Nadira, gadis yang harus menerima perjodohan dari kedua orang tuanya. Ia harus menerima perjodohan ini, karena perjanjian kedua orang tuanya dulu sewaktu mereka masih sama sama duduk di bangku kuliah. Bagaimna nasib pernikahan tanpa cinta yang akan di jalani Nadira?? Apakah akan ada benih cinta hadir? Atau Nadira memilih mundur dari pernikahan karena perjodohan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny Afriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 10
Nadira masih terpaku menatap makan kedua orang tuanya. Kedua mertuanya masih setia menemani, begitu juga Alby. Walau bersikap dingin pada Nadira, tapi Alby masih saja setia menemani. Alby masih terus terngiang kata- kata terakhir saat Alby bertemu dengan kedua orang tua Nadira. Mendung mulai menyelimuti langit siang itu. Tapi sepertinya Nadira belum juga ingin beranjak dari peristirahatan terakhir kedua orang tuanya. Tante Dwi dan Om Hendra yang membujuk pun tak di gubris oleh Nadira.
" Nadira, sebaiknya kita pulang, Nak. Hari semakin gelap."
Tante Dwi mulai membujuk Nadira. Namun Nadira hanya menggelengkan kepalanya.
" Jangan seperti ini, Sayang. Bunda dan Ayah pasti sedih, kalau putrinya seperti ini."
Kali ini mama Ratna yang membujuk. Mama dari Alby. Lagi- lagi Nadira hanya menggelengkan kepalanya. Gerimis halus mulai turun. Para pelayat yang menghantarkan kedua orang Nadira sudah pada pulang. Hanya meninggalkan Nadira, Alby, Om, Tante dan kedua orang tua Alby.
" Sebaiknya Mama, Papa, Om dan Tante pulang. Biar Alby yang menemani Nadira."
Alby buka suara setelah semua orang tak berhasil membujuknya. Keempat orang tua itu akhirnya pulang, dan kini hanya tinggal Alby dan Nadira. Nadira terus memandangi tanah merah tempat peristirahatan kedua orang tuanya. Hatinya sangat hancur. Tempatnya bermanja telah tiada. Nadira tak menangis sesenggukan seperti waktu dirinya di rumah sakit. Tapi air matanya terus mengalir, dengan tatapan kosong. Nadira layaknya seperti hidup tapi mati.
Hujan mulai turun, Alby mulai mengajak Nadira pergi. Namun lagi-lagi Nadira tak bergeming.
" Nadira, ayah dan bunda pasti sangat sedih, melihatmu seperti ini? Apa kamu ingin memberatkan langkah Mereka di sana?"
Perkataan Alby berhasil membuat Nadira menoleh ke arahnya. Alby melihat duka yang mendalam di mata Nadira. Alby mengajak Nadira pergi setelah hujan semakin deras, dan pakaian Nadira sudah basah dengan air hujan. Saat Nadira bangkit, di iringi oelh Alby dibelakang, tiba-tiba saja Nadira jatuh pingsan. Dengan sigap Alby menahan tubuh Nadira agar tidak jatuh. Satu hari ini, sudah entah berapa kali Nadira jatuh pingsan.
Alby membawa Nadira ke dalam rumah. Di dalam rumah ada Mama, Papa, Om dan juga Tante. Merek panik melihat Alby menggendong Nadira. Mama langsung menggantikan baju Nadira dan Tante membuatkan minuman hangat untuk Nadira dann juga Alby yang tengah basah kuyup.
" Kasian sekali Nadira. Dia pasti sangat terpukul."
Papa membuka suara. Di sambut dengan helaan nafas oleh Om Hendra.
" Ya, benar. Umur 2 tahun di tinggal oleh orang tua kandungnya di halte bis. Lalu bertemu dengan Almarhum Kang Ahmad. Saat Nadira tahu, bahwa mereka bukan lah orang tua kandungnya, Nadira tidak keluar kamar selama 3 hari. Dan itu membuat Teh Farida sangat khawatir dan menangis."
Alby yang mendengar cerita itu pun, hanya diam. Jauh di dasar hatinya, ia sangat iba dengan nasib yang menimpa Nadira. Tapi kecewa karena perjodohan, membuat dirinya bersikap dingin. Suara Mama yang memanggil Papa membuat mereka semua menuju kamar Nadira. Ternyata Nadira telah sadar dari pingsannya. Tapi pandangan mata yang kosong membuat Mama Ratna sangat khawatir.
Om Hendra yang berada di sisi Nadira, mulai menepuk pelan pipinya, dan memanggil nama Nadira. Nadira bagai mayat hidup. Tante Dwi menangis melihat keponakan nya seperti ini. Walau bukan anak kandung sang Kakak, tapi Tante Dwi sangat menyayangi Nadira. Baru saja kehilangan kakak kandung dan kakak ipar, di tambah lagi sak keponakan yang seperti ini. Membuat Tante Dwi tak dapat membendung air matanya lagi.