki tinggi diatas Soya tersenyum mengejek ke arahnya. Soya langsung menyambar air dingin kemasan itu dan menenggaknya dalam sekali teguk.
"Ck! tinggal saja di rumah Om Aswan kalau begini terus kelakuanmu, Ya! telat sekali dua kali itu keteledoran. Tapi kalau senin sampai sabtu telat, itu namanya gak waras!" sarkasnya
"Nggak usah cerewet!"
"Ini nih! ntar kalo Mami tahu, aku yang kena omel! yang katanya nggak mau perhatiin adik lah, ini lah itu lah. Huh, nyusahin!" mengangkat tangan dan merangkul leher Soya hingga gadis setinggi 165 cm itu mengaduh.
"Hana? panggil Kevin si pria tampan ketua tim basket ini pada teman Soya yang sedang celingukan mencari Soya tentu saja, siapa lagi.
Hana adalah teman Soya dari mereka masih di bangku sekolah dasar. Namun karena usaha ayahnya yang bangkrut dan tak lama sang ibu juga mengalami PHK dari tempat kerjanya membuat Hana tak bisa mengikuti Soya ke sekolah yang sama. Namun, karena usaha yang tak pernah mengkhianati hasil membuat Hana akhirnya bisa bersekolah di tempat yang sama dengan sahabat karibnya itu dengan bantuan beasiswa.
Duh makin penasaran nih kelanjutannya.