Nazwa Kamila, seorang perempuan cantik yang pernah gagal dalam pernikahannya lantaran ia tidak bisa memiliki keturunan. Keluarga suaminya yang terlalu ikut campur membuat rumah tangganya hancur. Hubungan yang ia pertahankan selama tiga tahun tidak bisa dilanjutkan lagi lantaran suaminya sudah menalaknya tiga kali sekaligus.
Kehilangan seorang istri membuat hidup seorang Rayhan hancur. Ia harus kuat dan bangkit demi kedua buah hatinya yang saat itu usianya masih belum genap dua tahun. Bagaimana pun hidupnya harus tetap berjalan meski saat ini ia bagaikan mayat hidup.
Suatu hari takdir mempertemukan Nazwa dan Rayhan. Akankah mereka berjodoh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Mami
Rayhan kecil bermain bola bersama Rayyan dan sepupu laki-laki yang lain di halaman belakang rumah Opa mereka. Saat itu usia mereka sekitar 6 tahun. Tendangan Rayyan sangat kuat sehingga bola terpental jauh.
Bugh
"Adu!"
Bola tersebut mengenai kepala anak perempuan yang tadinya berdiri di samping bangku taman. Rayyan dan Rayhan segera berlari menghampiri anak itu.
"Adek cantik, kamu tidak apa-apa?" Rayyan mengusap puncak kapala gadis kecil itu karena ia memegangi kepalanya.
"Sakit." rengeknya.
Rayhan hanya melihat, karena ia memang irit bicara. Namun ia segera pergi mencari washlap lalu membasahinya dengan air hangat dari dispenser.
"Sini aku obati." Sahut Rayhan.
Gadis kecil tersebut bingung melihat wajah kembar mereka. Namun meski mereka kembar identik, ada perbedaan yang sangat kentara jika mereka tersenyum. Rayhan memiliki lesung pipi, sedangkan Rayyan tidak. Sayang sekali Rayhan jarang tersenyum. Sehingga lesung pipi itu jarang bisa terlihat.
Rayyan kembali mengambil bolanya dan bergabung kembali dengan sepupunya yang lain. Sedangkan Rayhan mengompres kepala gadis kecil itu. Mata gadis kecil itu begitu indah, sehingga membuat Rayhan kecil tak berkedip melihatnya.
Tok tok tok
Rayhan terbangun karena ada suara ketukan pintu. Ternyata ia hampir saja kesiangan untuk shalat subuh. Rayhan beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu.
"Bang, kamu sudah bangun?"
"Baru bangun, Mi. Ray shalat dulu ya."
"Ya sudah sana."
Rayhan pun masuk ke kamar mandi setelah itu ia shalat. Selesai shalat, Rayhan mengingat-ingat mimpinya.
"Kenapa mimpi tadi seakan membawaku ke masa lalu. Aku merasa pernah dalam keadaan seperti itu. Gadis kecil itu.... "
Rayhan baru ingat kalau dirinya harus siap-siap, karena mereka akan berangkat ke Bandara jam 6 pagi. Ia segera berganti baju dan celana. Kali ini ia berpakaian casual. Rayhan tidak membawa barang-barang, karena bajunya masih ada di rumah Opa. Setelah merapikan penampilannya, Rayhan pun keluar dari kamarnya. Ternyata Mami dan yang lain sudah siap. Mereka sedang menunggunya. Rifki dan istrinya tidak ikut, karena usia kandungan Aira masih rentan untuk dibawa naik pesawat. Anak Mami yang lain juga sibuk dengan urusan masing-masing.
"Ayo kita berangkat, pesawatnya jam 8." Ujar Papi.
Mereka pun berangkat ke Bandara diantar sopir. Mami, Papi, dan Anggun duduk di kursi tengah. Sedangkan, Rayhan, Nazwa, dan Anggi di kursi belakang. Selama dalam perjalanan, si kembar yang banyak berbicara. Mereka bercerita keseruan main ular tangga tadi malam. Rayhan baru ingat jika semalam kepala Nazwa terbentur meja. Sontak ia menoleh ke kanan melihat Nazwa.
"Sepertinya dia sudah baik-baik saja." Batinnya.
Tidak lama kemudian, mereka sampai di Bandara Soekarno Hatta. Mereka turun dan masuk ke terminal keberangkatan. Karena masih belum waktunya cek in, mereka memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu di sebuah restoran cepat saji yang ada di dalam Bandara. Mereka memilih menu sederhana untuk menyingkat waktu.
Setelah selesai makan, mereka cek in.
Saat ini mereka, sudah berada di pesawat. Mereka duduk di kursi yang berjejer. dan posisi duduk mereka sama dengan saat di mobil tadi.
Ini adalah pengalaman pertama bagi Nazwa. Ia merasa sedikit gugup saat pesawat sudah mulai lepas landas. Melihat nany nya tegang, Anggi menggenggam tangannya.
"Nany.. "
"Iya?"
"Nany takut ya?"
