Di sebuah negeri yang dilupakan waktu, seorang jenderal perang legendaris bernama Kaelan dikutuk untuk tidur abadi di bawah reruntuhan kerajaannya. Kutukan itu adalah hukuman atas dosa-dosa yang dilakukannya selama perang berdarah yang menghancurkan negeri tersebut. Hanya seorang gadis dengan hati yang murni dan jiwa yang tak ternoda yang dapat membangkitkannya, tetapi kebangkitannya membawa konsekuensi yang belum pernah terbayangkan.
Rhea, seorang gadis desa yang sederhana, hidup tenang di pinggiran hutan hingga ia menemukan sebuah gua misterius saat mencari obat-obatan herbal. Tanpa sengaja, ia membangunkan roh Kaelan dengan darahnya yang murni.
Di antara mereka terjalin hubungan kompleks—antara rasa takut, rasa bersalah, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan. Rhea harus memutuskan apakah ia akan membantu atau tidak.
"Dalam perjuangan antara dosa dan penebusan, mungkinkah cinta menjadi penyelamat atau justru penghancur segalanya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wati Atmaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gosip Baru
Matahari bersinar terang, memancarkan cahaya keemasan yang menghangatkan kulit. Langit biru tanpa cela, hanya dihiasi awan putih yang lembut seperti kapas. Udara terasa sejuk dan segar, membawa aroma bunga-bunga yang sedang mekar. Bayangan pohon-pohon tampak pendek dan tajam, menari-nari mengikuti gerakan lembut angin. Semuanya tampak begitu hidup dan bersemangat di bawah pancaran sinar matahari yang sempurna ini. Burung-burung berkicau riang, menambah keindahan suasana hari yang cerah ini.
Istana berdiri megah di bawah langit biru tanpa awan, dikelilingi taman yang hijau subur. Bunga-bunga bermekaran dalam warna-warni cerah, seolah menari bersama angin yang lembut berhembus. Di depan istana, air mancur menderu pelan, menciptakan irama yang menenangkan. Burung-burung beterbangan di antara pepohonan rindang, berkicau riang seolah tak menyadari ketegangan yang tengah menggelegak di balik dinding-dinding megah itu.
Di dalam ruang rapat istana. Terdapat pilar-pilar marmer menjulang, mendukung langit-langit berhias lukisan-lukisan dewa kuno. Jendela-jendela besar dihiasi tirai beludru merah yang berat, membiarkan cahaya matahari masuk dan membiaskan nuansa keemasan pada permadani yang tebal. Meja panjang dari kayu mahoni dipenuhi dengan dokumen dan gulungan-gulungan kertas yang tersebar, seolah mencerminkan kekacauan pemikiran yang memenuhi ruangan itu.
Raja Alistair duduk di ujung meja dengan sikap yang tenang namun penuh kewibawaan. Jubah kerajaan dari sutra biru gelap melambai lembut ketika ia bergerak, mahkota emas kecil bertengger di atas kepalanya, bersinar dalam cahaya siang. Wajahnya yang tegas menatap para menterinya dengan tatapan tajam, bibirnya menyiratkan garis kekhawatiran yang hampir tak terlihat. Suasana di luar istana dan di dalam istana berbeda sama sekali. Karena desas desus kerajaan.
"Apakah kalian tahu alasan kalian dikumpulkan di sini hari ini?" tanya Raja Alistair, memecah keheningan yang mencekam. Suaranya tenang, tetapi nada yang terkandung di dalamnya cukup untuk membuat siapa pun merasa terintimidasi.
Para menteri saling bertukar pandang, sebagian besar terlalu ragu untuk berbicara. Perdana Menteri Edric, seorang pria tua dengan rambut perak yang tertata rapi, akhirnya membuka suara.
"Yang Mulia," katanya dengan nada pelan namun penuh hormat, "kami telah mendengar beberapa rumor yang beredar di luar sana. Jika yang Mulia merujuk pada desas-desus tentang garis keturunan Kaelan, maka kami memahami urgensi situasi ini."
Raja mengangguk, matanya menyapu wajah-wajah di sekeliling meja. "Benar. Gosip tentang kebangkitan Kaelan bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Apakah ini sekadar kebetulan, atau ada tangan yang sengaja bermain di balik layar?"
Menteri Dalam Negeri, seorang pria berbadan besar dengan wajah serius, bersandar sedikit ke depan. "Yang Mulia, gosip ini telah menyebar di kalangan rakyat. Jika kita tidak segera bertindak, kabar ini bisa menjadi keyakinan yang berbahaya. Pendukung Kaelan mungkin akan memanfaatkannya untuk merongrong legitimasi kerajaan."
"Tepat," sambung Perdana Menteri Edric. "Kita tidak hanya menghadapi ancaman dari luar, tetapi juga dari dalam. Rakyat mudah dipengaruhi. Jika gosip ini tumbuh tanpa kendali, kita akan kehilangan pijakan."
