NovelToon NovelToon
Belenggu Cinta Suami Posesif

Belenggu Cinta Suami Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Erma Sulistia Ningsih Damopolii

Menjadi aktris baru, nyatanya membuat kehidupan Launa Elliza Arkana jungkir balik. Menjadi pemeran utama dalam project series kesukaannya, ternyata membuat Launa justru bertemu pria gila yang hendak melec*hkannya.

Untung saja Launa diselamatkan oleh Barra Malik Utama, sutradara yang merupakan pria yang diam-diam terobsesi padanya, karena dirinya mirip mantan pacar sang sutradara.

Alih-alih diselamatkan dan aman seutuhnya, Launa justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Barra, hingga ia terperosok ke dalam jurang penyesalan.

Bukan karena Barra menyebalkan, tapi karena ia masih terikat cinta dengan sahabat lamanya yaitu Danu.

“Lebih baik kau lupakan kejadian semalam, anggap tidak pernah terjadi dan berhenti mengejarku, karena aku bukan dia!” ~Launa Elliza

“Jangan coba-coba lari dariku jika ingin hidupmu baik-baik saja.” ~ Barra Malik Utama

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erma Sulistia Ningsih Damopolii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps 10 Hancur

Tidak hanya di mobil, begitu sampai di rumah Barra, mereka kembali melanjutkannya di atas ranjang milik Barra. Keadaan kamar juga tampak berantakkan akibat pergum*lan mereka. Baju yang sudah berceceran di lantai, hingga ranjang yang sepreinya entah di mana.

Bahkan bercak darah keperawanan Launa berceceran di ranjang serta kursi mobil Barra. Namun, wanita itu belum merasakan sakitnya akibat pengaruh obat itu.

Ponsel Barra bahkan beberapa kali berdering namun ia tidak mempedulikannya karena sedang bersengg*ma dengan Launa. Begitu pun dengan Launa yang kini jadi penguasa permainan, ponselnya juga terus berdering karena panggilan dari Danu dan iva.

Akhirnya, begitu sampai di ronde kelima, pengaruh obatnya perlahan hilang dan Launa pun terbaring lemas tak berdaya. Begitu pun dengan Barra ia ikut terbaring di samping Launa dengan napas terengah-engah.

Karena saking lelahnya, Launa mulai terpejam. Sedangkan Barra, masih betah memandangi wajah Launa yang pucat tanpa lipstik yang sejak tadi terhapus akibat ciu*an panas mereka. Selimut putih polos nan tebal itu Barra pakai untuk menutupi tubuh polos Launa.

Tak lama Barra pun duduk di tepi ranjang sembari terus memandang lirih seprei yang tercecer di lantai dan mendapati beberapa noda darah di sana. Terlintas rasa menyesal menyeruak hati Barra, ia sudah merenggut kehormatan seorang wanita secara sadar.

Puas memandangi Launa yang sudah tertidur pulas, Barra beranjak menuju kamar mandi usai memunguti pakaian Launa yang sudah robek tak berbentuk itu di lantai. Tak lupa ia merapikan kembali selimut Launa dan kembali menatap sejenak pemilik wajah mirip kekasihnya itu.

Hanya butuh lima menit, Barra kembali dari kamar mandi dan berjalan menuju balkon kamarnya, namun sebelum itu ia meraih ponsel dan satu bungkus nikotin di atas nakas untuk ia bawah ke balkon.

Sesampainya di balkon, Barra menyesap benda nikotin itu untuk sekadar menghilangkan stres sembari memeriksa ponselnya.

Banyak panggilan masuk dari Iva dan Darius secara bergantian. Namun perhatiannya teralihkan saat membaca isi pesan Iva yang membutuhkan bantuannya.

Barra yang berpikir mungkin itu bantuan pekerjaan mengabaikan pesan Iva karena setelahnya Iva sudah tidak mengirim chat apapun lagi padanya. Panggilannya pun hanya semenit sebelum ia mengirim pesan. Setelah pesannya terkirim, sudah tidak ada panggilan dari Iva lagi.

