Jian Lushi menjadi salah satu korban tewas, dalam kecelakaan tabrakan mobil beruntun.
Akibatnya, jiwanya mengalami perjalanan melintas waktu ke dimensi lain.
Kemudian jiwanya masuk kedalam raga seorang gadis petani malang, yang tanpa sengaja mati akibat ulah saudaranya sendiri.
Yuk ikuti perjalanan Jian Lushi, dalam menjalani kehidupan barunya di dunia asing.
Mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah_sakabian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Mengarang Cerita
...----------------...
"Benarkah? Tapi kenapa kau tiba-tiba bisa sampai di sini?" paman Wu yang memang memiliki mulut besar, langsung menyela ucapan Lushi. Dia tidak akan semudah itu, untuk percaya pada ucapan gadis bau ini. Mana mungkin penjahat mau mengakui dosa-dosanya, kan.
Yang lain juga tidak langsung mempercayai apa yang di ucapkan Lushi. Tapi mereka masih bisa menahan untuk tidak langsung bertanya. Tidak seperti paman Wu, yang memiliki kelebihan mulut lebar dan besar, tapi tidak di lengkapi dengan penyaring.
"Dasar lambe turah," gumam Lushi dalam hati. Ingin rasanya menyumpal mulut besar paman Wu, menggunakan kaos kaki bau milik paman Yifu.
"Kakek Wang, nenek Su, paman Yifu, paman Erfu, dan paman Wu. Memang apa yang akan saya ceritakan, akan sulit di percaya dan sedikit di luar nalar. Jika tidak mengalaminya sendiri, saya juga tidak akan percaya."
"Sebenarnya... saat itu saya memang merasa seperti hampir mati." ucap Lushi dengan ekspresi di buat serumit mungkin. Melihat paman Wu ingin kembali membuka mulutnya, Lushi tidak tinggal diam, dia segera melanjutkan ucapannya.
"Di detik-detik terakhir saat saya sudah menerima takdir ke surga. Seorang nenek tua berjubah putih dan berambut putih tiba-tiba muncul di hadapan saya. Lalu nenek itu berkata... sebenarnya jiwa suci saya sangat cocok untuk menjadi penerusnya." sambil mengarang cerita bebas Lushi diam-diam mengamati raut wajah setiap orang yang ada di ruangan itu.
Melihat perubahan ekspresi semua orang ketika mendengar 'nenek tua berambut putih'. Lushi merasa senang hingga sudut bibirnya berkedut. Dia sudah bisa menebak, apa yang sekarang ada di benak orang-orang tua itu.
Orang-orang desa di sini cara berpikirnya masih relatif sederhana, dan memang masih mempercayai hal-hal berbau mistis dan ghaib. Jadi ketika lushi menyebutkan tentang nenek serba putih, mereka langsung mengaitkannya dengan sosok penjaga gunung. Entah mitos atau fakta, tapi sudah turun temurun mulai dari nenek moyangnya nenek neneknya nenek moyang. Mereka selalu menceritakan kisah legenda penjaga gunung, kepada anak cucu mereka.
Lushi sendiri tidak terlalu percaya, karena selama beberapa hari di gunung dia belum pernah bertemu dengan sosok tersebut. Tapi meskipun begitu dia tau kalau di dunia ini memang ada beberapa sosok atau makhluk tertentu yang hidup berdampingan dengan manusia.
"Tapi setelah melihat pengalaman hidup saya yang malang ini, kakek itu merasa kasihan. Akhirnya nenek itu mengurungkan niatnya untuk membawa jiwa saya. Beliau berharap, agar saya bisa menjalani kehidupan yang lebih baik lagi kedepannya." lanjut Lushi dengan senyum tipis di bibirnya. Entah senyum itu karena apa, hanya Lushi yang tau.
"Nenek itu lah yang menyelamatkan saya. Dia memberi saya minum air yang rasanya manis dan menyegarkan. Ketika air itu melewati tenggorokan saya, rasa hangat dan nyaman langsung menyebar ke seluruh tubuh saya." Lushi membuat gerakan seolah-olah kembali merasakan sensasi air spiritual yang di minumnya.
Walaupun tidak semua yang di ceritakan benar, dan meskipun bukan nenek-nenek tua yang memberinya minum, tapi dia benar-benar minum air spiritual dari ruangannya, kan. Dan rasanya memang semenyegarkan itu.
