Kania gadis remaja yang tergila-gila pada sosok Karel, sosok laki-laki dingin tak tersentuh yang ternyata membawa ke neraka dunia. Tetapi siapa sangka laki-laki itu berbalik sepenuhnya. Yang dulu tidak menginginkannya justru sekarang malah mengejar dan mengemis cintanya. Mungkinkah yang dilakukan Karel karena sadar jika laki-laki itu mencintainya? Ataukah itu hanya sekedar bentuk penyesalan dari apa yang terjadi malam itu?
"Harusnya gue sadar kalau mencintai Lo itu hanya akan menambah luka."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sepuluh
" Karel gue jangan ditonjokin!" Seruan kerasnya itu berhasil membuat laki-laki dengan seragamnya itu menjauh dari Karel yang sudah tergeletak lemas di aspal.
"Sial*n!" Kania memaki dengan raut wajah yang sudah terlihat jengkel, kemudian menarik paksa laki-laki yang sepertinya pemimpin dari keramaian tersebut.
"Berani banget loh buat wajah Karel jadi jelek!" Sungutnya kesal. Ia sadar sedang berada di tengah keramaian dengan jumlah laki-laki dengan seragam yang sama cukup banyak. Tapi karena Karel yang menjadi korban, ia rela menaruh diri dalam bahaya.
Harusnya telepon polisi dulu ya, batinnya. Seakan sadar akan kebodohannya sekarang. Ternyata baik dalam akademik maupun kehidupan, Kania sama-sama tidak memiliki nilai ataupun kemampuan yang bagus.
"Lo siap -"
"Ceweknya Karel!" akunya dengan wajah menengadah ke atas seakan menantang laki-laki itu.
Ia mengeluarkan ponselnya, kemudian mencari satu nama kontak di sana. "Rumah gue ada di komplek depan. Nggak butuh lima menit juga akan datang satpam!"
"Pergi gak Lo semua?!" Ancam Kania yang tak kunjung mendapat jawaban dari para laki-laki berseragam itu. "Atau gue sundut pakai rokok nih!" ancamnya emosi sendiri." Oh, apa ,aku gue bakar pake korek?"
Dan tanpa menjawab apapun, tiba-tiba laki-laki berseragam itu balik badan dan memberi aba-aba pada yang lain untuk meninggalkan karir yang sudah lemas di aspal, sementara Kania merasa kagum pada dirinya sendiri. Apakah mereka takut dengan gadis imut seperti kania? Kenapa membuat mereka mundur sangat mudah sekali? Bahkan tidak perlu tenaga besar untuk melakukan hal itu, bahkan untuk beradu mulut dengan Kania yang bawel pun tidak ada.
Ia membuang rokoknya, membiarkan benda itu menyala sesaat, kalau diinjak yang ada kakinya terbakar.
"Rel! Lo masih sadar kan?!" Kania bingung sendiri. Karel tidak bergerak tetapi mulut laki-laki itu terbuka seakan sedang mengambil napas dalam. Ketika Karel membuka mata saat itu juga senyumannya mengembang. Ia khawatir, hanya saja saking santainya hidup, ia sampai lupa cara berekspresi khawatir.
"Bangun dong Rel! Lo mau ngepel aspal?" Kania menarik pelan pelan Karel dan menyangga punggung laki-laki itu dengan tangan kirinya. Ia meringis pelan melihat wajah tampan Karel kembali menjadi coretan merah yang membuat ketampanan itu hilang sementara.
"Lo lagi ngigau ya, sampai tiduran di aspal begini?!"
Tidak ada jawaban, Karel diam saja dengan matanya yang tertutup sesekali. Tanpa izin Kania sudah menyentuh wajah tanpa laki-laki itu. Kesempatan langka tidak boleh dilewatkan.
Karel meringis ketika tangan Kania dengan sengaja menyentuh sudut bibirnya yang terasa pedih. Ia menoleh pada gadis itu dengan mata yang terlihat bengkak sebelah. Laki-laki itu berdecak kemudian berkata." Lo mau nyakitin gue?!" ujar Karel tajam.