"Sedikit, hehe.... "
"Tenang saja nany, kita akan mendarat dengan selamat."
"Amin.... "
Selama salam penerbangan, Nazwa tak henti-hentinya berdzikir. Ia mengeluarkan tasbih digitalnya dari dalam tas.
Setelah satu jam lebih menempuh perjalanan udara, akhirnya pesawat pun landing. Mereka turun dari pesawat.Kali ini Rayhan mendorong koper mereka. Mereka dijemput oleh sopir pribadi Opa Tristan.
"Mari den, saya bawakan."
"Terima kasih, Mang."
"Sama-sama."
Mereka pun masuk ke dalam mobil. Sopir langsung membawa mereka ke rumah Rifka. Karena acaranya akan diadakan siang ini. Semua keluarga sudah berkumpul di sana.
Mobil mereka baru saja sampai di rumah Rifka. Mereka pun turun dari mobil. Mami dan Papi masuk ke dalam disusul kemudian, si kembar. Sedangkan Nazwa masih terpaku di tempatnya berdiri. Baru kali ini ia diajak majikannya perjalanan jauh. Apa lagi yang akan dikunjungi adalah kelurga mereka, Nazwa merasa sungkan untuk masuk. Rayhan yang baru saja menurunkan koper dari bagasi, menegur Nazwa.
"Ehem... kenapa tidak masuk?"
"Eh iya, tidak apa-apa Pak."
"Ayo masuk."
"Baik, Pak."
Nazwa berjalan di belakang Rayhan.
"Assalamu'alaikum... "
"Wa'alaikum salam.... "
"Abang..... " Pekik Rifka. Ia berlari memeluk abangnya. Sudah hampir satu tahun mereka tidak bertemu.
"Hei, maaf baru kali ini abang bisa berkunjung lagi."
"Nggak pa-pa, yang penting abang sehat. Tapi abang harus kasih hadiah buat anakku, hehe... "
"Oke, tenang saja."
Rifka baru menyadari jika ada seseorang di belakang abangnya. Seorang perempuan cantik dengan bulu mata yang lentik.
"Ini.....? "
"Nany nya anak-anak." Sahut Rayhan.
"Oh iya, iya."
"Nggak pantas jadi nany, pantasnya jadi ibu sambung si kembar." Batin Rifka.
"Selamat siang, non." Sapa Nazwa.
Rifka pun mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri. Nazwa pun dengan senang hati membalasnya. Nazwa diajak Anggi dan Anggun pergi ke kamar tamu untuk meletakkan koper di sana. Sedangkan Rayhan masuk ke ruang keluarga. Di sana sudah ada Opa Tristan dan Oma Salwa, serta saudara Mami yang lain.
"Ya Allah... cucuku, Rayhan."
"Oma... " Rayhan langsung bersimpuh dan mencium tangan tua itu. Ia juga mencium punggung tangan Opa. Mereka senang melihat Rayhan lebih bersemangat daripada pertemuan sebelumnya.
"Mana cicit ku? "
"Apa Anggi dan Anggun belum bertemu kalian?"
"Belum."
"Mi, ke mana mereka?"
"Mungkin di kamar. Sebentar Mami panggil dulu."
Beberapa saat kemudian, Mami datang bersama Anggi dan Anggun. Si kembar menghampiri dan mencium punggung tangan orang-orang yang ada di ruang keluarga.
"MasyaAllah.... kalian sudah tambah besar. Cantik sekali cicit Oma."
Anggi dan Anggun merupakan cicit pertama bagi mereka.
"Tentu saja, Bun. Mereka punya pengasuh yang sabar dan telaten. Jadi mereka diurus dengan baik." Sahut Mami.
"Jangan biarkan anak-anak tergantung pada pengasuh, akan sulit nantinya untuk melepaskan mereka."
"Mau bagaimana lagi, Bun." Ujar Mami seraya melirik Rayhan.
Tiba-tiba Nazwa muncul dari arah kiri. Ia ragu-ragu untuk mendekat, namun Anggi memanggilnya.
"Nany.... "
Mami dan yang lain melihat ke arah Nazwa.
"Nazwa... "
"Duh, malu sekali." Batin Nazwa.
"Maaf, itu Bu. Anggi waktunya minum obat."
"Oh iya. Nazwa kemarilah sebentar!"
"Saya bu?"
"Iya kamu, ayo ke sini."
"Duh kenapa lagi ini?" Batinnya.
Nazwa pun melangkah pelan mendekati mereka.
"Bunda, Abi, kenalkan ini pengasuhnya Anggi dan Anggun."
"Oh ini yang ngurusi si kembar? " Sahut Oma.
"Iya, Bun."
Saat melihat wajah keduanya, sepertinya tidak asing bagi Nazwa. Nazwa dengan rendah hati mencium punggung tangan mereka. Kepada yang lain pun Nazwa mencium tangan mereka. Karena mereka adalah saudara Bu Salsa, jadi usia mereka kurang lebih sama dengan almarhum orang tuanya.
Bersambung....
...****************...
terimakasih bunda