NovelToon NovelToon
Bencana Gaun Pengantin

Bencana Gaun Pengantin

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Nikahmuda / Nikah Kontrak / Pengantin Pengganti Konglomerat / Pelakor jahat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Eouny Jeje

Anna tidak pernah membayangkan bahwa sebuah gaun pengantin akan menjadi awal dari kehancurannya. Di satu malam yang penuh badai, ia terjebak dalam situasi yang mustahil—kecelakaan yang membuatnya dituduh sebagai penabrak maut. Bukannya mendapat keadilan, ia justru dijerat sebagai "istri palsu" seorang pria kaya yang tak sadarkan diri di rumah sakit.

Antara berusaha menyelamatkan nyawanya sendiri dan bertahan dari tuduhan yang terus menghimpitnya, Anna mendapati dirinya kehilangan segalanya—uang, kebebasan, bahkan harga diri. Hujan yang turun malam itu seakan menjadi saksi bisu dari kesialan yang menimpanya.

Apakah benar takdir yang mempermainkannya? Ataukah ada seseorang yang sengaja menjebaknya? Satu hal yang pasti, gaun pengantin yang seharusnya melambangkan kebahagiaan kini malah membawa petaka yang tak berkesudahan.

Lalu, apakah Anna akan menemukan jalan keluar? Ataukah gaun ini akan terus menyeretnya ke dalam bencana yang lebih besar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eouny Jeje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kehadiran Presiden

MC berdiri di tengah panggung, sorot lampu menyorotnya dengan gemilang. Suasana aula yang semula penuh dengan percakapan lirih perlahan meredup saat ia mengangkat mikrofon dan mengumumkan dengan suara penuh takzim.

“Hadirin sekalian, tibalah kita di puncak acara. Malam ini, kita akan menyaksikan lelang sebuah mahakarya terakhir—gaun pengantin yang bukan sekadar kain dan jahitan, melainkan warisan seorang legenda. Anthony Liu, sang maestro, telah menuangkan seluruh jiwa dan seninya dalam rancangan terakhir ini, sebuah persembahan yang akan dikenang sepanjang zaman.”

Namun sebelum kata-katanya selesai, seorang protokol tiba-tiba datang mendekat, berbisik cepat di telinganya. Sejenak, mata MC melebar. Seperti tersambar petir di siang bolong, ekspresinya berubah drastis—antara keterkejutan, kekaguman, dan kehormatan yang teramat dalam.

Lalu, dengan suara yang sedikit bergetar namun sarat akan penghormatan, ia mengumumkan:

“Hadirin sekalian… sebuah kehormatan yang tiada tanding malam ini. Di antara kita, telah tiba pemimpin dari negeri besar, Sang Pilar Kekuatan, Pembawa Cahaya Kejayaan… Yang Mulia, Presiden Alex Qin dari Tianrong!”

Seisi aula terdiam. Satu detik. Dua detik. Lalu, seperti gelombang badai yang menggulung lautan, riuh rendah memenuhi ruangan.

Pintu gerbang aula terbuka perlahan. Dalam keheningan yang penuh ketegangan, seorang pria melangkah masuk—wibawanya bagaikan gunung yang tak tergoyahkan, kehadirannya bagaikan matahari yang menyinari jagat.

Di bawah cahaya lampu gantung kristal yang berkilauan, sosoknya tegak, auranya mendominasi seisi aula. Tak ada yang berani mengalihkan pandangan. Dialah pemimpin sebuah negeri adidaya, pria yang satu kata darinya dapat mengubah nasib bangsa.

Bisik-bisik mulai menyebar, terengah-engah antara keterkejutan dan rasa hormat yang mendalam. Anthony Liu menahan napas. Sebuah rumor lama mendadak menyeruak kembali dalam benaknya—tentang pakaian yang kerap dikenakan oleh Presiden dan Ibu Negara, yang dikabarkan merupakan hasil tangan dinginnya sendiri. Dan kini, pria itu berdiri di hadapannya, menghadiri acara yang dikhususkan untuknya.

