NovelToon NovelToon
Temanku Ayah Sambungku

Temanku Ayah Sambungku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Konflik etika / Cinta Terlarang / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Dendam Kesumat
Popularitas:453
Nilai: 5
Nama Author: Grace caroline

"Kamu serius Jas? Kamu merestui mama pacaran sama Arjuna? Temen kamu?" tanya Cahaya tak percaya. Senyum lebar mengembang di bibirnya.


"Lo nggak bohong kan Jas? Lo beneran bolehin gue pacaran sama nyokap Lo kan?" tanya Arjuna. Meskipun merasa aneh, tapi dia juga cukup senang. Berharap jika Jasmine tidak mengecewakan mereka.

Jasmine melihat sorot kebahagiaan dari mamanya dan Arjuna. Hatinya terasa sesak, benci. Sulit baginya menerima kenyataan bahwa Mamanya bahagia bersama Arjuna.

*
*
*

Hmm, penasaran dengan kelanjutannya? baca sekarang, dijamin bakal suka deh:)))

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24. Knives and Revenge

Setelah puas menjajal berbagai wahana permainan, Cahaya dan Arjuna terlihat duduk di salah satu spot yang tenang di pasar malam itu. Di samping kanan dan kiri mereka ada beberapa bungkusan yang berisikan barang-barang yang tadi Cahaya beli untuk akan dia berikan kepada Jasmine.

Dalam keheningan malam, setelah pasar malam itu cukup sepi karena beberapa pengunjung sudah pada pulang, Arjuna terlihat meraih tangan Cahaya, membuat Cahaya menoleh kearahnya.

Senyum terukir di bibir keduanya.

"Kamu suka sama pasar malam ini?" tanya Arjuna.

Cahaya mengangguk. "Suka banget. Makasih ya udah bawa aku kesini. Rasanya aku udah agak tenang setelah kesini dan nyobain beberapa permainan," jawab Cahaya ceria.

Arjuna berkata lagi. "Sama-sama. Ehm, jadi kamu mau ke tempat Jasmine lagi?" tanya Arjuna kemudian.

Wajah Cahaya berubah sendu. Dia terlihat berpikir, lantas menjawab, "Iya, aku mau kesana, mau ngasih dia barang-barang ini. Sayang, Jasmine itu anaknya kas4r ya? Tadi kamu bilang gitu," tanya Cahaya.

Arjuna mengangguk. Ekspresi wajahnya datar. "Dia itu tomboy anaknya. Jago beladiri, dan suka bergaya seperti cowok. Sejak aku kenal dia, dia udah kayak gitu gayanya. Dia suka ngomong kas4r dan banyak hal lainnya." Arjuna terlihat menghela nafas.

Cahaya mendengarkan ucapan Arjuna dengan serius. Lalu menjawab, "Dulu dia nggak kayak gitu loh. Ehm, Jun, Jasmine itu temennya selain kamu siapa aja? Cewek, cowok?" 

Arjuna terlihat terdiam, berpikir. "Dulu ada temennya dia cowok cewek, dalam kumpulan grup gitu. Tapi semenjak ada temennya yang berusaha buat jatuhin dia, Jasmine keluar dari grup itu dan nggak kelihatan temenan sama siapapun lagi. Temen dia itu cuma aku," jelas Arjuna.

Cahaya mengangguk mengerti. "Kasian banget sih Jasmine. Andai dulu aku punya lebih banyak waktu buat dia, mungkin kehidupan Jasmine nggak akan seperti ini. Ini semua salahku," Cahaya justru menyalahkan dirinya sendiri. Wajahnya tampak murung.

Arjuna mengangkat tangannya, menyentuh pipi Cahaya. Keduanya saling menatap. "Stop nyalahin diri kamu sendiri. Ini bukan salah kamu. Ini udah takdirnya. Nanti lama kelamaan Jasmine pasti akan berubah kok. 

Dia memang kayak gitu sifatnya, tapi kalo udah sama papanya dia jadi anak yang baik banget. Kayak cewek pada umumnya. Yang, besok itu kamu beneran mau umumin ke semua karyawanmu kalo aku itu asisten pribadi kamu?" tanya Arjuna kemudian.

Cahaya terdiam sejenak, meraih tangan Arjuna yang menyentuh pipinya, lalu menjawab, "Jasmine itu emang sayang banget sama papanya dari dulu. Bahkan sewaktu aku belum cerai sama mas Bima, dia selalu manja dan mengandalkan papanya dalam segala hal. Jadi ya wajar kalo sikapnya kayak gitu ke papanya." 

Cahaya menghela nafas. Dia melanjutkan, "Aku bakal umumin kamu kok. Bahkan aku akan kasih alasan kenapa kamu yang aku tunjuk. Hmm, mulai besok kita akan bareng terus Yang. 