"Setelah saya pulih, beliau mengantarkan saya pulang sampai di sini, hari ini." ucap Lushi sambil tersenyum lebar.
"Terimakasih nenek," Lushi berdiri, kemudian membungkuk hormat pada udara kosong di sebelah paman Wu.
"Akh..."
"Aaakh.."
Semua orang langsung terkejut dengan tindakan Lushi. Paman Wu sampai melompat, menjauh dari udara kosong di sebelahnya. Dia dan semua orang yang hadir, benar-benar mengira ada sosok tambahan yang tak kasat mata ruangan itu.
Kakek Wang dan nenek Su, hampir memiliki pemikiran yang sama. Mereka memang percaya kalau di gunung belakang desa ada penunggunya. Tapi mereka masih meragukan, apa yang di sampaikan Lushi. Bagaimana mungkin gadis Jiang bisa begitu tiba-tiba beruntung di selamatkan penunggu gunung yang melegenda.
"Ap- apa yang barusan kau lakukan. Kau sengaja mengagetkanku ya? atau kau mencoba membodohi kami?" paman Wu mengira Lushi sengaja mengkageti dan menakut-nakuti dirinya.
"Paman... Aku tidak melakukannya dengan sengaja. Aku hanya benar-benar merasa bersyukur dan berterimakasih kepada nenek penjaga gunung. Kalau bukan karna dia, entah apa jadinya aku saat ini." di permukaan Lushi tampak sedih dan bersalah, tapi sebenarnya dia ingin tertawa.
"Nenek... Jangan marah. Paman Wu tidak benar-benar memarahiku," lanjut Lushi seakan membujuk sosok tak kasat mata di hadapannya.
Kemudian tangannya terulur seakan akan menerima sesuatu. Sepersekian detik kemudian, muncullah sekeranjang buah-buahan di tangan Lushi.
"Terimakasih nenek," ucap Lushi setelah mendapat barang yang sebenarnya diambil dari ruangannya sendiri.
Keraguan di hati kakek Wang dan yang lainnya langsung sirna, setelah menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri, tiba-tiba muncul barang dari udara kosong.
Lushi kemudian berbalik, meletakan keranjang berisi buah-buahan ke atas meja di hadapan semua orang. Sambil berkata, "Kakek Wang, nenek Su, ini ada sedikit hadiah dari nenek penjaga gunung. Silakan di coba."
"Saya sudah merasakannya, benar-benar enak, lebih manis, menyegarkan, dan memiliki efek menyehatkan. Sangat jauh berbeda dengan kebanyakan buah yang di tanam petani pada umumnya." ucap Lushi sambil menatap orang-orang yang ada di ruangan itu satu per satu. Yang ternyata memiliki ekspresi yang hampir sama. Begitu juga dengan paman Wu yang tadi masih di dekat pintu, kini tiba-tiba berada di dekat meja. Mereka menatap buah-buahan dengan tatapan tidak percaya sekaligus ngiler. Tapi meskipun begitu tidak ada dari mereka yang berani mengambil buah-buahan tersebut.
"Terimakasih... Terimakasih pada penjaga gunung, atas berkahnya..." nenek Su yang pertama sadar langsung berterimakasih, takut kalau menyinggung penjaga gunung. Kakek Wang dan yang lainnya juga langsung ikut berterimakasih.
"Jian...gadis Jian... Bisakah orang tua ini mempercayai ucapanmu? Benarkah ada penjaga gunung di sini, sekarang?" nenek Su yang cemas bertanya dengan cara berbisik kepada Lushi, sambil matanya menatap buah di atas meja dan udara kosong di dekat Lushi.
"Nenek Su, Nenek penjaga gunung memang ada di sini. Beliau akan kembali segera, setelah urusan saya selesai." jawab Lushi tenang sambil tersenyum.
Lushi sengaja berkata begitu, supaya kakek Wang dan yang lainnya bisa secepatnya membantu menyelesaikan urusannya dengan keluarga pemilik asli.
"Di dimana? kami akan berlutut."
"Nenek berkata, tidak perlu melakukan upacara," jawab Lushi cepat.
"Kakek Wang, nenek Su, silakan di coba buah-buahannya. Jika kalian suka, nenek akan memberikan lebih banyak." lanjut Lushi. Sebenarnya dia hampir tertawa saat menyebut dirinya sendiri sebagai Nenek.
...----------------...
bunga mendarat/Rose//Heart/