Jelita Putri Maharani adalah seorang perempuan cantik berumur 27 tahun yang menjadi piatu sejak dia masih duduk di kelas V SD.
Suatu ketika, papa Jelita sakit keras dan sebelum meninggal dia meminta putri kesayangannya itu untuk menikah dengan Rico Putra Permana, pria tampan berumur 30 tahun anak dari sahabat papanya dengan maksud agar Jelita ada yang menjaga.
Namun siapa sangka, 2 bulanan setelah pernikahan, Jelita mulai melihat sifat asli suami, mertua dan adik iparnya yang membuat emosi Jelita makin lama makin naik.
Bagaimanakah kisah selengkapnya? Yuk simak novel ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2 Bertingkah Seperti Majikan
Ketika Sisca sampai di ruang makan, kedua orang tuanya baru saja mulai menikmati makanan mereka.
"Lauknya kok cuma tahu tempe goreng sih. Kelihatannya orang kaya tapi kok pelit banget sama keluarganya sendiri," gerutu gadis berumur 20 tahun itu sambil mencedok nasi.
Bik Sumi yang mendengar perkataan Sisca hanya bisa berdiam diri seraya membuatkan es jeruk pesanan Dewi dan Baskoro.
"Heh pembantu! Awas ya kalau kamu sampai berani ngadu ke Jelita tentang semua omongan kita. Sekalian buatkan es jeruk untuk Sisca juga!" kata wanita berumur 48 tahun tersebut sambil mengunyah makanannya.
"Iya Buk."
Tak butuh waktu lama, sayur sop dan tahu tempe goreng yang tersedia di meja makan tinggal sedikit saja setelah disantap oleh mereka bertiga begitu juga dengan buah-buahannya, tanpa peduli dengan Bik Sumi dan Wati yang sebenarnya juga merasa lapar setelah disuruh ini itu oleh mereka.
"Heh pembantu! Nanti malam kita pingin makan pakai ayam goreng, kamu masakin ya, awas kalau gak!" untuk kedua kalinya Dewi memanggil Bik Sumi dengan kata 'pembantu', padahal selama ini majikannya belum pernah memanggilnya seperti itu.
"Maaf Bu, saya tidak berani mengambil keputusan sendiri. Saya harus minta ijin ke Mbak Jelita dulu," sahut wanita berumur 54 tahun tersebut terus terang.
"Kamu itu kebanyakan cing cong ya, Sum! Inget ya, kamu itu pembantu! Sudah kewajibanmu nuruti kemauan majikan!" sengak istrinya Baskoro dengan perasaan jengkel.
Sesudah merasa kenyang, pasangan suami istri dan anak perempuannya tersebut langsung main pergi begitu saja tanpa mau mencuci perkakas bekas makan mereka dan membersihkan meja makan yang tampak kotor oleh kulit jeruk dan tisu yang berserakan.
Melihat kenyataan seperti itu, Bik Sumi hanya bisa bersabar dan mencuci semua perkakas bekas makan penghuni baru di rumah tersebut serta membersihkan meja makan tanpa berani mengeluh.
Tanpa mereka sadari, hampir 10 menitan yang lalu, Jelita sengaja duduk di belakang rumah yang lokasinya memang dekat dengan dapur sekaligus ruang makan, yang hanya terhalang oleh tembok, jadi perempuan cantik itu bisa mendengar sebagian percakapan terakhir antara ibu mertuanya dan Bik Sumi.
Jelita yang ingin tahu bagaimana sifat asli keluarga suaminya, sengaja pulang lebih awal dari toko lalu masuk lewat pintu belakang yang sebenarnya jarang digunakan. Seperti firasatnya selama ini, keluarga suaminya ternyata memang punya tabiat buruk, namun entah bagaimana ceritanya papanya kok sampai bisa dekat dengan Baskoro.
Dengan pelan, Jelita pun membuka pintu belakang dapur lalu memberi isyarat pada Bik Sumi agar tidak bersuara.
"Mereka tadi nyuruh-nyuruh Bik Sumi dan Wati?" tanya perempuan cantik itu dengan suara berbisik yang dibalas anggukan kepala oleh Bik Sumi tanpa ragu.
"Bik Sumi dan Wati sudah makan siang belum?" lanjut Jelita yang dijawab dengan gelengan kepala oleh ART nya tersebut.
"Wati ada di mana, Bik?" tambah perempuan cantik itu.
"Ada di kamar Mbak Sisca," sahut Bik Sumi dengan berbisik.
"Kalau begitu Bik Sumi cepetan makan siang dulu, biar Wati agak nantian saja. Kalau lauknya kurang, jangan sungkan-sungkan goreng lauk lagi, Bik," kata perempuan berumur 27 tahun itu dengan tetap mempertahankan volume suaranya agar tidak kedengaran yang lain.