Kania berdesis, kemudian kembali membantu Karel untuk berdiri dari posisinya." Ada juga lo yang nyakitin gue!" ujar Kania kesal." Sakit di wajah lo itu nggak seberapa sama sakit di hati gue!" ucapnya ngawur.
Lagi, Karel berdecak. Tangannya kemudian mendorong pelan tubuh Kania untuk menjauh darinya." Minggir! Gue mau balik!"
Tapi Rachel tidak mau menyerah begitu saja, ia kembali meraih pergelangan tangan Karel." Gue telpon Fabian dul-"
"Gak usah!" Sentak Karel.
"Lo mana bisa nyetir dengan keadaan begini Kar-"
"Gue bilang gak usah ya gak usah, janga sok tau soal kondisi gue!" ujar Karel tajam, seraya menatap nyalang ke arah Kania.
Kania mencebik." Itu mata udah kayak bola kasti aja masih banyak gaya!" Ujar Kania menunjuk ke arah mata Karel yang bengkak menggunakan dagunya.
Mendengar ucapan Kania, sontak membuat Karel mengeraskan rahangnya. Bisa-bisanya seorang Kania menghina wajah tampannya.
"Mana kunci motor lo?" Kania mengadakan tangan ke hadapan Karel.
"Buat apa?"
Kania berdesis." Mana?!" pintanya dengan nada kesal.
"Gue udah mau makan sempat ribu gue terbang begitu aja cuma buat nyelamatin lo!" Ia melirik naas ke arah selinting rokoknya yang baru dia bisa beberapa kali itu. Ah, kalau bukan karena Karel, ia pasti akan memilih benda itu dibandingkan menyelamatkan nyawa seseorang.
Karel sempat terdiam, sebelum pada akhirnya memilih menutupi kemauan gadis itu." Lo mau ngap-"
" Tunggu di sini!" Pinta Kania, kemudian berjalan pasti menuju ke arah motor besar karel yang terparkir asal di tengah jalan.
Ia menyalakan mesin motornya tanpa ragu, menyiapkan motor itu seakan mengerti sekali dengan jenis motor milik Karel. Padahal kenyataannya dia sendiri berdebar. Menyelamatkan Karel barusan lebih terasa tenang dibandingkan dirinya yang sekarang sedang jantungan karena tidak yakin bisa mengendarai motor itu.
"Lo jangan macem-macem deh, Kania!" Karel menyentak tiba-tiba. Ia sudah hampir kehilangan nyawanya jika saja Kania tidak datang tadi. Sekarang ketika sudah lepas dari gerombolan itu, gadis itu malah menawarkan jalan baru menuju maut.
Kania terkekeh, kemudian mulai memutar pelan gas motoe Karel salam posisi netral. "Naik, Rel. Gue anter-"
Karel lebih dulu menahan tangan kiri Kania dan menekan rem motornya itu, kemudian menatap tajam Kania." Gue belum mau mati!"
Kania mengangguk." Besok Lo masih bisa ketemu Sania, kok." Lanjutnya memasang senyuman lebar." Percaya aja sama gue!"
"Sampai gue matu-"
" Gue bunuh diri," lanjutnya Kania enteng.
Pada akhirnya, Karel mengalah. Untuk kesekian kalinya Karel mengalah akan sifat keras kepala gadis itu.
"Jangan pegang-pegang ya, Rel!" Kania tiba-tiba berucap." Pelecehan itu namanya-"
"Yang selama ini Lo lakuin ke gue?" ujar Karel memotong.
Kania tergelak." Itu namanya sayang," balasnya jujur. Memang kalau namanya sayang selalu tergantung dengan sikap bukan?
"Kan Lo gak sayang sama gue, jadi jangan pegang-pegang." Kania terkekeh kecil." Takut Lo gak bisa tanggung jawab kalau gue baper-" lanjutnya.