Menjelang pagi, Launa perlahan membuka matanya. Cukup lama ia menyadari bahwa kini dirinya sedang berada dalam dekapan tubuh kekar seorang pria yang semalam sudah puas menggahinya.

Launa mengerinyitkan dahinya dan mengingat wajah Garry yang semalam hendak melec*hkannya hingga berakhir salah menduga. Dengan kasar ia menepis pelukan Barra yang juga ikut terjaga karena tangannya dihempas begitu kasar oleh Launa.

“Bapak?!” Tidak terbayangkan bagaimana kagetnya Launa saat ini. Dia yang semalam berada di bawah pengaruh obat, sama sekali tidak menyadari apa yang terjadi semalam.

Keluar dari mulut buaya namun masuk dan terperangkap di mulut harimau. Begitu ungkapan yang Launa lontarkan dalam hati. Dadanya naik turun menatap wajah yang sama sekali tidak dia inginkan itu.

Wajah tanpa ekspresi yang teramat menyebalkan di matanya. Sedangkan yang ditatap, sama sekali tidak menyapa, ia hanya balas menatap mata wanita yang sudah ia nikmati luar dalam itu.

Begitu melirik ke arah kakinya, Launa semakin terperangah kala melihat dressnya sudah tak berbentuk lagi. Ditambah noda darah yang berceceran di seprei putih, semakin membuat hati Launa bak diobrak-abrik.

Seketika, air mata menetes dan membasahi wajah cantiknya hingga tanpa diduga, ia memukul-mukul wajah Barra menggunakan bantal sebagai bentuk protesnya.

“Brengsek! Apa yang kamu lakukan padaku semalam? Tidak puaskah kamu membuat aku merasa rendah saat kau mengganti peranku seenaknya?” Pekik Launa yang sempat-sempatnya meluapkan dendam kesumatnya itu kepada Barra.

Launa terus memukul-mukul Barra hingga pria itu berusaha menutup wajahnya menggunakan lengan.

“Kamu bukan hanya mematahkan impianku tapi juga sudah merenggut mahkotaku_”

“Mahkota itu di kepala Launa bukan di selangkangan.” Sambar Barra yang dengan berani menyelah hingga Launa menatapnya dengan nanar.

“Apa katamu? Mahkota itu di kepala? Itu artinya kamu juga menganggap remeh kehormatanku? Bukan hanya meremehkan kemampuan aktingku tapi kamu juga meremehkan kesucianku!” Teriak Launa kembali menggila hingga Barra dibuat iba.

Akhirnya, Barra menangkap kedua tangan Launa yang sedari tadi menyerangnya lalu kemudian menarik tubuh Launa dan memasukkannya ke dalam pelukan, tak peduli meski wanita itu memberontak.

“Lepaskan! Jangan menyentuhku!” Pekik Launa berusaha melepaskan diri namun gagal.

****

Setelah cukup tenang, Barra meninggalkan Launa karena sadar wajahnya tak ingin dilihat. Hendak dijelaskan bagaimana pun juga percuma karena Launa tidak mengingatnya. Akan tetapi, sebelum keluar, Barra meninggalkan flash disk yang berisikan seluruh rekaman cctv yang ada di mobil maupun di kamarnya dan meminta Launa untuk melihat bukti bahwa sebenarnya, siapa yang paling menginginkan permainan itu. Tak hanya flash disk, sebuah dress hitam milik Jovita juga Barra tinggalkan di sana.

Cukup lama Launa terpaku menatap benda itu, hatinya yang masih tercabik-cabik membuat dirinya tak kuasa untuk bangkit.

Fakta bahwa kesuciannya sudah terenggut itu tak terelakkan. Tak pernah terbayangkan ia harus berakhir hina di atas ranjang pria yang sangat ia benci.

