NovelToon NovelToon
EGO

EGO

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Wanita Karir / Keluarga
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: si_orion

Maxwell, Daniel, Edric dan Vernon adalah keempat CEO yang suka menghambur - hamburkan uang demi mendapatkan kesenangan duniawi.

Bagi mereka uang bisa membuat mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan bahkan seorang wanita sekalipun akan bertekuk lutut di hadapan mereka berempat demi mendapatkan beberapa lembar uang.

Sampai suatu hari Maxwell yang bertemu dengan mantan calon istrinya, Daniel yang bertemu dengan dokter hewan, Edric yang bertemu dengan dokter yang bekerja di salah satu rumah sakitnya, dan Vernon yang bertemu dengan adik Maxwell yang seorang pramugari.

Harga diri keempat CEO merasa di rendahkan saat keempat wanita tersebut menolak secara terang terangan perasaan mereka.

Mau tidak mau Maxwell, Daniel, Edric dan Vernon melakukan rencana licik agar wanita incaran mereka masuk ke dalam kehidupan mereka berempat.

Tanpa tahu jika keempat wanita tersebut memang sengaja mendekati dan menargetkan mereka sejak awal, dan membuat keempat CEO tersebut menjadi budak cinta

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si_orion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 15

Sore ini Veronica baru menyelesaikan laporan penelitiannya di salah satu lembaga konservasi. Veronica menyusun laporan itu ke dalam sebuah map lalu memasukkannya ke dalam tas.

Setelah berpamitan kepada rekan kerjanya, Veronica menyampirkan tasnya dibahu lalu melangkah menuju luar gedung. Namun, langkahnya terhenti begitu sampai di lobi sebab dua anak buah Daniel berdiri tegap di sana menunggunya.

Veronica mengernyit, dia mengenali dua orang itu karena mereka yang acap Daniel tugaskan untuk mengawalnya. Veronica menaikkan bahunya tak peduli, mungkin Daniel juga sedang berada di sana.

Gadis itu kembali melangkah tapi kedua anak buah Daniel itu dengan cepat menahannya.

"Ada apa?" tanya Veronica mengernyit.

"Tuan Daniel menyuruh kami untuk menjemput Anda, Nona." jawab salah satunya.

Veronica kembali mengernyit. "Kenapa tiba - tiba menjemputku? Apa terjadi sesuatu pada bayinya Woozi?"

Keduanya menggeleng kompak. "Kami hanya diperintahkan untuk menjemput dan membawa Anda."

Veronica sebenarnya tak ingin ikut, tapi dia penasaran kenapa tiba - tiba Daniel menyuruh anak buahnya untuk menjemputnya. Veronica akhirnya mengikuti anak buah Daniel dengan pikiran yang berkecamuk penuh pertanyaan.

30 menit menempuh perjalanan, mereka sampai dirumah Daniel. Veronica langsung dibawa masuk, dan diarahkan ke kamarnya Daniel.

Veronica terkejut ketika di kamar Daniel kini ada sebuah meja rias lengkap dengan segala macam peralatan skincare dan make up. Veronica masih terpaku dengan perubahan kamar Daniel hingga tak sadar bahwa anak buah itu pergi berganti Daniel yang sedang menyandar pada pintu yang sudah tertutup rapat.

Arah mata Veronica beralih pada pintu walking closet yang terbuka. Dia mengernyit saat menemukan pakaiannya telah rapi berjajar disana.

"Kenapa barang - barangku ada disini?" gumam Veronica membuka lemari disana dan menemukan pakaiannya.

"Kau akan tinggal disini."

Veronica langsung berbalik begitu suara Daniel menyapa pendengarannya.

"K-kau? Kenapa barang - barangku bisa ada disini? Kau yang memindahkannya?" tanya Veronica beruntun

Daniel mengangguk santai lalu duduk diatas ranjang. Veronica keluar dari walking closet menghampiri Daniel.

"Kau tak bisa melakukan ini Apa maksudmu?! Kau memindahkan barang-barangku kesini tanpa seijinku, tidak sopan!" protes Veronica.

