Tiga sejoli menghabiskan usia bersama, berguru mencari kekebalan tubuh, menjelajahi kuburan kala petang demi tercapainya angan. Sial datang pada malam ketujuh, malam puncak pencarian kesakitan. Diperdengarkan segala bentuk suara makhluk tak kasat mata, mereka tak gentar. Seonggok bayi merah berlumuran darah membuat lutut gemetar nyaris pingsan. Bayi yang merubah alur hidup ketiganya.
Mari ikuti kisah mereka 👻👻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon diahps94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. Tegang
Malam begitu hening, suara jangkrik yang biasa nyaring serentak bisu. Pendengaran meningkat tajam, mata rabun mendadak melihat dengan jelas. Tiga pria dewasa menantang keberanian diri berkedok uji nyali. Berjalan piawai dalam gulita, menginjak gundukan makam satu ke makam lainnya. Menatap lurus ke depan tanpa gentar. Takut hanya lelucon bagi mereka. Sakti mandraguna tujuan bersama menanti gelar jawara kampung.
Empat puluh hari menahan diri, puasa neton dan puasa kliwon meluruskan niat untuk ilmu yang dianut. Melatih kekuatan batin di kuburan dari petang sampai menjelang subuh pada malam Jumat. Puncaknya malam ini, Jumat kliwon. Segala aji pengasihan dan kekebalan di sempurnakan malam ini. Keistimewaan yang sulit dijumpai, bertepatan dengan purnama utuh. Bersiul dengan nyanyian gembira, hati bungah berkata aku sakti setelah malam ini. Penuh suka cita, tak takut akan mara bahaya menanti.
"Cok, merinding aku." Dayat mencolek bahu Ujang yang berjalan di depannya.
Dengan cepat Ujang berbalik badan, penuh penekanan berkata. "Syuutt, icing ulah gandeng beleguk, nanti kuncen denger yaelah."
Dayat menarik sarung yang dikenakan Ujang. "Bocah gemblung, kuncen Supri udah kita bungkam dia masih molor anteng cok."
"Yaelah berisik amat lu pada, diem napa nggk fokus ini." Yanto berjarak jauh dari mereka harus kembali ketitik Ujang dan Dayat berdiri, tujuannya ke penghujung makan jadi urung sebab temannya beradu mulut.
"Kamu teh kenapa balik lagi ogeb, katanya mau mimpin jalan?" Ujang terkejut dengan kehadiran Yanto.
Yanto menjitak kepala Ujang, bertanya mengapa padahal jelas penyebabnya dia dan Dayat. "Gas ke depan, inget jangan ribut."
Ujang mendengus tak sempat membalas karena Yanto jalan kembali, jadilah ia menjitak Dayat. "Aw, eh kupret ngopo jitak aku Weh?"
"Udah hayuk nyusul si Yanto!" Ajak Ujang, masa bodo dengan protes Dayat yang penting melampiaskan kesal lebih utama.
"Yowes, kamu yang belakang tapi ya, aku tengah aja." Entah mengapa malam ini tak seperti malam biasanya, Dayat jadi sedikit takut. Mungkin kedua temannya belum merasa, atau mungkin sedari tadi hanya dia seorang yang di ganggu namun memilih bungkam.
"Dih, penakut. Yaudah tuker posisi, dasar cemen!" Ujang mengolok, dalam hati ciut. Perihal ketakutan di antara ketiganya, dia paling takut tapi gengsi paling besar.
Dayat berada di tengah, langkah begitu cepat dia ingin berada di belakang Yanto. Tak ada pemimpin dalam pertemanan mereka, tapi Yanto jago strategi dan mengatur semuanya. Oleh sebabnya, Yanto lebih sering diandalkan, selain itu memang Yanto yang amat pemberani selama ini. Demi menyelesaikan misi terkahir, Dayat menahan rasa gelisah sedari pukul satu dini hari tadi. Pasalnya saat melihat jam di tangan, tepat pukul satu tadi ada darah menetes di jarum jamnya. Di hapus namun ada kembali, berulang kali di hapus tetap ada. Jadilah Dayat ketakutan, di tambah ada yang berbisik minta tolong.
Dayat bergidik negeri mengingat kejadian itu, menghindari kemungkinan buruk terjadi kembali Dayat memegang ujung sarung Yanto yang di kalungkan di leher. Tentu saja tanpa sepengetahuan Yanto, kalau tahu pasti kena omel. Dayat menyamakan langkah dengan Yanto, makam yang semula temaram hanya di terangi cahaya rembulan kini kian terang dimatanya. Dayat malas bertanya pada Yanto, pasti kena jitak jika dianggap bawel.
Dayat menubruk tubuh bagian belakang Yanto. "To, ngapa berenti tiba-tiba?"
"Merinding." Nada bicara Yanto galak sembari melotot.
"Noh kan, emang merinding kok malem ini, kamu juga ngerasa kan? Sedikit horor kan malam ini." Akhirnya ada yang merasa seperti apa yang ia rasa, batin Dayat.
"Horor gundul mu ambles, gimana nggak merinding, nafas mu di leher ku Jamal." Kesal Yanto, menoyor dahi Dayat.
Mendengus sembari memegangi dahi. "Hish, lebay sekali memangnya nafas ku tornado apa sampai membuat mu merinding. Minggir aku saja yang jalan di depan, ngomong-ngomong aku bukan Jamal."
