NovelToon NovelToon
Di Ujung Waktu Cinta

Di Ujung Waktu Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Ketos / Balas Dendam / Anak Kembar / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:915
Nilai: 5
Nama Author: Azra amalina

Skaya merupakan siswi kelas XII yang di kenal sebagai siswi berprestasi, cantik, dan ramah. Banyak lelaki yang menyukai Skaya, tetapi hatinya justru terpesona oleh seseorang yang tidak pernah meliriknya sama sekali, lelaki dingin yang terkenal sebagai anggota geng motor yang disengani di kota nya.
Darren bukan tipe yang mudah didekat. Ia selalu bersikap dingin, bicara seperlunya, dan tidak tertarik oleh gosip yang ada di sekitarnya. Namun Skaya tidak peduli dengan itu malah yang ada ia selalu terpesona melihat Darren.
Suatu hari tanpa sengaja Skaya mengetahui rahasia Darren, ternyata semuanya tentang masalalu yang terjadi di kehidupan Darren, masalalu yang begitu menyakitkan dan di penuhi oleh janji yang tidak akan ia ingkar sampai kapanpun. Skaya sadar waktu begitu singkat untuk mendekati Darren.
Ditengah fikiran itu, Skaya berusaha mendekati Darren dengan caranya sendiri. Apakah usahanya akan berhasil? Ataukah waktu yang terbatas di sekolah akan membuat cinta itu hanya menjadi kisah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azra amalina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kembalinya Raven Jati Diri Skaya

Malam itu, setelah sampai di rumah, Skaya duduk di kamarnya, menatap cermin dengan tatapan kosong. Peristiwa hari ini membuatnya sadar, dia tidak bisa terus bersembunyi di balik kehidupan "normal." Dia sudah terlalu lama meninggalkan jati dirinya yang sebenarnya.

Dengan mantap, Skaya membuka lemari dan menarik keluar sebuah jaket kulit hitam dengan emblem khas di punggungnya, lambang geng motor yang dulu dia tinggalkan. Raven.

Itulah nama yang dulu membuatnya ditakuti dan dihormati di dunia jalanan. Dengan tangan yang sedikit gemetar, dia meraih helmnya. Cermin di depannya memantulkan bayangan seorang perempuan yang berbeda dari sosok Skaya yang dikenal di sekolah. Malam ini, dia akan kembali. Malam ini, Raven akan turun ke jalan lagi.

------

Kembalinya Raven ke Jalanan

Skaya menyalakan motornya dan melaju ke tempat yang sudah lama tidak ia kunjungi. Jalanan malam masih sama seperti dulu, gelap, liar, dan penuh kebebasan. Angin malam menerpa wajahnya saat ia mempercepat laju motor, menikmati sensasi yang sudah lama ia tinggalkan.

Sampai akhirnya, di sebuah gudang tua di pinggiran kota, suara deru motor memenuhi udara. Lampu-lampu neon menerangi area luas yang dipenuhi para pembalap dan anggota geng motor. Skaya menghentikan motornya di depan mereka. Semua mata langsung tertuju padanya.

Beberapa orang tampak terkejut, sebagian lain saling berbisik. Tapi kemudian, seorang pria dengan jaket kulit merah berjalan mendekat, matanya memperhatikan Skaya dengan seksama sebelum akhirnya tersenyum miring. "Gue pikir lo udah mati, Raven."

Skaya turun dari motornya, melepas helmnya dengan santai, lalu menatap pria itu tanpa ragu. "Gue gak pernah mati, gue cuma istirahat."

Seketika, suasana menjadi hening. Lalu, suara tawa kecil mulai terdengar, diikuti oleh sorakan dari beberapa anggota geng. "Raven balik, bro! Ini gila!"

Beberapa orang mendekat, menepuk bahunya, menyambutnya kembali seperti seorang legenda yang baru kembali dari kegelapan. Tapi di antara semua itu, ada satu orang yang masih berdiri di kejauhan, memperhatikan dengan tatapan tajam.

Darren. Ia datang tanpa suara, berdiri di balik bayangan, menyaksikan semua yang terjadi. Rahangnya mengeras melihat bagaimana Skaya dengan mudahnya kembali ke dunia yang selama ini ia coba lindungi. Malam itu, satu hal menjadi jelas, Skaya bukan hanya gadis lugu biasa. Dia adalah Raven, seorang legenda di jalanan.

------

Darren Menyaksikan Kembalinya Raven

Skaya masih dikelilingi oleh anggota gengnya. Mereka menyambutnya dengan penuh antusias, beberapa bahkan menepuk pundaknya dengan bangga. Namun, di tengah riuhnya pertemuan itu, tatapan Skaya tiba-tiba bertemu dengan sepasang mata yang sejak tadi mengawasinya dari kejauhan.

Darren. Ia berdiri di sana, bersandar pada motornya dengan ekspresi dingin, tapi matanya menyimpan sesuatu yang berbeda, kemarahan, kebingungan, dan mungkin sedikit kekecewaan.

Skaya menelan ludah, lalu perlahan melangkah ke arahnya. Orang-orang di sekitar mulai menyadari kehadiran Darren, suasana menjadi sedikit tegang.