Kamu akan sering ke ruangan aku dan kita pergi bareng. Ahh, rasanya menyenangkan banget. Aku jadi makin tambah semangat kalo gini." Cahaya pun menyandarkan kepalanya di bahu tegap Arjuna, sembari tangannya melingkar di lengan Arjuna.

Arjuna mengelus rambut Cahaya. "Emang sebelumnya kamu nggak semangat?" tanya Arjuna.

Cahaya terkekeh kecil. "Semangat kok. Cuma nggak sesemangat ini. Kayak kesannya itu biasa aja. Nggak ada yang menarik sampe bikin aku excited. Tapi semenjak aku suka sama kamu, terus kita jadian, rasanya kantor itu jauh lebih hidup. 

Aku yang awalnya ke kantor itu cuma sebagai formalitas belaka, jadi menjadikannya kebutuhan. Aku ke kantor karena kamu," jujur Cahaya.

Kening Arjuna mengerut. Bingung dengan ucapan Cahaya. Lalu ia menjawab, "Karena aku? Kamu suka sama aku itu sejak kapan sih? Kenapa bisa suka sama aku? Padahal sejak awal kamu tau kan kalo aku itu temen anak kamu." 

Senyum hangat terukir di bibir Cahaya. "Hmm, kalo di tanya sejak kapan, mungkin sejak seminggu setelah kamu kerja di kantorku. Aku nggak tau, nggak bisa mastiin kapan, cuma yang pasti aku suka sama kamu. 

Aku udah berusaha buat nepis perasaan ini mengingat kamu adalah temen Jasmine. Tapi nggak bisa. Akhirnya ya aku pendam aja perasaan ini sampai akhirnya kita jadian sekarang," jawab Cahaya.

Arjuna menganggukan kepalanya. "Akupun kalo di tanya begitu pasti jawabnya juga nggak tau. Soalnya perasaan ini langsung muncul gitu aja. Nggak bisa di prediksi datangnya kapan. 

Ehm, Yang, aku lupa mau bilang ini ke kamu. Jasmine itu mau kerja di kantor kamu, asal aku mau nurutin kemauannya dia," ucap Arjuna.

Cahaya mengerutkan keningnya, lalu bertanya, "Kemauan apa? Dia nyuruh kamu ngapain?"

Kening Arjuna kembali mengerut. Jujur dia bingung harus menjawab apa. Apakah harus jujur atau tidak. Dia takut Cahaya marah kepada Jasmine. Akhirnya Arjuna menarik napas dalam-dalam. 

"Dia nyuruh aku ambil resign, minta ke kamu uang tiga puluh juta terus kasih ke dia dan..." Arjuna tidak melanjutkan ucapannya. Wajahnya ragu-ragu.

"Dan?" tanya Cahaya, penasaran.

Arjuna menatap Cahaya lekat-lekat. Ia menarik napas panjang, lalu menjawab, "Dan dia mau aku jadi pacarnya." 

Deg!

Kedua mata Cahaya membola sempurna. Dia menegakkan tubuhnya, menatap ke arah Arjuna. Jantungnya berdebar kencang, wajahnya menegang.

"Dia...suka sama kamu Jun?" tanyanya, suaranya sedikit bergetar. Seperti enggan untuk bibirnya melontarkan kata-kata itu, namun rasa penasarannya tak terbendung.

Arjuna tahu Cahaya sedang menahan amarahnya. Ia pun meraih tangan Cahaya, menggenggamnya. "Nggak tau. Mungkin iya. Tapi aku nggak ada perasaan apapun sama Jasmine. Aku murni nganggep dia temen, saudara. Aku sayang sama dia sebagai adik, nggak lebih," kata Arjuna.

***********

Di dapur rumahnya, Jasmine duduk termenung di meja makan. Tangannya terlipat di atas meja, matanya kosong menatap ke depan. Di sebelah tangannya ada sebilah pisau yang dahulu di gunakan papanya untuk memotong sayuran.

Jasmine pun menoleh kearah pisau itu, lantas mengambilnya. Dia memegang erat gagang pisau, mengangkatnya, dan mendekatkannya ke wajahnya. Matanya menatap tajam, seolah-olah ingin menelisik setiap lekuk pisau itu.

"Knives and revenge. It definitely hurts. Hmm, kayaknya gue emang harus cari kerja. Gue nggak bisa terus-terusan ngandelin bantuan dari bibi Kate terus." Jasmine lantas menaruh pisau itu kembali ke meja. Dia menatap kearah langit-langit ruangan.

