"The Regret of My Seven Older Brothers"
Di balik kehidupan mewah dan kebahagiaan yang tampak sempurna, delapan bersaudara hidup dalam kesejahteraan yang diidamkan banyak orang.
Namun, semuanya berubah ketika kecelakaan tragis merenggut nyawa sang ayah, sementara sang ibu menghilang tanpa jejak.
Si bungsu, Lee Yoora, menjadi sasaran kemarahan dan penilaian keliru ketujuh kakaknya, yang menyalahkannya atas kehilangan yang menghancurkan keluarga mereka.
Terjebak dalam perlakuan tidak adil dan kekejaman sehari-hari, Yoora menghadapi penderitaan yang mendalam, di mana harapan dan kesedihan bersaing.
Saat penyesalan akhirnya datang menghampiri ketujuh kakaknya, mereka terpaksa menghadapi kenyataan pahit tentang masa lalu mereka. Namun, apakah penyesalan itu cukup untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BYNK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28: Izin Kakak Tertua.
Hari hari berlalu begitu saja , seperti jam pasir yang tak henti-hentinya mengalir tanpa bisa ditahan. Tak ada perubahan yang berarti dalam hidup gadis cantik itu, yang kini semakin menginjak usia dewasanya. Segala impian yang dulu dia miliki, kini perlahan terkubur begitu saja. Seonho, dengan kekuatannya, benar-benar memaksanya untuk melupakan keinginannya melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas.
Namun, di balik itu semua, ada sesuatu yang Yoora syukuri. Taehwan, kakaknya, benar-benar sudah menyayanginya seperti dulu lagi. Itu adalah impian yang selalu dia bayangkan sebelumnya, bahwa keluarganya akan kembali bersatu dan mendukungnya, meski harus melalui banyak hal sulit.
"Yoora..." Panggilan Namjin terdengar begitu tiba-tiba, langsung memasuki kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Iya..." jawab Yoora, suara lembutnya hampir tenggelam dalam suara hati yang gelisah.
"Kita perlu bicara soal pendidikanmu," ujar Namjin, dan kalimat itu membuat Yoora terdiam.
"Benar yang Tae katakan?," Tanya Namjin, menatap Yoora dengan tatapan tegas yang penuh makna. Dia tidak suka berbicara hal-hal penting dengan cara yang tidak langsung.
"Itu... Oppa, sebaiknya memang aku tidak melanjutkan pendidikan ku lagi," ujar Yoora dengan suara ragu, matanya menunduk, tidak berani menatap wajah Namjin yang penuh pertanyaan.
"Katakan sekali lagi, Apa benar kamu tidak akan melanjutkan pendidikanmu?" ujar Namjin dengan nada yang mulai tidak ramah, dan ada ketegangan yang terasa di udara.
"Aku tidak mau melanjutkan pendidikan ku lagi," jawab Yoora, suaranya hampir tidak terdengar. Dia merasa cemas, tidak bisa melihat ekspresi Namjin yang semakin tidak ramah.
"Jangan bercanda soal pendidikan di depan ku, Yoora. Kau tahu benar bagaimana aku benci mendengar hal seperti ini," ujar Namjin dengan nada tegas, suaranya keras dan jelas.
Namjin dari dulu memang orang yang keras, terutama bila menyangkut masalah pendidikan. Tidak hanya pada Yoora, tapi juga pada Jihwan, Taehwan, dan Jungsoo. Walaupun sejak dahulu dia tidak terlalu menyukai Yoora, ia selalu memperhatikan pendidikan adiknya itu. Bahkan, Jungsoo dan Taehwan pernah mendapatkan hukuman keras dari Namjin karena sering bolos sekolah dan meninggalkan pelajaran mereka.
"Oppa... aku serius," ujar Yoora, suaranya penuh keputusasaan. Namun, tidak ada yang bisa dia katakan untuk mengubah keputusan yang sudah terlanjur dibuat oleh Seonho.
"Mau jadi apa kamu kalau tidak melanjutkan pendidikanmu? Kau mau Tumbuh menjadi seorang wanita yang tidak berpendidikan, apa kata orang jika putri satu-satu nya keluarga Lee tidak melanjutkan pendidikan nya " tanya Namjin dengan suara yang lebih rendah namun tetap tegas.
"Aku tidak mau merepotkan kalian, jawab Yoora, suaranya tersendat. Sudah cukup selama ini aku menjadi beban kalian semua," tambahnya, matanya mulai terasa panas, ingin menangis tapi ditahannya.
"Alasan macam apa itu , dengar aku baik- baik pilih universitas mu sendiri, atau aku akan mengirim mu ke luar negeri. Kali ini aku benar-benar tidak akan mentolerir apapun lagi. Bagaimana mungkin kamu punya pikiran seperti itu? Mau jadi apa kamu kalau tidak berkuliah?" Ujar Namjin dengan raut wajah kesal.
"Oppa.. aku tidak mau " ujar yoora tetap kekeuh pada keputusan nya.
"Jangan banyak bicara, keputusan ku tidak akan berubah walaupun kamu menangis darah sekalipun , kamu harus lanjutkan pendidikan mu mau atau pun tidak " ucap Namjin dengan Tangan mengepal, terlihat jelas ketegasan dan kemarahannya.
"Aku tidak bisa... Oppa , tolong mengertilah" ucap Yoora yang tidak bisa menahan air matanya lagi . Namjin terdiam sejenak, dia berusaha menelisik dalam sorot mata sang adik mencari alasan lain yang mungkin bisa terjadi, mengapa yoora sampai tidak mau melanjutkan pendidikan nya .