Saat Presiden Alex Qin berjalan melintasi karpet merah, para tamu perlahan berdiri, memberi penghormatan tanpa diminta. Di belakangnya, barisan pengawal berjas hitam mengikuti dengan langkah kokoh, menambah aura kekuasaan yang sudah memenuhi ruangan.

Protokol menunduk hormat sebelum mengarahkan sang Presiden menuju kursinya—bersebelahan dengan Ethan, di meja utama.

Dari sudut ruangan, Anna membeku. Matanya membesar, otaknya berusaha memahami apa yang baru saja terjadi.

Siapa yang baru saja datang?

Siapa pria yang duduk di sebelah Ethan?

Jantungnya berdetak liar saat kesadaran itu menamparnya—

Itu Presiden Alex Qin.

Dan ia duduk satu meja dengan Ethan Ruan.

Di ruangan yang penuh kemewahan, di bawah langit-langit berlapis emas, dua pria itu berbagi meja yang sama.

Kebetulan? Atau takdir sedang mengungkapkan sesuatu yang jauh lebih besar?

Anna terpaku di tempatnya. Tangannya mengepal, napasnya tercekat. Ethan hanya bertukar sapaan singkat dengan Presiden Alex Qin, lalu kembali fokus ke panggung, seolah kehadiran pria paling berkuasa di Tianrong itu bukanlah sesuatu yang luar biasa.

Namun, bagi Anthony Liu, malam ini adalah kejutan yang mengguncangkan hatinya.

Ia berdiri mematung, merasakan dadanya bergetar hebat, matanya berkaca-kaca. Seumur hidupnya, ia telah menciptakan keindahan—menenun impian dalam kain, menyulam harapan dalam benang, dan menempatkan mimpinya di atas panggung-panggung termegah di dunia. Tapi tidak pernah sekalipun ia membayangkan bahwa di malam terakhirnya sebagai perancang, pemimpin negeri ini akan hadir… hanya untuknya.

Langkahnya terasa berat saat ia maju ke depan. Udara di aula begitu padat, menyelimuti setiap hadirin dalam keheningan yang mendalam. Suaranya sedikit bergetar, tetapi ketulusannya mengalir dalam setiap kata yang ia ucapkan.

“Yang Mulia… Presiden Alex Qin.”

Anthony menelan ludah, berusaha mengendalikan emosinya yang nyaris pecah. Ia melihat pemimpin itu berdiri di hadapannya—sosok yang selama ini hanya bisa ia lihat dari layar kaca, kini berada begitu dekat, menatapnya dengan sorot mata penuh penghargaan.

“Aku… aku tidak tahu harus berkata apa.” Anthony tertawa kecil, getir. “Malam ini adalah malam perpisahanku dengan dunia yang telah membesarkanku. Aku pikir, aku akan mengakhirinya dalam keheningan, tanpa sorotan besar, hanya dengan sedikit tepuk tangan sebagai salam perpisahan. Tapi ternyata, semesta punya cara lain untuk menutup kisahku. Kehadiran Anda adalah kehormatan terbesar yang tidak pernah berani aku impikan.”

Presiden Alex Qin tidak langsung menjawab. Senyumnya samar, tenang, tetapi sorot matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam—pemahaman, penghormatan. Ia tidak perlu berkata-kata, karena cukup satu tatapan itu saja untuk membuat Anthony tahu bahwa malam ini, kehadirannya bukan sekadar formalitas.

Anthony menarik napas panjang, lalu dengan suara yang lebih mantap, ia mengumumkan:

"Malam ini, aku mempersembahkan mahakarya terakhirku. Sebuah gaun yang bukan sekadar kain dan jahitan, tetapi lambang dari sesuatu yang lebih besar. Aku menamainya… Lunaris Solara."

Hening. Seisi aula tenggelam dalam makna nama itu.

“Lunaris Solara… seperti bulan yang akhirnya bertemu dengan matahari. Dua jiwa yang berbeda, terpisah dalam ruang dan waktu, tetapi takdir selalu membawa mereka kembali dalam satu cahaya.”