Lalu dia bicara lagi, "Gue harus kerja apa ya? di bengkel rasanya susah. Setelah semua yang terjadi hari ini, gue nggak bisa bareng-bareng Arjuna lagi. 

Tapi kalo bukan itu apa? Kerja di mall, toko? Masa iya gue harus kerja di tempat-tempat kayak gitu?" Jasmine terus berpikir. Dia bingung harus mengambil kerja apa, saat hubungannya dengan Arjuna kemungkinan tidak akan sama lagi.

Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Matanya membesar, dan senyum miring mengembang di bibirnya. "Kantor Mama," gumamnya. "Kayaknya gue harus ke sana deh. Nyoba buka kunci gembok dan ngambil isinya. Hmm, oke, mulai besok gue harus nyiapin diri buat kerja di kantor Mama..." jeda Jasmine.

Hening.

Ia pun melanjutkan ucapannya, "Tapi, gue harus ngapain? Pura-pura baik sama Mama dan Arjuna, terus merestui mereka? Ish, nggak mau! Gue nggak mau pura-pura. Tapi kalau bukan itu..." Jasmine terdiam, memikirkan langkahnya selanjutnya dan apa yang harus di lakukannya. Niatnya untuk bekerja di kantor Mamanya masih samar, belum sepenuhnya matang dan yakin untuk ia jalankan.

********

Keesokan paginya, Arjuna dan Cahaya tiba di kantor secara bersamaan. Keduanya melangkah masuk, langkah mereka berhenti di lobi. Arjuna, yang biasanya tampil sederhana, kali ini tampil berbeda.

Setelan jasnya yang rapi, kemeja dan celana senada, serta rambut yang tersisir rapi, membuatnya tampak menawan. Para karyawan yang melihat perubahan penampilan Arjuna saling berbisik, mata mereka tak lepas dari sosoknya yang kini tampak elegan.

Plok...X3

Cahaya menepuk tangannya, dan seketika itu juga, suasana kantor menjadi hening. Semua karyawan langsung terdiam, menundukkan kepalanya takut.

Cahaya menatap satu per satu karyawannya, tatapannya tajam dan penuh wibawa—ciri khasnya saat berada di kantor. "Baiklah, langsung saja," ujarnya, "Saya ingin mengumumkan bahwa Arjuna sekarang menjadi asisten pribadi saya. Dia yang saya pilih langsung untuk mengisi posisi yang kosong ini."

Semua karyawan Cahaya tampak terkejut mendengar ucapannya. Mereka semua serentak menatap ke arah Arjuna yang langsung merasa kikuk dan menundukkan wajahnya.

Salah satu dari karyawan Cahaya mengangkat tangannya. Dia bertanya, "Bu maaf sebelumnya. Saya mau tanya. Ehm, Arjuna itu kan sebelumnya ob ya di sini, kok tiba-tiba Bu Cahaya angkat Arjuna jadi asisten pribadi?" Pertanyaan karyawan itu seakan mewakili rasa penasaran semua orang di kantor.

Cahaya terlihat menghela nafas, dia menoleh sebentar ke Arjuna, lalu kembali menatap karyawannya. "Arjuna adalah teman anak saya. Dia sangat baik, jujur dan ramah. Selain itu dia juga cukup pintar di kampus. Jurusannya sama dengan pekerjaan di kantor. Jadi, apa salahnya saya mencoba untuk mengangkatnya sebagai asisten pribadi?"

Penjelasan Cahaya justru membuat semua karyawannya semakin bingung. Mereka semua tahu jika Cahaya adalah seorang yang sangat teliti dan tak pernah main-main dalam memilih orang, terutama untuk posisi krusial seperti asisten pribadi.

Tapi kali ini dengan alasan yang sangat aneh Cahaya malah mengatakan untuk mengangkat Arjuna yang semula sebagai OB menjadi asisten pribadi.

Para karyawan di sekelilingnya terdiam, tatapan mereka seperti terpaku pada Cahaya dan Arjuna. Bisikan-bisikan kecil bergema di ruangan, penuh rasa penasaran dan keheranan. Kenapa? Apa alasannya? Mereka ingin bertanya, tapi rasa takut menghalangi mereka.

"Kalo nggak ada yang mau tanya lagi, saya mau ke ruangan saya. Ayo Jun," Cahaya menoleh ke arah Arjuna, mengajaknya untuk pergi dari sana, ke ruangannya.

Arjuna mengangguk, mengikuti Cahaya yang sudah berjalan mendahuluinya. Di sekeliling mereka, tatapan para karyawan lain terasa seperti sorot lampu yang menyilaukan, membuat Arjuna ingin menghilang.

"Nanti pasti banyak yang nanya," gumamnya dalam hati. "Aku belum siap."

Bersambung ...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!