Begitu Skaya berdiri di depannya, ia mencoba membaca ekspresi Darren. Tapi laki-laki itu hanya menatapnya dalam diam. "Lo ngikutin gue?" tanya Skaya, mencoba memecah keheningan.

Darren tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap jaket kulit yang kini dikenakan Skaya, lalu kembali menatap wajahnya. "Jadi ini lo yang sebenarnya?" suara Darren terdengar datar, tapi ada ketegangan di baliknya.

Skaya mengepalkan tangannya. "Ini juga bagian dari gue."

Darren tertawa kecil, tapi tanpa humor. "Jadi selama ini gue yang salah karena ngira lo cuma cewek lugu biasa?"

"Gue gak pernah bilang gue cewek biasa, Darren." Mata mereka saling beradu dalam ketegangan yang belum pernah ada sebelumnya. Darren menarik napas panjang, lalu menggeleng pelan. "Lo tahu ini bahaya, kan?"

"Gue udah hidup di dunia ini sebelum lo tahu siapa gue," jawab Skaya, suaranya tenang tapi tegas.

Darren terdiam. Sekilas, rahangnya mengeras. Lalu, tanpa peringatan, ia meraih pergelangan tangan Skaya dan menariknya menjauh dari kerumunan. "Lo mau ngapain?" tanya Skaya, sedikit terkejut.

Darren tidak menjawab sampai mereka cukup jauh dari semua orang. Kemudian, ia menatapnya tajam. "Kalau lo balik ke sini, lo harus siap dengan konsekuensinya. Ini bukan cuma soal balapan, Skaya Aprilia Siregar. Lo tahu itu."

Skaya menahan napas. "Gue udah siap, Darren. Lo pikir gue balik tanpa mikirin semuanya?"

Darren mengepalkan tangannya. Wajahnya jelas menunjukkan ketidak sukaannya terhadap keputusan ini. "Lo gak perlu masuk ke dunia ini lagi. Lo bisa hidup tanpa harus kembali ke sini."

Skaya menatapnya dalam. "Sama kayak lo?"

Kali ini, Darren terdiam lebih lama. Malam semakin larut, tapi konflik di antara mereka baru saja dimulai. "Lo Takut Kehilangan Gue, Darren?"

Malam semakin larut. Suara motor yang meraung-raung di kejauhan menjadi latar belakang yang samar, sementara Skaya dan Darren berdiri berhadapan di sudut yang lebih sepi.

Skaya bisa melihat ketegangan di rahang Darren, cara matanya sedikit gelap, bagaimana napasnya naik turun dengan berat.

"Lo gak ngerti, Sky." Suara Darren terdengar serak, tapi tegas. "Lo pikir gue cuma marah karena lo balik ke dunia ini? Enggak. Gue marah karena gue tahu apa yang bisa terjadi sama lo kalau lo tetap di sini."

Skaya menelan ludah. "Gue tahu risikonya, Darren. Gue gak takut."

Darren tertawa kecil, getir. "Lo gak takut? Lo tahu siapa yang paling sering bilang gitu? Rama."

Jantung Skaya mencelos. "Dan sekarang dia udah gak ada." Sebuah hantaman tak kasat mata seolah menghantam dadanya.

Darren menatapnya dengan mata yang memerah, bukan karena amarah, tapi sesuatu yang lebih dalam. Sesuatu yang selama ini ia tahan.

"Gue kehilangan saudara gue, Sky. Lo mau gue kehilangan lo juga?" suaranya sedikit bergetar, meskipun ia berusaha menahannya.

Skaya merasa tubuhnya melemah. Ia tidak pernah melihat Darren seterbuka ini. Selama ini, laki-laki itu selalu memasang dinding, menjaga jarak dari siapa pun yang berpotensi membuatnya terluka lagi. Dan sekarang, dinding itu runtuh.

Pelan-pelan, Skaya melangkah mendekat. Tangannya terangkat, ragu-ragu, sebelum akhirnya menyentuh wajah Darren. "Lo takut kehilangan gue?" bisiknya.

Darren memejamkan mata sejenak, seakan pertanyaan itu adalah sesuatu yang menyakitkan. Lalu, ketika ia membukanya lagi, ada sesuatu yang berbeda di sana, sesuatu yang tidak bisa ia sembunyikan lagi.

Dengan satu gerakan, Darren menarik Skaya ke dalam pelukannya, memeluknya erat, seolah memastikan bahwa dia masih ada di sana, masih bernapas, masih nyata. "Iya," akhirnya Darren mengaku, suaranya nyaris tenggelam di antara napasnya. "Gue takut."

Skaya mengeratkan pelukannya, menyadari betapa dalam luka yang selama ini Darren pendam sendiri. Malam itu, di bawah langit yang dipenuhi bintang, dua hati yang terluka akhirnya menemukan cara untuk saling menguatkan. "Gue Gak Akan Pergi, Darren."

Pelukan itu terasa begitu erat, seolah Darren sedang berusaha memastikan bahwa Skaya benar-benar ada di sana, nyata, dan tidak akan menghilang seperti Rama.