"Dan apa usulan kalian?" tanya Raja, melipat tangannya di atas meja. Matanya tajam, mengamati setiap reaksi dari menterinya.
Menteri Propaganda, seorang pria muda dengan senyum tipis yang hampir selalu menghiasi wajahnya, mengambil giliran berbicara. "Yang Mulia, jika saya boleh mengusulkan, kita bisa memanfaatkan gosip ini untuk kepentingan kita sendiri. Alih-alih membantah, kita arahkan narasi sehingga rakyat percaya bahwa kebangkitan Kaelan adalah bagian dari garis keturunan yang lebih sah—garis keturunan yang mendukung kerajaan."
Menteri Keuangan, seorang wanita paruh baya dengan wajah tegas, tampak tidak setuju. "Itu rencana yang sangat berisiko. Jika kita gagal meyakinkan rakyat, kebohongan ini bisa menjadi bumerang yang menghancurkan kerajaan."
"Tetapi jika berhasil," potong Menteri Propaganda dengan nada yakin, "kita tidak hanya menghancurkan klaim pendukung Kaelan, tetapi juga memperkuat posisi kita sebagai penguasa yang sah. Ini adalah peluang untuk menanamkan keraguan pada para pendukung mereka."
Raja mengusap dagunya, merenungkan usulan tersebut. "Lalu, bagaimana kalian berencana melakukannya?"
Menteri Propaganda tersenyum lebih lebar. "Kita mulai dengan menyebarkan cerita kecil melalui pendongeng di pasar. Kita buat legenda bahwa Kaelan sebenarnya telah bereinkarnasi dalam bentuk yang tidak terduga, tetapi masih memegang nilai-nilai yang mendukung kerajaan. Kemudian, kita hadirkan bukti fisik—seorang bayi, misalnya, yang diklaim sebagai titisan Kaelan."
"Bayi?" tanya Raja dengan alis terangkat. "Bagaimana kita memastikan bayi itu diterima sebagai Kaelan yang asli?"
"Yang Mulia," jawab Menteri Propaganda, "kita bisa menciptakan bukti. Ritual kecil, tanda lahir yang dirancang, atau bahkan ramalan yang ‘ditemukan kembali’. Kita kendalikan narasi sepenuhnya."
Menteri Dalam Negeri mengerutkan alis. "Tapi, bukankah para pendukung Kaelan memiliki cara untuk menguji identitas spiritualnya? Bagaimana jika mereka menyadari kebohongan ini?"
"Di situlah letak seni propaganda," jawab Menteri Propaganda tanpa ragu. "Kita tidak perlu menjawab semua pertanyaan mereka. Kita cukup menanamkan keraguan dan membiarkan bola salju itu bergulir."
Raja kembali bersandar di kursinya. "Dan apa yang akan kalian lakukan jika Kaelan yang asli muncul? Apa rencana kalian untuk menghadapinya?"
Perdana Menteri Edric angkat bicara. "Yang Mulia, kita bisa memindahkan bayi itu ke tempat yang jauh. Selama ia tidak memiliki akses ke pendukungnya, ancamannya dapat diminimalisasi."
Menteri Keuangan, yang tampak semakin gelisah, memotong. "Langkah ini terlalu berbahaya. Jika satu saja dari rencana ini terungkap, seluruh kerajaan bisa jatuh."
"Kalian semua berbicara tentang risiko dan peluang," kata Raja dengan nada datar. "Namun, ingatlah bahwa kita tidak bisa bermain api dan berharap tidak terbakar. Jika kita memutuskan untuk melangkah, aku ingin kepastian bahwa rencana ini berjalan tanpa cacat."
Semua yang hadir di ruangan itu terdiam, merenungkan tanggung jawab besar yang tengah mereka pikul. Raja akhirnya bangkit dari kursinya, memberikan perintah terakhir.
"Perdana Menteri, kau akan memimpin pelaksanaan rencana ini. Menteri Propaganda, pastikan setiap langkah berjalan sesuai dengan keinginan kita. Tidak ada ruang untuk kesalahan."
"Seperti yang Yang Mulia kehendaki," jawab Perdana Menteri sambil membungkukkan badan hormat.
"Rakyat akan berbicara sesuai narasi yang kita tetapkan, Yang Mulia," tambah Menteri Propaganda dengan penuh keyakinan.
Raja memandangi mereka dengan tatapan tajam sebelum berbalik dan meninggalkan ruangan. Di balik pintu yang tertutup rapat, para menteri kembali ke kursi mereka, berdiskusi dengan suara rendah, sementara suasana tegang terus menyelimuti ruangan.
Sementara itu, di luar istana, burung-burung masih berkicau, dan angin membawa aroma bunga ke udara. Dunia luar tetap damai, tidak menyadari bahwa rencana besar yang dapat mengguncang fondasi kerajaan tengah dirancang di dalam tembok megah itu.
semangat terus yaa berkarya
oh iya jangan lupa dukung karya aku di novel istri kecil tuan mafia yaa makasih