NovelToon NovelToon
WIDARPA

WIDARPA

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Anak Yatim Piatu / Pengasuh
Popularitas:722
Nilai: 5
Nama Author: Karangkuna

Renjana, seorang gadis muda yang baru saja pindah ke kota kecil Manarang, mulai bekerja di panti asuhan Widarpa, sebuah tempat yang tampaknya penuh dengan kebaikan dan harapan. Namun, tak lama setelah kedatangannya, ia merasakan ada yang tidak beres di tempat tersebut. Panti asuhan itu, meski terlihat tenang, menyimpan rahasia gelap yang tak terungkap. Dari mulai bungkusan biru tua yang mencurigakan hingga ruangan misterius dengan pintu hitam sebagai penghalangnya.

Keberanian Renjana akan diuji, dan ia harus memilih antara melarikan diri atau bertahan untuk menyelamatkan anak-anak yang masih terjebak dalam kegelapan itu.

Akankah Renjana berhasil mengungkap misteri yang terkubur di Widarpa, atau ia akan menjadi korban dari kekuatan jahat yang telah lama bersembunyi di balik pintu hitam itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

WIDARPA 02

Di bagian depan bangunan, suasana tampak sangat sepi. Meja resepsionis yang biasanya ramai, kini terlihat kosong. Pekerjanya  sudah pulang setelah seharian bekerja, meninggalkan ruang resepsionis yang sunyi. Hanya ada beberapa tumpukan berkas yang tertinggal di meja, menambah kesan kesendirian di ruangan itu. Tidak ada suara obrolan atau derap langkah kaki. Semua terasa begitu tenang, seperti dunia yang perlahan memasuki fase transisi antara siang dan malam.

Langit di luar mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan. Warna jingga perlahan merayapi horizon, menyelimuti langit dengan nuansa kehangatan yang hampir menyelimuti segala sesuatu. Matahari yang perlahan tenggelam di balik bukit atau gedung-gedung tinggi memberikan pertanda bahwa hari akan segera berganti malam. Cahayanya yang lembut mengalir ke dalam melalui jendela-jendela besar, menciptakan bayangan yang panjang di lantai, membuat suasana terasa lebih damai, tetapi juga sedikit melankolis.

Keheningan itu tidak berlangsung lama. Di luar, suara angin yang berdesir pelan bisa terdengar, menciptakan desiran lembut yang menggambarkan betapa sepinya suasana sekitar. Setiap detik yang berlalu menambah rasa hening, di mana perubahan waktu begitu terasa namun sangat halus. Panti asuhan itu tampak seakan beristirahat sejenak sebelum malam yang lebih gelap datang.

Malam semakin dekat, dan angin yang lembut semakin kuat, seperti membawakan pesan dari jauh, mengingatkan siapa pun yang ada di sana bahwa hidup harus tetap berjalan, meski dalam kesendirian yang sesekali datang.

Di bagian lain bangunan itu, suasana semakin tegang. Seorang wanita berlari dengan napas terengah-engah, tubuhnya terlihat sedikit tergesa-gesa namun penuh ketegangan. Di tangan kirinya, ia menggenggam erat ponsel, matanya tak lepas dari layar yang tampaknya menampilkan sesuatu yang penting. Setiap langkahnya terdengar jelas di lorong yang sepi, berderap dengan cepat seiring detak jantungnya yang semakin cepat. Wajahnya tampak cemas, dan bibirnya sedikit bergetar, seolah-olah dia berusaha menenangkan dirinya sendiri dalam kepanikan yang perlahan merayap.

Matanya terus memperhatikan setiap sudut ruangan yang ia lewati, seakan mencari sesuatu atau seseorang. Ia melirik ke dalam ruang-ruang yang kosong, namun sepertinya tidak menemukan apa yang dicari. Di setiap langkah, suara napasnya semakin keras, dan tangan yang menggenggam ponsel terasa semakin kaku, seolah-olah ia takut kehilangan jejak atau melewatkan sesuatu yang sangat penting.

Sesekali, ia menghentikan langkahnya sejenak, menatap layar ponselnya dengan cemas, dan tampaknya mencoba menghubungi seseorang atau mencari informasi lebih lanjut. Keheningan yang melingkupi bangunan itu seolah semakin menambah ketegangan yang ada di tubuhnya. Suasana sekitar yang sunyi membuat setiap langkahnya terasa seperti langkah yang lebih berat.

Wanita itu berhenti sejenak di ambang pintu, matanya terfokus pada sebuah pemandangan yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Di atas tempat tidur, seorang anak laki-laki berusia sekitar dua tahun terbaring, tubuhnya menggigil dan kejang. Kejang-kejangannya membuat tubuh kecil itu terkulai lemah, sementara beberapa wanita lainnya—mungkin pengasuh atau staf panti asuhan—berusaha dengan panik menenangkan dan memberikan pertolongan pertama.

Seorang wanita memegang bahu anak itu dengan hati-hati, mencoba untuk memiringkan tubuhnya dengan lembut agar saluran pernapasannya tetap terbuka. Dua wanita lainnya berusaha menahan tangan dan kaki sang anak agar tidak cedera akibat kejang-kejang yang terjadi, sambil sesekali memanggil nama anak itu, berharap bisa mendapatkan respons.

