Ellia Naresha seorang gadis kecil yang harus menjadi yatim piatu diusianya yang masih sangat muda. Setelah kepergian orang tuanya, Ellia menjalani masa kanak-kanaknya dengan penuh siksaan di tangan pamannya. Kehidupan gadis kecil itu akan mulai berubah semenjak ia melangkahkan kakinya di kediaman Adhitama.
Gavin Alvano Adhitama, satu-satunya pewaris keluarga Adhitama. Dia seorang yang sangat menuntut kesempurnaan. Perfeksionis. Dan akan melakukan segala cara agar apa yang diinginkannya benar-benar menjadi miliknya. Sampai hari-hari sempurnanya yang membosankan terasa lebih menarik semenjak Ellia masuk dalam hidupnya.
Cinta dan obsesi mengikat keduanya. Benang takdir yang sudah mengikat mereka lebih jauh dari itu akan segera terungkap.
Update tiap hari jam 08.00 dan 20.00 WIB ya😉🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Upik Abu
Gavin yang baru saja sampai di rumahnya segera menjamu tamu yang sudah mulai berdatangan untuk makan malam perpisahan sebelum keberangkatannya untuk kuliah di luar negeri. Ada beberapa temannya yang sama-sama dari keluarga terpandang juga ikut hadir di acara itu.
"Gavin sayang. Sebelum acara makan malam mulai, bermainlah dulu di taman belakang. Oh ya, nona Clara juga sudah ada di sana. Cari dan ajak dia kemari bersama nanti. Kasihan dia, pasti nona muda itu sudah merasa jenuh dari tadi " Pinta Irene pada putranya.
"Baik ibu." Jawab Gavin patuh.
Gavin segera mengajak teman-temannya ke taman belakang. Tak lama mereka berjalan, tiba-tiba ia mendengar seseorang memanggilnya.
"Kakak Gavin!"
Saat Gavin menoleh ternyata yang memanggilanya adalah Clara. Gadis itu setengah berlari mendekatinya. Namun, pandangan Gavin lebih fokus pada sosok gadis lain di belakang Clara. Itu adalah Ellia. Gavin terheran-heran melihat itu. Terlebih, penampilan kedua gadis itu sangat bertolak belakang.
Clara yang saat itu mengenakan dress bewarna peach terlihat sangat anggun. Sangat terlihat bahwa ia putri dari keluarga terpandang. Sedangkan gadis di belakangnya, mengenakan kaos putih dan celana jeans panjang serta sepatu boot yang banyak sekali terdapat noda tanah di mana-mana. Tanpa sadar ia menatap Ellia dengan tajam.
"Kak Gavin baru datang?" Tanya Clara saat sudah di depan Gavin. Gavin hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Siapa dia Vin? Apakah calon nona muda Adhitama di masa depan?" Goda Eden salah satu teman Gavin. Clara yang mendengar itu terlihat malu-malu. Sedangkan Gavin tidak terlalu banyak merespon.
"Mari kita masuk." Ajak Gavin sebelum obrolan semakin kemana-mana.
Gavin segera mengulurkan tangannya pada Clara. Clara juga menyambut tangan Gavin dengan senang hati. Hal itu tak luput dari penglihatan Ellia yang masih mematung di belakang Clara. Ia tak punya kesempatan untuk pergi, terlebih Clara belum memberikannya perintah.
"Nona yang satu ini tidak akan masuk bersama kita kan?" Tanya Bisma, teman Gavin yang lain. Ia memandang Ellia dengan tatapan merendahkan.
"Oh iya ... Ellia terima kasih banyak karena sudah menemaniku tadi. Kamu bisa kembali, gak mungkin kamu berpikir untuk ikut ke dalam kan?" Seru Clara berpura-pura baik, namun terus merendahkan Ellia.
"Tidak nona. Mana mungkin saya berani berfikir seperti itu. Saya akan pergi ..."
"Tunggu, ini tip untukmu karena sudah menemaniku hari ini." Ucap Clara sambil mengambil beberapa lembar uang dari tasnya.
"Tidak perlu nona, saya senang bisa membantu." Tolak Ellia dengan sopan.
"Hei, upik Abu. Kalau ada orang yang memberimu belas kasih terima saja. Kenapa sok banget sih?!" Seru Eden tak suka saat Ellia menolak pemberian Clara.
Eden mengambil alih uang ditangan Clara dan dengan gerakan cepat ia menghamburkan uanganya ke arah Ellia. Dalam sekejap uang itu berhamburan di tanah. Semua orang di sana merasa itu pertunjukan yang menyenangkan dan mereka pun akhirnya tertawa terbahak-bahak. Hanya satu orang yang terus diam, dia adalah Gavin.
"Ambil semua uang itu dan pergilah. Keberadaanmu mengganggu pemandangan taman yang sempurna milik tuan Gavin, tau!" Perintah Bisma yang melihat Ellia hanya diam.