"Aku tak memerlukan izinmu." jawab Daniel kelewat santai dan angkuh.

Veronica merotasikan bola matanya, pria itu sudah terlalu semana-mena padanya. "Silakan kalau itu maumu, kau boleh memindahkan barang - barangku kesini sesukamu, tapi kau tak bisa memaksaku untuk tinggal disini bersamamu."

"Kau bertanggung jawab atas tumbuh kembang anak - anak Woozi."

"Tapi bukan berarti harus tinggal disini!" bantah Veronica.

Sebenarnya alibi tanggung jawab atas anak-anak Woozi hanyalah omong kosong Daniel, sebab alasan yang sebenarnya adalah untuk menjadikan Veronica miliknya seutuhnya. Keinginan Daniel untuk melihat ekspresi ketakutan Veronica pada satwa buasnya kini berganti dengan obsesi untuk memiliki gadis itu. Sekali menyentuh tubuh Veronica sudah membuat Daniel ketagihan. Dia ingin melakukannya terus bersama Veronica, sehingga dia membawa wanita itu ke rumahnya untuk bisa leluasa menyentuh wanita itu sepuasnya.

"Harus aku ingatkan bahwa kau bukanlah pihak yang bisa menolak apalagi menentang." desis Daniel yang mulai marah, dia tak suka dibantah apalagi dilawan.

"Mulai sekarang kau harus menyiapkan semua kebutuhanku. Pakaianku, makananku, dan kebutuhan biologis ku. Kau tidak bisa tinggal dengan gratis disini, jadi kau harus melayani aku." sambung Daniel.

"Aku tak meminta untuk tinggal disini" dengus Veronica kesal.

"Kenapa kau tidak menyewa wanita saja, kenapa harus aku?" Veronica benar - benar kesal.

Daniel bangkit lalu merengkuh pinggang Veronica. "Karena yang aku inginkan adalah kau. Tubuhmu, bibirmu, dan suara desahanmu yang aku inginkan." bisik Daniel.

Veronica menepis tangan Daniel dari tubuhnya, dia hendak pergi untuk mendinginkan otaknya.

"Kau tak boleh pergi kemana pun tanpa izin dan pengawasan dariku." ucap Daniel menghentikan langkah Veronica.

"Jangan pernah mencoba untuk melawan dan memberontak, karena aku masih memiliki kartu As mu." ujar Daniel.

Veronica mendengus, dia sebenarnya bisa saja menjadikan video itu bumerang untuk Daniel. Dia bisa menjatuhkan Daniel dengan mengungkap kebejatannya dengan video itu sebagai bukti. Namun dia memikirkan keluarganya. Veronica tak ingin diasingkan dari keluarganya jika mereka tahu bahwa putri tunggal mereka kini telah dirusak.

Keluarga Veronica sangat keras, mereka tak bisa mentoleransi hal yang salah. Saat Veronica mendapatkan nilai jelek saat sekolah pun, Veronica di asingkan selama 1 minggu, bagaimana jika sampai mereka tahu bahwa sekarang Veronica sudah tidak perawan, mereka akan menganggap Veronica sebagai aib keluarga.

Apalagi mindset masyarakat luas lebih cenderung menyalahkan korban pelecehan daripada pelakunya. Mungkin Daniel akan tetap aman dengan bersembunyi dibalik mindset masyarakat yang salah itu, tapi bagaimana dengan Veronica?

Bukan hanya dirinya yang akan jadi bahan tunjukan telunjuk orang, tapi karirnya juga akan ikut hancur, keluarganya juga pasti akan mengasingkannya.

Veronica tak punya pilihan, kenapa disaat seperti ini pihak wanita yang selalu di pojokkan meskipun mereka adalah korban?

Veronica ingin menangis rasanya, padahal kemarin hidupnya baik - baik saja. Tapi semenjak hari pemeriksaan itu, hidupnya perlahan hancur dan mulai menjadi boneka Daniel. Seharusnya dulu dia menolak.

"Kau tak akan bisa lepas dariku, sayang." bisik Daniel setelah kembali mendekat dan merengkuh pinggang Veronica.