"Bik Sumii!! Cepat kemarii!!"
Baru saja Bik Sumi mencedok nasi mau makan siang, sudah terdengar lagi teriakan Dewi. Namun karena dicegah Jelita, wanita berumur 54 tahun itu tidak menggubris panggilan Dewi, justru Jelitalah yang berjalan ke arah pintu kamar mertuanya yang tertutup dan berdiri di situ selama sekian detik.
Karena Bik Sumi tidak juga datang, Dewi yang merasa kesal pun beranjak dari kasurnya lalu membuka pintu dengan maksud mencari keberadaan ART itu yang niatnya dia suruh mijiti. Namun, begitu pintu kamarnya dia buka, wanita tersebut sangat kaget karena melihat Jelita sedang berdiri di depan pintu kamarnya.
"Suara Ibuk kenceng juga ya, kayaknya cocok jadi penyanyi seriosa," sindir perempuan cantik tersebut.
"Loh Jelita, kamu sudah pulang?" kata Dewi berbasa-basi sambil menetralkan detak jantungnya.
"Ibuk manggil Bik Sumi kenceng kayak gitu kenapa? Ibuk mau nyuruh-nyuruh Bik Sumi gitu?" tanya Jelita terang-terangan.
"Ah, enggak kok Ta. Ibuk cuma mau minta tolong sebentar ke Bik Sumi untuk buka almari pakaian, soalnya kuncinya seret," jawab wanita berumur 48 tahun itu berbohong.
"Bik Sumi baru saja makan siang Buk, setelah itu saya suruh istirahat, jangan diganggu, soalnya nanti sore Bik Sumi harus masak untuk makan malam," tegas Jelita.
"Ya sudah Ta, kalau begitu Ibu tak istirahat juga ya, soalnya capek pindahan. Ini saja baru sebagian," kata Dewi.
"Iya Buk, silahkan istirahat."
Setelah ibu mertuanya menutup pintu kamarnya, Jelita kembali ke dapur.
"Lauknya kok sedikit sih, Bik? Gak goreng lagi? Jelita gorengin telur ya?" seperti biasa, perempuan cantik itu tidak tega kalau melihat ART nya makan dengan lauk sedikit. Apalagi isi sayur sop nya tinggal sedikit juga.
"Gak usah Mbak, ini juga sudah cukup kok," tolak Bik Murni dengan halus sambil mengunyah makanan.
"Kalau begitu tahu tempe gorengnya Bik Sumi habisin saja, nanti Wati biar aku gorengin telur," tanpa minta persetujuan ART nya, Jelita meletakkan sisa tahu tempe goreng ke piring makan Bik Sumi.
"Trimakasih, Mbak," kata wanita berumur 54 tahun itu.
"Trimakasih apa sih Bik, nyantai saja lagi."
Setelah selesai membuatkan telur dadar untuk Wati, Jelita pun melangkahkan kakinya menuju ke lantai 2 untuk mencari Wati, salah satu ART nya yang berumur 22 tahun yang sudah dia anggap seperti adik sendiri.
"Watii!" panggil Jelita sebelum sampai di depan pintu kamar Sisca.
"Iya Mbaak!" sahut Wati dari dalam kamar Sisca.
"Eh, Mbak Jelita sudah pulang?" tanya Sisca sesudah membuka pintu kamarnya.
Tanpa peduli pertanyaan adik iparnya, Jelita langsung masuk ke dalam kamar Sisca lalu melihat Wati sedang menyeterika beberapa potong baju adik iparnya.
"Ngapain kamu nyetrika bajunya Sisca, Wati? Tugas rumahmu saja sudah banyak kan. Ayok, sudah waktunya makan siang dan istirahat. Kalau kecapekan kamu nanti sakit lo," kata Jelita sekaligus menyindir Sisca.
Karena ada majikannya, Wati pun langsung menghentikan aktifitasnya menyeterika baju lalu mengikuti Jelita ke luar dari kamar Sisca dengan diiringi tatapan mata Sisca yang merasa sebal dengan kakak iparnya.
"Nanti sore masak tumis sawi putih sama goreng telur saja ya Bik, porsinya dibanyakin," kata Jelita sambil memeriksa isi kulkas.
"Iya, Mbak," sahut Bik Sumi seraya mencuci perkakas makan dan masak yang kotor.
"Setelah ini Bik Sumi dan Wati istirahat beneran ya. Kalau ada yang manggil gak usah digubris, biarkan saja," lanjut perempuan cantik itu.
"Iya, Mbak," dengan serempak kedua ART tersebut menjawab majikannya.