“Berhenti meratapi nasib Launa!” Sembari menghela napas panjang, Launa menyimpan flash disk itu ke dalam tas dan mulai bangkit.

Akan tetapi, baru juga hendak melangkah, bagian bawah perut Launa terasa luar biasa perih hingga tubuhnya tertunduk sembari menekan aset berharganya.

Sekuat tenaga ia berusaha menahan sakitnya Launa terus melangkah menuju kamar mandi. Tidak peduli rapi atau tidak, cantik atau tidak Launa bergegas membersihkan diri. Yang ada dipikirannya saat ini adalah, ia ingin segera keluar dari tempat terkutuk itu.

Usai bersiap-siap, Launa mempercepat langkahnya menuju pintu keluar hingga langkah wanita itu seketika terhenti saat cekalan tangan Barra berhasil membelenggu pergelangan tangannya dengan lembut.

“Mau apa lagi?” Tanya Launa berusaha melepas cekalan Barra namun sulit.

“Saya antar.” Titah Barra tak ada hangat-hangatnya sama sekali.

Mendengar itu, Launa semakin menajamkan pandangannya. “Lepaskan tangan saya!” Ucap Launa pelan namun penuh penekanan.

Akhirnya, cekalan tangan Barra melemah dan dia membiarkan Launa pergi. Meski begitu, dengan baiknya Barra masih membukakan pintu untuk Launa hingga wanita itu berlalu usai menatap Barra dengan tatapan membunuh.

Perasaan Launa saat ini sulit didefinisikan, jika ada kata yang lebih dari hancur, mungkin itu yang Launa rasakan.

Matanya mengembun dan pandangannya sampai tidak jelas. Meski pikirannya kacau, Launa masih berusaha waras dan meminggirkan mobilnya demi menghindari kecelakaan beruntun. Pasalnya, jalanan sedang ramai dan Launa tidak ingin mengorbankan orang lain karena keegoisannya.

Rasanya Launa ingin sekali menerima panggilan Danu yang sejak semalam tak berhenti menghubunginya, namun Launa tidak punya keberanian.

Beberapa pertanyaan mengitari kepalanya, dan jika diungkap mungkin takkan habis dalam waktu dua jam.

Apa yang akan ayah dan bundanya katakan? Bagaimana karirnya? Bagaimana perjodohannya? Bagaimana kelanjutan kisahnya bersama Danu? Mungkin kah Danu mau menerima dirinya apa adanya? Hendak jujur juga dia takut, pasalnya perasaan Danu saja masih ia terka, bagaimana dia bisa tahu Danu akan memakluminya atau tidak.

Sungguh kepala Launa seakan ingin pecah rasanya. Ingin pulang ke rumah, tapi ia tak punya keberanian alhasil, Launa putar haluan menuju rumah Iva saja dulu.

Semalam bunda Salsa sudah menghubunginya beberapa kali, namun Launa tidak sempat menjawabnya. Sebelumnya Danu sudah menghubungi orang tua Launa, namun tidak diangkat, hal sama juga terjadi kepada Iva, wanita itu tidak menjawab panggilan dari Danu entah apa sebabnya.

Hingga begitu malam sudah larut, barulah ayah dan bunda Launa menghubungi Danu namun gantian nomor Danu yang tidak aktif. Karena cemas anak perempuan mereka belum pulang, Salsa menghubungi pihak manajemen karena Iva juga tidak menjawab telepon dari bunda Salsa.

Begitu mendapat kabar dari pihak manajemen bahwa Launa sedang bersama Iva, barulah Salsa lega dan tidak lagi menghubungi putrinya.

1
Melia Gusnetty
judul sm jln cerita nya gk sesui..jd malas baca nya..
sorry tak skip..
Melia Gusnetty
aahh..jd greget..tokoh utama nya begok bin tolol...lemah lg...gk sreek jd nya...😏😏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!