Tatapan Anthony menerawang, seolah menembus batas dunia ini, menyentuh sesuatu yang lebih dalam dari sekadar keindahan.

“Gaun ini bukan hanya busana. Ia adalah janji. Sebuah simbol bagi seseorang yang telah sampai di puncak perjalanannya—bukan untuk pergi, bukan untuk mencari, tetapi untuk menetap. Ia adalah takdir yang telah tiba di ujungnya, tidak akan berpaling, tidak akan meninggalkan.”

“Seperti bulan yang tak pernah lepas dari langit malam, seperti matahari yang selalu kembali menyinari. Keduanya berbeda, tetapi di antara mereka ada sesuatu yang menyatukan—cahaya.”

Anthony tersenyum kecil.

"Aku merancang Lunaris Solara dengan sutra perak yang memantulkan keheningan bulan, disulam dengan benang emas yang memancarkan kehangatan matahari. Setiap jahitannya adalah kisah tentang kesetiaan, tentang sesuatu yang hanya terjadi sekali, tetapi dikenang selamanya."

Suaranya bergetar sedikit, tetapi penuh keyakinan saat ia melanjutkan, “Gaun ini hanya akan dikenakan sekali. Karena cinta sejati tidak membutuhkan pengulangan. Ia cukup hadir dalam satu momen… namun bertahan hingga keabadian.”

Hening yang menggantung di ruangan terasa begitu sakral. Para tamu tidak hanya mendengar kata-kata Anthony—mereka merasakannya.

Lalu, tepuk tangan pertama terdengar.

Disusul yang lain.

Dan dalam hitungan detik, aula itu bergemuruh oleh tepuk tangan yang begitu menggelegar, seolah mengguncangkan seluruh ruangan.

Di malam itu, bukan hanya sebuah gaun yang dilelang, tetapi sebuah warisan.

Sebuah kisah tentang bulan dan matahari. Tentang cinta yang cukup terjadi sekali… namun abadi untuk selamanya.

Setelah Anthony menumpahkan seluruh isi hatinya, keheningan seketika menyelimuti ruangan. Lalu, dalam sekejap, lampu-lampu meredup, meninggalkan bayangan yang bergetar di dinding. Sorot cahaya mulai menari-nari liar, menciptakan atmosfer penuh misteri.

Tiba-tiba, panggung utama bergeser perlahan. Asap putih berkilauan membumbung, memantulkan cahaya bagai serpihan bintang yang jatuh. Dari tengah-tengah kabut itu, perlahan, sebuah siluet mulai terlihat—sebuah mahakarya yang nyaris tak tersentuh dunia fana.

Gaun itu, bak tercipta dari impian, muncul anggun dari sebuah patung yang sebelumnya hanya terbungkus kain misterius. Permata-permata kecil di sulamannya memantulkan cahaya, membuatnya seolah berpendar di udara. Para penonton terpana, seakan waktu berhenti sejenak untuk memberi ruang pada keajaiban ini.

Anna, yang selama ini mengira telah melihat segalanya, hanya mampu menatap tanpa kata. Dadanya bergetar. Matanya enggan berkedip, takut jika pesona itu akan lenyap begitu saja. Ia tak pernah membayangkan—bahkan dalam sketsa terbaiknya—bahwa gaun pengantin bisa menjelma menjadi sesuatu yang begitu megah, begitu suci, begitu... tak terbayangkan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
Taris
bagus
Taris
bacanya sambil deg2an, tarik nafas, tegang n ngos2an /Gosh/
Serenarara
Susan, yg kamu lakukan ke Ethan itu...jahattt! /Panic/
IamEsthe
jangan birahi dong. seolah seperti hewan. bisa diganti katanya /Sweat/.
IamEsthe
Saran, ini di font Bold aja.
IamEsthe
kata 'Fashion House' dan 'clover clothes' gunakan font italic sebagai bahasa asing/daerah.


Fashion House bukan sama dengan Rumah Mode dalam bahasa?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!