Sena, gadis tujuh belas tahun yang di abaikan oleh keluarganya dan di kucilkan oleh semua orang. Dia bunuh diri karena sudah tidak tahan dengan bullying yang setiap hari merampas kewarasannya.
Alih-alih mati menjadi arwah gentayangan, jiwa Sena malah tersesat dalam raga wanita dewasa yang sudah menikah, Siena Ariana Calliope, istri Tiran bisnis di kotanya.
Suami yang tidak pernah menginginkan keberadaannya membuat Sena yang sudah menempati tubuhSiena bertekad untuk melepaskan pria itu, dengan begitu dia juga akan bebas dan bisa menikmati hidup keduanya.
Akankah perceraian menjadi akhir yang membahagiakan seperti yang selama ini Siena bayangkan atau justru Tiran bisnis itu tidak akan mau melepaskan nya?
*
Ig: aca0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Hari sudah larut saat Siena dan Erlan tiba di mansion Harrison. Siena langsung pergi ke kamarnya, meski sudah tidur di pesawat, Siena masih sangat lelah. Ia butuh istirahat.
" Ada apa?" Tanya Siena saat Erlan ikut masuk.
Erlan menaikkan sebelah alisnya meminta penjelasan lebih dari pertanyaan Siena.
"Kenapa kamu ikut masuk?"
"Ini juga kamarku."balas Erlan seraya membaringkan dirinya di ranjang, matanya tak lepas dari Siena yang sedang duduk di meja rias.
"Aku tahu. Tapi biasanya kau tidak mau tidur satu ranjang denganku,"ujar Siena kesal dengan perilaku aneh Erlan. Melalui ingatan tubuh ini, siena mengetahui kenyataan menyesakkan Erlan tidak mau tidur dengan Siena. Ia bahkan yakin, mereka belum melakukan hubungan selayaknya suami istri.
Siena juga tidak mengharapkannya, namun tetap saja kesal.
"Mulai hari ini aku akan tidur disini." Tegas Erlan lalu menutup matanya. Tidak boleh ada bantahan. Siena mencibir, Erlan selalu bersikap seenaknya.
"Terserah saja."Siena berlalu ke kamar mandi, tidak bisa tidur kalau tidak membersihkan diri sebelum tidur.
Mendengar suara pintu tertutup, Erlan membuka matanya. Sejak pertemuan dengan Diego dan Gladys di restoran, Erlan merasa ada yang tidak beres dan ada sesuatu yang terjadi di masa lalu Siena. Di masa Siena belum datang ke Limerick.
Erlan mengubah posisi menjadi bersandar lalu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi asistennya.
"Ya, tuan." Balas Matthew dari seberang telepon.
"Aku mengirimkan foto seseorang, cari tahu latarbelakang nya dan informasi sekecil apapun tentangnya. Aku ingin kau melaporkan nya dalam dua hari." Selesai memberi perintah, Erlan langsung mematikan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban Matthew karena ia tahu pria itu akan langsung menjalankan tugasnya.
Matthew sudah berkerja selama sepuluh tahun sebagai asisten Erlan. Dia sangat kompeten dan menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, itu juga yang membuat Erlan enggan mengganti asisten meski terkadang pria itu menyulut emosi nya.
Erlan melirik kearah pintu kamar mandi, mengingat sebentar lagi Siena akan keluar Erlan kembali berbaring dan berpura-pura tidur. Erlan tidak mau terlihat seperti sedang menunggu, ia tidak mau Siena besar kepala karena Erlan menunggunya.
Siena keluar dari kamar mandi sudah memakai baju tidur, melirik sekilas ke ranjang lalu memilih duduk di dekat jendela. Ia membuka ponselnya, menelusuri galeri dan dahinya bertaut bingung kala tidak menemukan satupun foto Erlan.
Bukankah Siena sangat mencintai Erlan lalu kenapa tidak ada satupun foto pria itu dalam galeri nya. Bahkan foto pernikahan mereka juga tidak ada.
Siena menggeleng, mencoba mengusir perasaan tidak nyaman ketika semakin menggulir ke bawah semakin aneh isi nya. Tidak ada foto siena ataupun foto teman-temannya, hanya ada potret langit saat mendung, langit di malam hari dan berbagai potret dalam nuansa gelap serta quotes putus asa.
"Apa yang sebenarnya terjadi dengan hidup Siena? Keluarga nya lengkap, mereka menyayanginya, tetapi kenapa foto-foto ini menyiratkan bahwa dia tidak bahagia."gumam Siena tidak mengerti, semakin ia menelusuri galeri membuat nya semakin bingung.
Oh, ayolah, di kehidupan pertamanya Siena sudah cukup lelah dan menderita lalu di kehidupan kedua ia harus menyingkap misteri hidup siena asli. Tidak ada yang memaksa nya, tapi Siena merasa punya kewajiban untuk mencari tahu semuanya.
