"Apa kamu sudah menemukan informasi tentangnya, Jackson?"
"Sudah, Kak. Aku yakin dia adalah dady kita."
Dua bocah laki-laki berusia 7 tahun itu kini menatap ke arah layar komputer mereka bersama-sama. Mereka melihat foto seorang Pria dengan tatapan datar dan dingin. Namun, dia memiliki wajah yang sangat tampan rupawan.
"Jarret, Jackson apa yang kalian lakukan?" Tiba-tiba suara seseorang membuat kedua bocah itu tersentak kaget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1. Giani yang Malang
Melbourne, Australia.
Seorang gadis berusia 21 tahun sedang mematut dirinya di depan cermin. Wajahnya begitu cantik dan menawan. Namun, sayangnya Giani memiliki pribadi yang kaku dan keras kepala.
Giani Lorencia, nama gadis itu. Dia adalah putri dari seorang ilmuwan yang namanya sudah sangat dikenal di kalangan dunia science yakni Profesor Gilbert Lorenz.
Giani menuruni sifat ayahnya yang genius. Bahkan gadis itu telah mendapat gelar S1 nya di usia 19 tahun. Kini Giani bekerja membantu ayahnya di Sword of Science tempat yang menurut Giani adalah surga. Banyak penemuan-penemuan diciptakan di sana.
"Papa, hari ini aku akan lembur," ujar Giani pada Profesor Gilbert, ayahnya.
"Pergilah berkencan, jangan hanya mengencani tabung reaksi," jawab ayahnya.
Giani hanya berdecak kesal setiap kali mendengar jawaban ayahnya itu. Giani hanya hidup berdua bersama sang ayah karena ibunya telah meninggal saat Giani berusia 13 tahun.
"Ayah nanti akan bertemu dengan pemilik sekaligus pendiri Sword of Science." Mata cantik Giani seketika membulat sempurna.
"Apa aku boleh ikut ayah?"
"In your dream," sahut ayah Giani. Bibir Giani mengerucut. Profesor Gilbert hanya terkekeh melihat reaksi putrinya.
Profesor Gilbert berharap, jangan sampai putrinya berurusan dengan Benjamin, pria pemilik sekaligus pendiri Laboratorium besar tempatnya bekerja.
Bagi Profesor Gilbert, cukup dia saja yang tahu betapa pria itu sangat berbahaya dan gila.
Giani berangkat ke Sword of Science sendirian. Dia menaiki mobil hadiah dari papanya tahun lalu.
Setibanya di laboratorium, Giani langsung menuju ke ruang uji coba. Dimana di sana terdapat berbagai sampel cairan-cairan aneh yang diciptakan oleh pemilik Sword of Science itu dan beberapa telah di uji coba.
Giani menatap tabung yang berisi cairan berwarna merah darah. Namun, cairan itu sangat berbahaya kata rekan-rekannya. Giani berdecak sambil menatap tabung itu.
"Ck, segila apa pemilik tempat ini?"
Giani tak dapat menahan ucapannya hingga tepukan keras mengejutkan Giani. Hampir saja tabung yang dia bawa jatuh.
"Rick, kau mengagetkanku," ujar Giani kesal. Dia kembali menaruh tabung itu di tempatnya lagi. Erick memberi isyarat dengan meletakkan telunjuknya di depan bibir.
"Jangan bicara sembarangan tentang pemilik tempat, ini. Kau tidak tahu, tiga hari yang lalu ada ilmuwan di lantai atas yang membicarakan pemilik tempat ini. Malam harinya sesuatu yang buruk terjadi. Dia ditemukan tewas dengan leher yang hampir putus. Itu sangat mengerikan," kata Erick sembari berbisik.
Giani tiba-tiba bergidik ngeri. Dia mengusap lengannya berkali-kali karena merinding mendengarkan cerita Erick.
"Hati-hatilah saat berbicara. Di sini tembok pun punya telinga," sambung Erick. Giani hanya mengangguk tanpa suara.
Setelah Erick kembali ke tempatnya, entah mengapa, Giani merasa perasaannya mendadak tidak enak.
"Sial, Erick benar-benar membuatku takut."
Giani mencoba menghalau pikiran buruk. Dia kembali bekerja seperti biasanya. Giani adalah gadis yang tekun dan mau belajar. Dia berniat melanjutkan S2 nya. Ia sudah mengajukan beasiswa prestasi ke Universitasnya.
"Tak terasa waktu sudah beranjak petang. Satu per satu teman Giani sudah meninggalkan laboratorium itu. Hanya tersisa 3 rekan Giani termasuk Erick.