"Bersamaku kau tak akan mendapat kerugian, kau akan mendapatkan kemewahan dan kesenangan. Kau hanya perlu melayani aku disini." sambung Daniel.

Veronica memejamkan matanya ketika tangan Daniel mulai kemana - mana. Dia ingin memberontak, tapi otaknya terlalu lelah untuk mengirimkan sinyal pada tubuhnya untuk memberontak.

Veronica kini hanya bisa pasrah, bahkan ketika Daniel mulai menyentuh titik - titik tubuhnya.

"Tugas pertamamu. Kali ini, aku yang akan memimpin. Kau cukup terima dan menikmati." ucap Daniel sebelum melempar Veronica ke atas tempat tidur dan mulai kegiatannya.

Veronica tak melawan ataupun menerima, dia hanya diam dan pasrah. Ya, dia pasrah. Ingin melapor pun, dia harus melapor pada siapa? Ujung-ujungnya toh akan tetap dia yang disalahkan.

'Salah sendiri memiliki tubuh yang seksi.'

'Salah sendiri berani menggoda bos.'

Dan ribuan kalimat 'salah sendiri' yang akan menjadi nyanyian kematian untuk Veronica. Veronica sudah terjebak, orang - orang akan menyalahkannya daripada menolongnya. Karena itu, Veronica harus menolong dirinya sendiri.

***

Tubuh Olivia rasanya remuk dan penuh oleh angin setelah 48 jam full dia di dalam pesawat. Dia melangkah dengan lesu menuju unit apartemennya.

Olivia ingin segera merendam tubuhnya yang kelelahan itu ke dalam bathtub yang penuh dengan busa dan air hangat. Dia ingin merilekskan otot tubuhnya yang terasa tegang akibat penerbangannya yang lama.

Dan satu hal lagi, Olivia berharap arsitek gila itu tak mengganggunya sekarang.

Olivia membuka unit apartemennya, dan begitu kagetnya dia ketika di ruang tengah sudah ada Aron yang sedang duduk diam menunggunya.

"Papa?" pekik Olivia.

Tumben sekali orang tua itu datang ke apartemennya, biasanya jika ada keperluan dia yang akan memanggil anak - anaknya untuk datang ke rumah utama.

Semenjak posisinya di gantikan oleh Maxwell, Aron kini hanya berdiam diri di rumah sambil merawat tanaman hiasnya di halaman belakang. Semenjak ditinggal oleh istrinya, Aron jadi sering sakit - sakitan apalagi di usia rentanya kini.

"Duduk." suruh Aron dengan suara dingin.

Pria tua itu menatap Olivia dengan sorot mata yang tajam dan menakutkan. Lantas, wanita itu pun duduk diseberang Aron tanpa menyimpan koper dan barang - barangnya terlebih dahulu di kamar.

"Ada apa, Pa?" tanya Olivia hati - hati. Pasti ada hal yang sangat penting sampai pria itu datang kemari.

"Kau masih bertanya ada apa? Oh astaga Olivia, kau sungguh sudah membuat malu keluarga." sinis Aron.

Olivia semakin mengernyitkan keningnya. Mempermalukan keluarga? Memangnya apa yang sudah Olivia perbuat?

"Tak usah berpura - pura bodoh! Kau pikir Papa tak tahu selama ini kau menjalin hubungan dengan Vernon Harvey? Kalian bahkan sudah tinggal bersama." sambung Aron membuat Olivia membulatkan matanya.

Tinggal bersama dengan Vernon? gosip darimana itu.

Olivia memang berniat untuk melaporkan kegilaan Kakaknya dan arsitek tua itu pada Aron, tapi Olivia belum sempat.

"Pa, Kak Maxwell yang menjadikan aku objek perjanjian dia dengan Vernon. Aku berhubungan dengan dia karena Kak-"

"Jangan bawa - bawa nama kakakmu. Kau yang sudah menggoda Vernon, kau tak malu dengan perbuatanmu itu? Bagaimana jika rumor itu menyebar ke publik? Kau mau membuat malu Papa dan Maxwell?!" potong Aron.

"Aku tak pernah menggoda dia, Pa." bantah Olivia.

