"Putuskan anak saya sekarang juga! Saya sudah menyiapkan sosok laki-laki yang lebih pantas buat dia daripada kamu yang hanya seorang montir."
"Maaf Pak, tapi anak anda cintanya cuma saya."
Satya Biantara, seorang pria yang hanya bekerja sebagai montir tiba-tiba malah di buat jatuh cinta oleh seorang gadis dari keluarga kaya, dia lah Adhara Nayanika.
"Mas Bian, kita kawin lari aja yuk!"
"Nggak ah capek, enak sambil tiduran."
"Mas Biaaaaannn!!"
Follow IG : Atha_Jenn22
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atha Jenn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Si Arsen kenapa kayak jelangkung sih, kemarin siang aja baru ketemu di rumah, ini bisa-bisanya malah ketemu di stasiun. Mana tingkat percaya dirinya bikin pusing kepala lagi."
Dhara menggerutu sambil berjalan menuju parkiran, kegalauannya semakin bertambah saat mengetahui Mas crushnya harus pulang kampung.
"Berasa banget di tinggal Mas Bian, baru aja mau mulai ngejar-ngejar doi, eh malah di tinggal pergi pas sayang-sayange. Kira-kira bakal kangen nggak ya?" ucap Dhara bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Gadis itu lalu melajukan mobilnya, kampus adalah tujuannya saat ini.
Sedangkan di dalam kereta, Bian tak bisa mengenyahkan bayangan Dhara. Wanita itu semakin menguasai pikirannya.
"Adhara Nayanika..." gumam Bian tersenyum tipis.
Dhara akhirnya sampai di kampus. Baru saja turun, dia sudah di cegat Raya.
"Ada apa ya?" tanya Dhara.
"Lu suka kan sama Mas Satya? Lu pasti udah goda dia kan, sampai dia putusin gue!!" marah Raya pada Dhara.
"Wahh akhirnya putus juga ya, alhamdulillah deh. Kasihan banget Mas Bian punya cewek model pengeretan kayak lu" ucap Dhara dengan ekspresi senang dan antusias.
"Brengsek lu! Lu harus di kasih pelajaran" tanpa aba-aba tiba-tiba Raya langsung menjambak rambut panjang Dhara.
"Arghhhh...sakit gila!!" teriak Dhara merasakan sakit dan perih di kulit kepalanya.
"Biar lu petak sekalian biar nggak ada yang suka sama lu lagi. Dasar penggoda pacar orang."
Dhara pun dengan cepat ikut meraih rambut Raya, di tariknya juga dengan sekuat tenaga.
"Lu lepas atau gue makin tarik ini!!" ancam Dhara.
Raya pun dengan perlahan melepas genggaman rambut Dhara.
"Dasar gila! Sinting!" umpat Dhara saat Raya tiba-tiba pergi begitu saja.
"Mas Bian bisa-bisanya jadiin tuh orang pacarnya, apa yang di lihat sih ya ampun."
Dhara merapikan rambutnya yang tampak berantakan. Tiba-tiba Aletta menghampirinya.
"Dhara, katanya ada tamu penting dari kampus, mantan alumni sini yang semakin sukses dan bersinar gitu. Ayo cepat, untuk melihat orang ganteng harus duduk di depan."
Aletta menarik paksa tangan Dhara, dengan malas pun Dhara tetap mengikuti temannya itu. Dan beruntungnya masih ada sisa dua kursi.
Dan benar saja baru juga duduk, seorang pria dengan penampilan begitu rapi dan berwibawa berjalan masuk. Suara riuh terdengar dari mulut para mahasiswi saat melihat pria yang di depan mereka. Mungkin hanya Dhara yang menatap pria itu biasa aja.
"Astaga Dhara, pangeran dari kerajaan mana itu Dhara? Gantengnya nggak ada obat sumpah!!" puji Aletta, gadis itu sampai tak berkedip.
"Ganteng darimana nya sih? Perasaan B aja deh" ucap Dhara.
"Hah...sepertinya mata lu semakin parah minusnya Dhar, bisa-bisanya lu nilai b aja. Dia Arsen Nawasena Dhara, sosok pria bak pangeran dari keluarga Nawasena yang ketampanannya nggak di ragukan lagi."
"Ya mau dia dari keturunan siapa aja, kalau di mata gue dia b aja ya b aja Letta!"
"Mata lu udah kesirep sama Mas Satya sih, jadi orang lain biasa aja di mata lu" ucap Letta, Dhara hanya mengendikan bahunya.
"Ngomongin Mas Bian jadi kangen kan" batin Dhara.
Arsen sendiri sedari tadi terus memperhatikan Dhara. Sedangkan Dhara sendiri sama sekali tak ingin melihat pria yang di depannya itu.
Para mahasiswi banyak yang mencari perhatian seorang Arsen.
"Gila Dhara, senyumnya itu lho maut banget" ucap Aletta yang terus memperhatikan Arsen.
"Awas nyawa lu ikut kecabut" sahut Dhara dengan entengnya.