Siena meletakkan ponselnya di lantai lalu menyandarkan badannya ke sandaran kursi dan memejamkan mata. Tubuhnya sangat lelah dan ia terlalu malas untuk tidur bersama Erlan.
...°°°...
Pagi harinya saat terbangun Siena sudah ada di ranjang, pasti Erlan yang memindahkannya. Dengan langkah gontai dan mata setengah mengantuk Siena berjalan ke kamar mandi.
Siena terlalu malas untuk mandi pagi ini, jadi ia hanya mencuci muka dan menggosok gigi. Setelah selesai dengan aktivitas di kamar mandi, Siena pun pergi ke ruang makan. Cacing-cacing di dalam perut nya sudah demo dan minta diberi makan.
"Nyonya mau sarapan apa?" Popy meninggalkan pekerjaannya dan menghampiri Siena yang baru datang.
"Buatkan aku spaghetti,"
"Ini masih terlalu pagi untuk makan spaghetti, Nyonya. Anda bisa sakit perut, bagaimana kalau-"
"Diam! Aku mau makan spaghetti,"potong Siena cepat, tidak mau mendengarkan segala nasehat yang hendak di katakan oleh Popy.
"Baik, nyonya." Popy menurut, lagipula ia hanya pembantu di rumah ini dan tidak punya hak untuk mengatur Siena. Hanya saja, Popy khawatir dengan kondisi kesehatan Siena yang menurun belakangan ini.
Siena duduk menunggu di meja makan, ia tidak melihat Erlan, mungkin sudah pergi ke kantor.
" Popy, kau tau Erlan kemana?" Tanya Siena ketika wanita itu meletakkan satu piring spaghetti di depannya.
"Sudah berangkat ke kantor, Nya."jawab Popy.
Siena mengangguk mengerti, matanya berbinar melihat spaghetti, "Terimakasih." Ucapnya lalu mulai makan.
"Saya permisi, Nya." Popy kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
Siena sudah menyusun beberapa jadwal, hari ini ia akan menemui mama nya dan menanyakan semuanya pada mama. Orang tuanya pasti tahu tentang Siena dan teman-teman Black rose nya.
...°°°...
Di dalam apartemen mewah di seberang kantor perusahaan, Erlan duduk dengan wajah dingin dan matanya yang tajam menyorot penuh selidik pada Cindy yang duduk di depannya.
"Sayang..."Cindy berdiri, ia berpindah duduk ke pangkuan Erlan, jemari lentiknya mengusap lembut rahang tegas Erlan. Senyum manis tidak luntur sedikitpun di wajah cantiknya, "kau marah?"
" Kenapa pergi tanpa mengabari ku dan menonaktifkan ponselmu?" Tanya Erlan dingin sembari menepis tangan Cindy, mengangkat tubuh mungilnya lalu memindahkan dari pangkuannya ke sofa di depannya. Erlan sangat risih di sentuh Cindy setelah Cindy membohonginya. Erlan benci dengan orang yang tidak jujur.
"Indonesia kampung halaman ibuku, aku hanya menenangkan diri kesana. Kau tau kan, beberapa waktu lalu pekerjaanku sedikit sulit, aku stres, Er. Aku butuh liburan dan Indonesia adalah negara yang tepat." Kata Cindy sedih.
"Apakah penjara adalah tempat liburan yang nyaman?" Tanya Erlan sarkas, berani sekali wanita ini membohonginya. Erlan memang mencintai Cindy, tapi cinta tidak akan pernah membuatnya bodoh. Perasaannya tidak akan pernah melebihi cara kerja logikanya. Dan sepertinya Cindy ingin bermain-main dengan seorang Erlan Dallin Harrison.
Wajah Cindy berubah cemas, ia lupa kalau Erlan bisa memantau kemana pun ia pergi. Tapi, bukan Cindy namanya kalau tidak bisa membuat alasan yang masuk akal, dengan lembut ia menjelaskan, "Sahabatku di penjara disana, aku menjenguknya dan tidak ada hal lainnya. Kau bisa mencaritahu sendiri jika tidak percaya."
"Benarkah?" Tanya Erlan masih tidak percaya.
Cindy mengangguk, berjalan ke belakang Erlan dan memeluk manja leher Erlan. Cindy menaruh dagunya diatas kepala Erlan lalu berbisik, " Tentu saja. Aku tidak akan mengkhianati cinta kita, meskipun saat ini kau sudah menjadi suami orang lain, aku masih disini mencintaimu."
"Pernikahan ini juga bukan keinginanku," Entah kenapa kali ini saat mengatakan itu lidah Erlan kelu, hatinya menjadi resah namun dengan cepat di tepis. Erlan meraih tangan Cindy lembut, dan membawanya ke pelukannya
Erlan memeluk Cindy erat, melampiaskan kerinduannya namun mengapa resah di hatinya enggan beranjak pergi. Pelukan ini, tidak lagi terasa nyaman dan itu membuat Erlan semakin tidak tenang.
...***...
Jangan lupa like, komen dan vote...