Dubrakk
"Aish, si guoblokkkk ngapain sih!" Yanto semakin murka.
"Minggir Dayat, sampe kapan mau nindih hah?" Yanto kesal sampai ke ubun-ubun.
Hal gila memang sering terjadi dalam keseharian mereka. Tapi tidak segila kali ini, akibat ulah Ujang yang lari tunggang-langgang Ujang menabrak Dayat. Tak sampai disitu, sebab Dayat sedang berselisih dan saling berhadapan dengan Yanto dia tak fokus. Di tabrak sesantar itu, tubuhnya limbung menimpa tubuh Yanto. Sangat biasa, yang tak biasa adalah mereka saling menindih di atas makan seseorang. Makam tersebut masih baru dilihat dari tinggi gundukan dan jenis tanahnya.
Makam yang baru sudah sewajarnya memiliki gundukan tanah cukup tinggi. Tanah tersebut kokoh dan padat berkat diinjak-injak warga yang turun menguburkan. Jadi mana mungkin makan tersebut amblas beberapa sentimeter hanya karena tertimpa dua lelaki yang tak genap dua ratus kilogram. Belum lagi tubuh Yanto seperti terjerat sesuatu hingga sulit bangkit. Hanya bisa bersuara, mengusir Dayat dan memarahi tingkah Ujang saja.
"Anjir tegang woy ini." Celetuk Yanto yang masih berbaring di atas kuburan.
"Masih kepikiran tegang si gebleg mah, ini genting woylah." Ujang tak habis pikir.
Yanto menyerngit, jelas tegang yang di tangkap Ujang bukan tegang yang ia maksud. "Eh bebegig kerempeng, tegang gak bisa gerak badan ini woy tolongin bukannya malah nonton."
"Oh, kirain tegang yang itu." Ujang garuk-garuk kepala yang tak gatal.
"Si Ujang benar-benar dah ya, ngapain sih garuk-garuk kepala ku, sinting kamu ya?" Sarkas Dayat, lagian Ujang tak mandiri bukannya garuk kepala sendiri malah pinjam kepala Dayat.
"Apasih, udah hayuk bantu Yanto berdiri. Kasihan dia sampe tegang begitu hahahahha." Ujang cekikikan.
Hihi....hi... hii....hi
"Anjir siapa yang ketawa Yat, merinding sampe ke buriit ini." Ujang tak berani tengok sana sini, terpaku menatap lurus Yanto yang masih rebahan di atas makam.
"Melengking lagi suaranya, spek Kunti ini mah Jang." Dayat bringsut, kini mendekap erat Ujang.
"Cabut aja yok Jang, dengkul sampe keringet basah itu." Dayat semakin erat memeluk Ujang.
Seolah sepakat tanpa kata, keduanya bersiap lari. Penakut bukan julukan mereka, perihal tawa kuntilanak sudah biasa mereka dengar. Yang menciutkan nyali, sekelebat kuntilanak mengelilingi mereka. Mengelilingi dalam artian dekat, terkadang nampak wajah menyeramkan itu tepat di depan wajah mereka. Padahal saling berpelukan menyembunyikan wajah, tapi masih kentara. Entah nyata atau hanya perasaan saja, kuntilanak tersebut ada yang menjilat pipi mereka. Bagaimana tak habis nyali di buatnya, jika bisa menyentuh besar kemungkinan membunuh pun bisa dilakukan si kuntilanak.
Naas saat hendak berlari keduanya jatuh terjerembab, hingga Yanto menjerit. "Si guoblokkkk, bisa nggak sih tolollll nya pending dulu. Ngapain nimpa badan ku lagi hah?"
"Yeuh ya mana bisa jatuh milih tempat, kecuali jatuh di kasur ya kan Yat." Ujang meminta pertolongan Dayat.
"Heem, lagian iseng amat orang mau kabur segala di pegangin kakinya, jatuh juga nimpa kamu lagi, ngomel lagi." Dayat mendengus.
"Ya kabur ajak-ajak, seenaknya mau ninggalin aku sendirian disini." Yanto mendelik, tak kalah seram dengan kuntilanak.
"Oh iya, kok lupa tadi ya. Haha, maaf salah si Kunti itu Yan." Ujang tepuk dahi, lagi-lagi menepuk dahi Dayat.
Dayat sudah paham tabiat Ujang, pasrah dengan keadaan. "Ngomong-ngomong si Kunti kemana ya?"
"Noh, mau lahiran, awas dulu coba ayok kita tolong." Ucap Yanto bergurau.
"Ari si Yanto ya, ah jurig juga di pake bahan becandaan dia mah, hayuk balik aja." Ujang berdiri lebih dulu lantas membantu rekannya bangkit.
"Dongo amat dah, noh pasang mata kalau perlu melotot sekalian asal jangan biji mata keluar, liat noh lagi mau lahiran kan?" Jari Yanto mengarah ke salah satu titik tak jauh dari mereka berdiri sekarang.
"Bjirr, tegang yang paling tegang seumur hidup, ini mah." Komentar Dayat.
"Jabang bayi, sagala jampe di sebut, hush hush arghhhhhhhhhhhh cepet cari dukun, buat lahiran Kunti." Histeris Ujang.
"TOLONG......TOLONGG....TOLONGG..."
Bersambung
bisa lihat yg ghaib itu berattt loh
😂😂😂