Suasana di sekitar mereka sangat tegang. Meskipun ruangan itu terlihat rapi dan bersih, suasana panik di udara hampir bisa dirasakan. Wanita yang berlari tadi, dengan napas terengah, menatap pemandangan itu dengan cemas. Dia menggenggam ponselnya dengan erat, seolah berusaha menghubungi seseorang atau mencari pertolongan medis, namun tangannya sedikit gemetar.

Dengan tubuh yang terus bergejolak karena kejang, wajah anak itu memerah, dan peluh tampak membasahi dahinya. Suara sesak napasnya terdengar jelas di ruang yang sepi. Orang-orang di sekelilingnya bekerja dengan cepat, meskipun ketegangan dan ketakutan terlihat jelas di wajah mereka. Mereka tidak hanya berusaha memberi pertolongan pertama, tetapi juga mencoba menenangkan diri mereka sendiri dalam situasi yang sangat mendesak itu.

Keringat dingin mulai membasahi wajah wanita itu saat dia melangkah maju, matanya tidak bisa beralih dari anak yang tengah menderita.

Di sudut ruangan yang sedikit lebih gelap, wanita muda berusia 20-an itu berdiri terpaku, matanya terfokus pada anak laki-laki yang tengah mengalami kejang di atas tempat tidur. Keheningan seakan mengelilinginya, sementara wanita-wanita lain berusaha memberikan pertolongan. Di antara keributan dan kecemasan yang jelas tampak di wajah mereka, wanita muda itu tampak berbeda. Ia tidak bergerak, hanya berdiri dengan diam, namun matanya tidak bisa lepas dari anak tersebut.

Ada sesuatu yang berbeda di dalam tatapannya—sebuah ekspresi yang samar, yang sepertinya tidak bisa dilihat oleh orang lain. Sebuah senyuman tipis tersungging di sudut bibirnya, sebuah senyuman yang aneh, tak bisa dijelaskan. Senyuman itu bukanlah senyuman penuh kebahagiaan atau kelegaan, melainkan sesuatu yang lebih gelap, lebih tersembunyi.

Ketegangan semakin memuncak ketika sang ketua panti berlari cepat menyusuri koridor yang sunyi, diikuti oleh dokter yang baru saja tiba. Langkah-langkah mereka terdengar berat, memecah keheningan malam yang sudah mengisi ruangan itu. Sang ketua panti membuka pintu dengan terburu-buru, memberi ruang bagi dokter untuk masuk. Dengan cepat, sang dokter bergerak menuju tempat tidur, memerintahkan para wanita yang mengelilingi anak tersebut untuk mundur dan memberi ruang agar dia bisa melakukan tindakan.

Ruangan yang awalnya dipenuhi kepanikan dan harapan itu kini dipenuhi dengan kecemasan yang semakin dalam. Dokter itu mulai memeriksa tubuh anak yang terbaring lemas, mencoba untuk melakukan tindakan penyelamatan, namun saat tangannya menyentuh tubuh anak tersebut, suasana tiba-tiba berubah menjadi sunyi. Anak itu terbujur kaku, tubuhnya terasa dingin dan keras. Matanya tetap terbuka, menatap langit-langit dengan pandangan kosong yang semakin menambah rasa ngeri yang menyelimuti seluruh ruangan.

Kengerian segera menyebar di kalangan para pengasuh dan orang-orang di sekelilingnya. Beberapa dari mereka tidak bisa menahan diri, mulai menangis, sementara wajah mereka dipenuhi dengan ketidakpercayaan. Mereka berusaha memanggil nama anak itu, berharap keajaiban bisa terjadi, namun tidak ada jawaban. Keheningan yang mencekam semakin dalam, dan rasa kehilangan mulai menguasai setiap sudut hati yang ada di sana.

Namun, di antara para wanita yang terisak, sosok gadis muda itu tetap berdiri tegak tanpa mengeluarkan satu kata pun. Wanita itu berdiri di pojok ruangan, hanya mengamati dengan ekspresi datar yang tak terbaca. Tidak ada air mata, tidak ada kerutan kecemasan di wajahnya. Ia hanya menatap tubuh kecil itu dengan tatapan yang kosong, seolah-olah segala yang terjadi di hadapannya adalah sesuatu yang sudah diprediksi sebelumnya, sesuatu yang sudah ditunggu-tunggu. Tidak ada kejutan di wajahnya, hanya kekosongan yang mendalam, seakan tak ada yang lebih alami baginya daripada apa yang baru saja terjadi.

Suasana di ruangan itu berubah menjadi gelap, bukan hanya karena kehilangan yang terjadi, tetapi juga karena adanya perasaan yang sangat berat, seolah ada sesuatu yang lebih mengerikan yang masih menunggu di luar sana, di balik senyuman samar di wajah pengasuh muda itu. Keheningan yang menyelimuti ruangan semakin dalam, membawa perasaan tak terungkapkan bagi mereka yang menyaksikan peristiwa mengerikan itu.

 

 

1
Nicky Firma
awal yang bagus, ditunggu part selanjutnya
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
Senja
bagus. lanjut thor
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!