"Kau tidak pulang?" tanya Giani.
"Tidak, aku ingin menemanimu," ujar Erick sembari meneteskan sebuah cairan ke kaca di atas meja benda mikroskop dan mulai menelitinya.
Giani hanya mengangkat bahu dan kembali menekuni pekerjaannya. Ia menulis setiap hasil uji coba yang dia lakukan dengan penuh keseriusan.
Pukul 10 malam, Giani baru menyelesaikan pekerjaannya. Erick ternyata hanya omong kosong mengatakan ingin menemani dirinya, nyatanya pria itu pulang pukul 7 tadi.
Giani benar-benar lelah. Dia ingin sejenak bersantai dengan mengendarai mobilnya pelan sambil menyetel musik.
***
Di tempat Lain, seorang wanita malam sedang berusaha kabur dari sekawanan pria berjas hitam yang menakutkan. Wanita itu terus memacu mobilnya membelah jalanan yang sedikit lengang.
Sesekali wanita itu menoleh ke belakang. Namun, rupanya pria-pria tadi tetap mengejar dirinya. Wanita itu terus merapalkan doa dalam hatinya agar dirinya bisa terbebas dari orang-orang mengerikan tadi.
Mobil wanita itu melewati mobil Giani. Giani yang terkejut karena mobil yang melewatinya berjalan ugal-ugalan, akhirnya ikut memacu mobilnya dengan cepat. Ia khawatir ada sekawanan perampok atau begal atau yang lainnya. Giani tak sadar. Mobil yang tadi melewatinya hilang dari pandangan dan kini justru mobilnya yang menjadi sasaran kejaran 3 mobil di belakangnya.
"Sial, sebenarnya ada apa ini?" ujar Giani mulai panik. Di tengah kepanikan Giani, tiba-tiba salah satu mobil berhasil menghadang di depan mobil Giani. Akhirnya mau tak mau Giani menginjak rem mobilnya hingga tubuh Giani terhuyung ke depan. Beruntungnya gadis itu memakai sabuk pengaman hingga tubuhnya tetap tertahan, tak terlempar.
Giani mengumpat kesal. Sebisa mungkin dia bersikap tenang, Giani keluar dari dari mobilnya. Namun, tanpa di duga Giani, sesuatu yang menyakitkan tiba-tiba mengenai punggungnya. Entah apa itu? yang jelas tak lama berselang, Giani merasa tubuhnya lemas dan tak bertenaga. Di sisa kesadarannya Giani melihat beberapa pria berjas mendekat ke arahnya.
"Ku rasa kita salah orang?" ujar salah satu pria berjas itu.
"Iya, bukankah tadi wanita itu memakai baju seksi."
"Kau benar."
Kini keenam pria berjas itu sedang berdebat di depan tubuh Giani yang tergolek di jalanan aspal. Namun, tak lama panggilan di ponsel salah satu pria berjas itu membuat raut wajah mereka semua menegang.
"Sudah, kita bawa dia saja."
"Iya, aku tidak mau nyawaku melayang sia-sia."
Akhirnya mereka meninggalkan jalanan itu dengan membawa tubuh Giani yang tak berdaya. Bahkan salah satu pria berjas itu membawa mobil Giani. Agar tidak menimbulkan masalah kedepannya.
Giani di bawa ke sebuah rumah megah berlantai 3. Dia dimasukkan ke sebuah kamar yang begitu mewah, tapi terkesan menakutkan karena kamar itu didominasi warna hitam dan cahayanya pun remang-remang.
Salah satu pria berjas tadi akhirnya melapor pada bosnya jika wanita yang dia inginkan sudah ada di kamarnya.
"Bos, wanita itu sudah ada di kamar anda."
"Hmm," pria itu hanya menggeram. Dia merasakan tubuhnya seperti terbakar. Jantungnya berdebar tak karuan.
"Sial, ada yang salah dengan obat itu," desis pria yang dipanggil Bos tadi.
"Apa anda yakin ingin ke kamar anda?"
"Aku sudah tidak dapat menunggu lagi, Ramos. Bawa sisa obat itu ke laboratorium. Aku perlu menelitinya lagi setelah ini berakhir."
Pria dengan wajah tampan bak dewa yunani itu pergi ke kamarnya. Dia tak lagi dapat menahan terjangan hasrat yang mulai menguasai dirinya. Tubuhnya yang tegap atletis itu kini bergetar, dia tak sabar untuk segera menuntaskan hasratnya yang tiba-tiba naik karena efek obat yang baru saja dia suntikkan kedalam tubuhnya.