"Lalu bagaimana bisa kalian berhubungan bahkan sampai tinggal bersama jika bukan kau yang menggodanya lebih dulu." tuduh Aron.

"Kenapa tidak Papa tanyakan pada anak kesayangan Papa itu? Kenapa Papa terus menyalahkan aku?! Disini aku korbannya, Pa." seru Olivia.

Selama ini memang Aron memperlakukannya berbeda dengan Maxwell hanya karena Olivia adalah seorang perempuan. Aron selalu membanggakan Maxwell tapi dia tak pernah membanggakan Olivia. Aron bisa memaafkan kesalahan Maxwell tapi Aron tak pernah bisa memaafkan kesalahan Olivia.

Selama ini Olivia selalu diam atas perlakuan tak adil Ayahnya. Dia hanya menyimpan semua rasa sakit dan kesalnya di dalam hati. Selama ini hanya mendiang ibunya yang paling mengerti Olivia. Hanya Ibunya yang selalu ada untuknya. Namun semenjak Ibunya pergi, Olivia tak lagi memiliki tempat bersandar dan alasan untuk tetap tinggal dirumah. Olivia memilih pergi karena tanpa Ibunya, dia tak bisa menghadapi Aron sendirian.

"Kau mau menyalahkan Maxwell atas perbuatan memalukanmu?" sinis Aron.

Olivia menghela nafasnya, dia mencoba menenangkan diri. Dia ingin menangis sekarang, tapi dia tak ingin terlihat lemah oleh orang tua itu. Olivia akan membuktikan bahwa dia adalah anak yang kuat dan mandiri.

Aron kemudian melemparkan foto - foto dimana posisi Olivia seperti sedang menggoda Vernon. Bahkan Aron juga menyerahkan ponselnya yang berisi permainan panas Olivia dan Vernon saat di pesawat, di video itu Olivia yang terlihat berada diatas Vernon.

"Kau masih mau mengelaknya?"

"Silakan Papa asumsikan bahwa aku yang salah, karena sebesar apapun usahaku untuk menyangkal, Papa tak akan pernah percaya padaku." ucap Olivia tenang.

Aron mendengus. "Karena kenyataannya adalah ucapanku benar."

Aron mengambil kembali ponselnya dan menelepon orang tua Vernon merencanakan pertemuan keluarga.

"Aku akan memaafkanmu kali ini, karena kau menggoda pria yang mapan seperti Vernon. Ini adalah terakhir kalinya kau mempermalukan keluargaku. Beruntung Vernon mau bertanggung jawab atas janin yang ada dalam rahimmu. Karena jika sampai tak ada yang mau bertanggungjawab, akan ku pastikan kau tak akan pernah lagi dikenal sebagai Klan Addison." ucap Aron dingin dan menusuk sebelum pergi meninggalkan Olivia yang mematung ditempat.

Hamil? Siapa yang hamil? Olivia bahkan baru selesai menstruasi, bagaimana bisa dia tiba - tiba hamil?

Olivia menarik nafasnya dalam lalu mulai terisak setelah Aron menutup pintu apartemennya dengan keras. Olivia menangis sekerasnya, dia menangisi dirinya yang selalu menjadi korban ketidakadilan Aron.

Aron selalu menyalahkan Olivia saat dia terlibat dalam masalah, meskipun Olivia bukan pelakunya. Aron tak pernah mau mendengarkan penjelasan Olivia, pria itu selalu menjudge Olivia dengan apa yang dia dengar tanpa meminta penjelasan dulu padanya.

Sekarang dia tak tahu bagaimana kelanjutan hidupnya. Dia tak tahu bagaimana dia nanti, apakah dia akan menjadi bahan omongan saat pertemuan keluarga nanti? Apa Aron justru akan menyudutkannya daripada membelanya?

Semua ini gara - gara Maxwell dan Vernon. Kedua pria itu yang sudah memasukan Olivia ke dalam perjanjian mereka. Maxwell kakak brengsek yang memasukan adiknya sendiri kedalam jebakan. Dan Vernon yang Olivia yakini yang sudah membuat rumor menjijikan itu pada Aron.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!