Skaya bisa merasakan betapa dinginnya tangan Darren, betapa cepatnya napas laki-laki itu, seakan sedang menahan sesuatu yang selama ini tak pernah ia tunjukkan kepada siapa pun.

Pelan-pelan, Skaya mengangkat kepalanya dari dada Darren dan menatap wajahnya. Mata mereka bertemu dalam keheningan. "Gue gak akan pergi, Darren," bisik Skaya. "Lo gak akan kehilangan gue."

Darren menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba menemukan kepastian dalam kata-kata itu. Lalu, tiba-tiba ia menghela napas berat dan menutup mata. "Gue gak bisa kehilangan siapa pun lagi, Skaya."

Ada sesuatu dalam suaranya yang membuat hati Skaya mencelos. "Lo gak akan kehilangan gue," ulang Skaya, lebih tegas kali ini. "Tapi lo juga harus percaya sama gue. Ini hidup gue juga, Darren. Gue gak bisa terus-terusan lari dari sesuatu yang udah jadi bagian dari diri gue."

Darren menelan ludah. Lalu, tanpa peringatan, ia mengangkat tangannya dan menangkup wajah Skaya dengan lembut, ibu jarinya menyapu pelan di pipi Skaya, seakan mencoba mengukir setiap detail wajahnya di ingatannya. "Lo keras kepala," gumamnya.

Skaya tersenyum kecil. "Lo juga."

Darren mendesah pelan, lalu tanpa berpikir panjang lagi, ia menundukkan kepalanya dan menempelkan keningnya di kening Skaya. "Kalau lo tetep di sini.... Lo harus janji satu hal sama gue."

"Apa?"

Darren menarik napas dalam sebelum menjawab. "Jangan sampai gue harus nyari lo dalam keadaan lo gak bisa gue selamatin."

Dada Skaya terasa sesak. "Gue janji."

Keheningan menyelimuti mereka lagi, tapi kali ini terasa lebih hangat. Dari kejauhan, suara teman-teman mereka mulai terdengar lagi, memanggil nama mereka berdua. Skaya dan Darren saling bertatapan sebelum akhirnya perlahan melepaskan diri dari satu sama lain.

Tapi sebelum benar-benar beranjak, Darren menggenggam tangan Skaya sebentar dan meremasnya pelan. "Lo udah masuk terlalu dalam ke hidup gue, Skaya. Lo gak bisa pergi lagi sekarang."

Skaya tersenyum kecil. "Gue gak mau pergi, Darren."

Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Darren percaya bahwa mungkin... Dia tidak harus kehilangan seseorang lagi. "Lo Rumah Gue, Skaya."

Malam itu berakhir dengan semua orang kembali ke markas geng Darren. Skaya dan Darren berjalan berdampingan, sesekali saling melirik tanpa kata. Ada sesuatu yang berubah, sesuatu yang tak lagi bisa disangkal oleh keduanya. Saat mereka tiba, teman-teman geng langsung bersorak.

"Woy, lama banget! Kalian ngapain aja?" goda salah satu anggota.

"Pasti lagi bikin momen romantis," tambah yang lain, diikuti tawa meledek.

Skaya menghela napas, sementara Darren hanya menatap mereka datar. "Ngapain lo semua masih di sini?" tanyanya dingin.

Gio tertawa kecil. "Santai, bro. Kita nungguin lo. Lagian, lo baru resmi pacaran, kan? Harusnya lo traktir kita!"

Skaya menoleh ke Darren, menahan tawa. "Gimana tuh, bos?"

Darren memutar bola matanya, lalu mengeluarkan dompetnya. "Makan aja sana. Biarin gue sama Skaya."

Sorakan kembali pecah, tapi Darren tidak peduli. Dia menarik tangan Skaya dan membawanya menjauh dari keramaian. Mereka duduk di salah satu sudut markas, hanya ditemani suara motor yang sesekali meraung di luar sana.

Darren menatap langit, lalu menghela napas panjang. "Gue udah lama gak ngerasa kayak gini."

Skaya menoleh. "Kayak gimana?"

Darren menunduk, menatap Skaya dengan mata yang lebih lembut dari biasanya. "Kayak gue gak sendirian lagi."

Dada Skaya menghangat. Dia mengulurkan tangannya, menggenggam jemari Reksa dengan erat. "Lo gak pernah sendirian, Darren. Gue di sini."

Darren menatap tangan mereka yang bertaut, lalu perlahan tersenyum. Senyum kecil, tapi nyata. "Lo rumah gue, Skaya."

Kata-kata itu sederhana, tapi begitu dalam. Sejenak, dunia terasa berhenti. Skaya menatap laki-laki itu, menyadari bahwa di balik semua dinginnya, semua luka yang ia sembunyikan, ada hati yang selama ini hanya butuh seseorang yang bisa tetap tinggal. Dan dia ingin menjadi orang itu.

Tanpa berpikir panjang, Skaya merapatkan tubuhnya ke Darren, membiarkan kepalanya bersandar di bahu laki-laki itu. Malam itu, di antara kebisingan dunia mereka, hanya ada dua hati yang akhirnya menemukan tempatnya masing-masing.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!