Plakkk!!
"Awh...apa sih Letta!!" pekik Dhara mengusap lengannya yang di geplak Aletta.
"Ya siapa suruh tuh mulut lemes banget coba, sekate-kate..."
Dhara langsung tertawa mendengar omelan dari Aletta. Membuat perhatian Arsen kembali tertuju pada gadis itu.
"Sstt! Astaga si Dhara emang oon banget sumpah" gumam Aletta lirih, gadis itu langsung tersenyum canggung.
"Sekiranya tidak ingin mendengar materi dari saya, saya persilahkan keluar" ucap Arsen tegas, dia ingin melihat sejauh mana keberanian seorang Dhara.
"Dhara, lu nggak niat keluar kan?" bisik Aletta.
Dhara sendiri mengambil tasnya, gadis itu langsung berdiri dan berjalan ke depan.
"Saya keluar Pak!"
Dhara menatap ke arah Arsen sekilas kemudian berlalu keluar dari kelasnya. Arsen sendiri tersenyum tipis melihat tingkah Dhara.
"Semakin membuat penasaran" batin Arsen.
***
Sementara itu setelah menempuh kurang lebih 6 jam perjalanan, akhirnya Bian sampai juga di kota kelahirannya, Jogja. Pria itu memilih naik becak sekalian menikmati keindahan Jogja di sore hari.
"Kamu pasti suka kalau aku ajak kesini Dhara" batin Bian, membuat sudut bibirnya terangkat. Entah setiap melihat sesuatu yang unik atau indah, Bian tiba-tiba teringat akan Dhara.
Bian masih tidak bisa melupakan saat dirinya membawa Dhara ke pasar tradisional dan wanita itu bukannya mengeluh tapi malah begitu terlihat excited.
"Akankah semuanya mulus, tapi sepertinya tidak. Aku memang tak tahu diri Dhara, tanpa sadar aku mulai tertarik sama pesona kamu" gumam Bian seraya menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi.
Bian akhirnya sampai di sebuah rumah sederhana dengan halaman yang cukup luas, di sekitarnya terdapat berbagai macam pepohonan, ada pohon mangga, jambu, bahkan pohon belimbing pun ada, suasana teduh dan asri khas pedesaan.
Bian melangkahkan kakinya, di lihatnya wanita yang sudah tak lagi muda itu sedang duduk dengan alat sulam di tangannya.
"Assalamualaikum Ibu,"
"Wa'alaikumsalam__" wanita itu termangu melihat kedatangan seseorang yang tak lain adalah putranya sendiri itu.
"Bapak...Pak, Satya pulang Pak" teriak wanita itu, Bian pun langsung mendekat, di ciumnya tangan sang Ibu.
Wanita itu langsung memeluk putra satu-satunya itu.
"Duh Le, akhirnya pulang juga kamu. Ibu sama Bapak kangen banget lho Le sama kamu, sampai Ibu ngira kalau kamu lupa jalan pulang" ucap wanita itu sambil memukul pelan punggung Bian.
Bian sendiri tertawa kecil, "Maafin Satya ya Bu, Ibu udah sehatkan?" tanya Bian seraya mengurai pelukannya.
"Alhamdulillah Le, biasa lah Le penyakit orang tua. Kamu sendiri gimana sehat kan, si Bhumi nggak kamu ajak kesini?"
"Ibu di jaga makanannya ya, nggak usah mikir yang berat-berat, pokoknya Ibu harus sehat terus..."
"Ibu cuma ingin lihat kamu nikah lho Le, usiamu udah 26 tahun, apa belum ada yang mau di ajak serius? Asalkan bukan pacar kamu yang sebelumnya itu, Ibu nggak suka sama dia."
"Masih muda lah Bu usia Satya, Satya udah putus Bu sama Raya."
"Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar. Meskipun kamu nggak cerita tapi Ibu tahu bagaimana wanita itu sebenarnya."
Bian tersenyum, "Iya Bu, iya."
"Waah Mbak Sri anaknya pulang ya.." sapa seseorang dari luar pagar.
"Enggih Mbak yu, sini mampir" sahut Bu Sri.
"Waah maturnuwun Mbak, udah mau magrib besok lagi aja."
"Yo wis yo wis, ati-ati ya Mbak yu."
Bian pun mengajak sang Ibu untuk masuk ke rumah. Pria itu langsung bersalaman dengan Bapaknya sekaligus memeluk pria yang sudah di penuhi uban di rambutnya itu.
"Bapak sehat?"
"Sehat Le, kamu gimana sehat juga kan?"
"Alhamdulillah sehat Pak."
Mereka pun berbincang-bincang sampai akhirnya Bian tertidur di atas kursi sambil mendengar cerita dari Bapak dan Ibunya.
"Satya sepertinya kelelahan ya Pak."
"Iya Bu, biarkan dia menikmati tidur dulu. Jangan di bangunin" peringat Bapak dari Bian.
/Sob//Sob/