"Lo jadi anterin gue gak si?"
Kania kembali terkekeh, bahkan dirinya sudah membantunya tapi laki-laki itu tetap saja acuh padanya.
Tepat ketika Kania memutar pelan gas, motor itu mati.
"Lo serius bisa bawa motor gue gak si?!" Karel mengamuk.
"Bisa Karel! Ya ampun!" Kania ikut meninggikan suaranya." Lo diem! Jangan buat gue jantungan!"
"Gue diem aj-"
Kania kembali menyalakan motornya, mesin pun menyala dan knalpot berisik itu berhasil membuat Karel berhenti berbicara.
"Tangan Lo narik baju gue! Emang Lo pikir gue gak tau?!" Kania menyahut galak.
"Halah, bodo amat!" Karel kesal sendiri. Ia kemudian menaruh kedua tangannya di bahu Kania." Daripada gue mati!" lanjutnya yang sadar akan reaksi Kania akan tangannya.
___
Setelah menempuh waktu tiga puluh menit lebih, akhirnya Kania bisa memarkirkan motor Karel dengan tenang di depan pagar besar yang baru saja terbuka lebar karena bantuan penjaga rumah. Selama perjalanan jantungnya tidak berhenti berdegup kencang dan yang ia beranjak adalah alasan dibalik itu. Apakah karena Karel yang tidak bisa melepaskan tangannya dari bahunya atau karena dirinya takut membawa Karel pada maut.
"Percaya kan Lo sekarang?!" Kania berucap sinis kemudian melempar kunci motor Karel kembali ke tangan laki-laki itu.
" Ya Tuhan! Den Karel di hajar lagi?"
Suara panik yang di keluarkan penjaga itu membuat Karel mendesah pelan.
"Besok lagi rantai aja, pak. Supaya gak keluyuran malam-malam!" Kania menyahut.
"Gue balik ya, Rel?"
Karel memutar tubuhnya tanpa jawaban Kania sudah lebih dulu beranjak dari hadapannya.
"Lo mau balik baik apa?" Karel heran sendiri. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan seorang Kania ingin pulang sendiri dengan keadaan seperti itu? Bahkan ia bisa melihat dengan jelas kaki kotor gadis itu di gelapnya malam.
Kania melebarkan senyumnya, kemudian kembali berbalik untuk melihat Karel yang baru saja mengeluarkan suaranya itu." Cie, mulai perhatian-"
" Najis!"
Kania mencebik." Emangnya gue cewek apaan sampai dikatain najis!" Gerutunya.
Melihat hal itu karena melebarkan senyumnya. Senyuman yang seumur hidup baru Kania lihat. Bahkan Rachel baru tahu jika laki-laki itu bisa tersenyum, ia mengusap matanya seolah takut pemandangan sekarang adalah kesalahan, atau hanya sekadar imajinasinya.
"Lo senyum, Rel?" Ia bertanya. Tapi tepat setelah pertanyaan itu, Karel kembali ke semula, kembali pada wajah datarnya.
"Ngarep!"
"Duh!" Kania bingung." Berarti bukan Lo yang barus-"
"Gak usah ngomong begituan depan gue!"
Kania tergelak seketika. Ternyata se- cool apapun Karek, dia hanyalah laki-laki yang tidak berani dengan hal-hal yang berbau mistis.
"Udah masuk , Rel. Obatin luka Lo, gue balik-"
"Tunggu di sini!" Karel memotong ucapan gadis itu, dia kemudian menoleh ke arah penjaga rumahnya. " Bapak tolong antar dia ya. Terus tolong kasih dia sendal biar gak kayak nyulik gembel."
"Ya Tuhan." Kania mendesah pelan." Untung sayang," lanjutnya pasrah. Kalau saja Karel adalah laki-laki yang tadi, sudah pasti Kania akan marah-marah karena laki-laki itu mengatasi dirinya seperti gembel. Tapi berhubung Karel adalah laki-laki pujaannya, ia akan menahan rasa kesalnya itu.