Ellia menatap kumpulan pemuda di depannya dengan mata berkaca-kaca. Pandangannya bertemu dengan Gavin, namun ia melihat tuan muda itu sedang menatap tajam padanya. Sebenarnya, ia merasa marah dan sangat kesal. Namun, ia tak punya kuasa untuk memberontak. kalau dia melakukan kesalahan pasti yang akan mendapat hukuman adalah paman Yunus. Maka dari itu Ellia berusaha bertahan. Akhirnya, Ellia berjongkok dan memunguti uang-uang yang berserakan itu.
"Sudahlah ayo masuk." Ujar Gavin segera mengajak semua teman-temannya dan Clara untuk masuk ke rumahnya. Ellia yang mendengarkan suara Gavin sempat menatap Gavin sekilas. Ia hanya melihat Gavin yang terlihat acuh dengan semua keributan tadi.
"Semua pekerja di sini adalah milik keluarga Adhitama. Dan atasan mereka semua adalah aku. Aku tak suka, jika ada yang berperan sebagai majikan mereka selain aku." Ucap Gavin dingin saat mereka hendak masuk ke dalam rumah.
Clara, Eden, Bisma dan teman-temannya yang lain terdiam mendengarkan nada suara Gavin yang terdengar sangat dingin. Mereka tahu, kalau itu sebuah peringatan untuk mereka. Akhirnya, semua hanya bisa mengangguk mengiyakan dengan canggung.
Di lain sisi setelah Ellia sudah mengambil semua uang yang berserakan itu, ia segera berlari kembali ke rumah. Ia terus berusaha menahan air matanya agar tidak keluar. Dadanya terasa sesak dengan semua penghinaan itu. Walaupun, ia sudah terbiasa mendengar kata-kata hinaan saat bersama pamannya dulu. Namun, semenjak tinggal bersama paman Yunus ia sudah tak pernah mendengarnya lagi. Lalu, sekarang ia harus kembali mendengarnya lagi dan itu sangat menyakitkan.
Ellia terus berlari, sampai tak sengaja ia terjatuh, hingga sikunya berdarah. Dan di situlah, air mata yang sedari tadi berusaha ia tahan akhirnya tumpah. Ia menangis sesenggukan. Melihat penampilannya saat itu, Ellia memutuskan untuk berjalan-jalan di hutan dan menenangkan pikirannya dulu. Ia tak ingin paman Yunus melihat kondisinya saat itu.
Tanpa terasa, kaki Ellia berjalan ke arah rumah pohon. Sepertinya ia sudah terbiasa ke sana, sampai kakinya tanpa sadar mengarahkannya ke sana. Ellia tak berniat masuk karena tubuhnya masih kotor. Ia memutuskan untuk duduk di anak tangga pertama.
"Semua akan baik-baik saja Ellia. Inilah kehidupan, orang kaya adalah orang yang berkuasa." Gumam Ellia berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Saat Ellia masih menangis dan membenamkan wajahnya diantara lipatan tangannya. Ia mendengar beberapa daun dan ranting kering diinjak. Saat ia mendongakkan kepalanya, bisa ia lihat Gavin sudah beridiri tegak di depannya.
"Tu-Tuan Muda? ... Ah, maafkan saya. Saya mengotori anak tangganya." Seru Ellia dan segera membersihkan anak tangga yang ia duduki. Gavin hanya menatap itu dengan tajam. Tak sengaja ia melihat salah satu siku Ellia terluka, Gavin pun semakin mengerutkan keningnya.
"Saya sudah membersihkannya tuan. Anda bisa lewat. Saya permisi dulu." Ucap Ellia dan akan pergi.
"Ikut aku." Perintah Gavin, namun kali ini Ellia menolaknya.
"Mohon maaf tuan, untuk hari ini saja. Saya mohon biarkan saya pergi." Pinta Ellia berharap. Khusus untuk hari itu ia tak mau direndahkan lagi.
"Ikuti aku." Seru Gavin sekali lagi tanpa mau ada penolakan. Bisa Ellia lihat tatapan Gavin begitu tajam saat itu. Akhirnya, Ellia hanya bisa menurut. Sepertinya, ia memang tak punya hak untuk memilih.
Gavin berjalan terlebih dulu dan membuka pintu rumah pohon dengan kunci cadangan yang ia bawa. Tuan muda itu berjalan masuk ke dalam diikuti oleh Ellia dengan patuh. Ellia menggurutu di dalam hati, ia sudah cukup lelah hari itu. Apakah ia harus membersihkan rumah itu juga hari ini?
"Pakai itu." Seru Gavin sambil meletakkan kotak P3K di atas meja. Sedangkan ia memilih berdiri bersandar di dekat jendela. Ellia kebingungan dengan perintah itu, namun akhirnya ia teringat kalau sikunya terluka. Ia menatap heran pada Gavin.
"Apa kau ingin memerintahku mengobatimu juga?" Tanya Gavin tajam.
"Tidak tuan muda. Saya tidak akan berani." Jawab Ellia cepat dan segera mengambil obat merah di dalam kotak untuk lukanya.
Apa yang sebenernya dipikirkan tuan muda itu?
.
.
.
Bersambung ...