"Percaya lah padakku.. mulai sekarang segera lah pilih unversitas yang kamu mau , aku akan mengurus semuanya . Tidak ada penolakan lagi " katanya, lalu berbalik pergi, meninggalkan Yoora yang hanya bisa terdiam, merasa terpojok oleh kata-kata sang kakak.
"Oppa..." Ucap Yoora, namun Namjin sudah tidak menghiraukannya lagi. Dia berjalan pergi begitu saja, meninggalkan Yoora .
"Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? keluhnya dengan suara lirih, hampir tidak terdengar Seonho oppa pasti akan marah padaku... Akh, Tuhan, begini sekali takdirku... Bisakah Kau melakukan sesuatu yang besar untukku? Sungguh, Tuhan, ini sangat melelahkan," katanya, mulutnya terasa kering, dan hati terasa hampa.
Perasaan cemas dan bingung melanda dirinya. Tidak tahu harus berbuat apa. Namun, setelah pernyataan Namjin itu, Yoora memutuskan untuk mengikuti perintah kakaknya, dia memilih untuk masuk ke universitas yang selama ini dia impikan, meskipun dia tahu Seonho pasti akan menentang keputusan itu.
Awalnya, Seonho menolak keras keputusan itu, dengan segala alasan dan protes yang tak bisa dipahami oleh Yoora. Namun entah apa yang Namjin lakukan mungkin dengan cara yang tegas atau mungkin dengan sedikit bujuk rayu yang tak terlihat akhirnya Seonho pun mengizinkan Yoora untuk melanjutkan pendidikan ke universitas yang dia pilih. Yoora merasa lega, namun di satu sisi, dia juga merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya Namjin lakukan hingga Seonho akhirnya berubah pikiran.
“Entahlah, aku masih tidak mengerti,” pikir Yoora dalam hati, meski kebahagiaan sedikit mengisi ruang kosong hatinya.
Meskipun demikian, ada sedikit kecewa yang tersisa. Yoora tak bisa melanjutkan pendidikan di universitas yang sama dengan sahabatnya, Rea. Walaupun Rea sangat pintar dan memiliki potensi besar, sayangnya dia tidak lolos ujian seleksi masuk universitas tersebut karena persaingan yang sangat ketat. Yoora merasa agak kehilangan, karena selama ini mereka selalu berbagi impian yang sama, tetapi kini semuanya terasa berbeda.
Setelah semua urusan pendaftaran selesai dan semuanya ditangani oleh Seonho atas permintaan Namjin, Yoora akhirnya bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas dengan tenang. Setidaknya, sekarang dia merasa sedikit lega.
Pagi itu, setelah semua persiapan selesai, Yoora bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Taehwan yang melihat Yoora bersiap pergi, menghampirinya dengan senyum lebar.
"Aku akan berangkat sekarang," ujar Taehwan sembari bangkit dari kursi nya .
"Kemari ucap Namjin membuat Yoora mendekati nya, tidak di sangka ternyata Namjin memberikan kecupan manis di pipi sang adik semangat, oppa menunggu hasil yang baik." tambahnya dengan senyum penuh pengertian, semua saudara nya yang lain hanya memperhatikan itu dengan tatapan mata yang berbeda-beda.
"Hyung, bolehkah aku pinjam barangmu?" tanya Jungsoo yang akhirnya menyela interaksi itu .
"Apa?" tanya Taehwan, menyipitkan mata dengan kening berkerut, agak bingung dengan permintaan Jungsoo yang tiba-tiba.
"Laptop mu," jawab Jungsoo singkat, tanpa menatap langsung kakaknya, dia masih pokus pada makanan nya .
"Untuk apa? Kamu kan juga punya laptop sendiri? " tanya Taehwan semakin bingung.
"Ada sesuatu yang mau aku lakukan, tapi harus pakai laptop mu. Cuma laptop mu yang punya aplikasi yang aku butuhkan." Ujar jungsoo menjelaskan .
"Eumm... Terserah kamu saja, ambil saja sendiri, ada di kamarku. Aku tidak mengunci kamar ku " katanya sambil mengerlingkan mata ke arah kamar pribadinya, tanpa ragu Taehwan memberikan akses pribadi nya pada sang adik.
"Terimakasih banyak Hyung " Ujar Junsoo sembari tersenyum.
"Sama-sama " ujar Taehwan.
"Kalian pergi bersama? " Tanya Namjin, melihat Taehwan yang begitu antusias.
"Iya .. aku berangkat duluan " lanjutnya , sembari menyusul yoora yang sudah berjalan terlebih dahulu, seperti adiknya itu siap untuk memulai perjalanan barunya. Namjin hanya mengangguk, pria manis dengan lesung Pipit nya itu tersenyum melihat kedua adiknya berjalan berdampingan.
"Semoga di kampus nanti kamu bisa menemukan teman yang baik dan bisa lebih berkembang, Yoora . Tolong jangan melakukan hal-hal aneh yang akan membuat Namjin Hyung dan aku kecewa " ujar Taehwan dengan nada yang lebih lembut, meskipun wajahnya tetap terlihat serius, pria itu membuka pintu penumpang untuk adiknya.
"Terima kasih, oppa. Aku akan berusaha." Ujar Yoora hanya bisa tersenyum kecil.
Semua orang sudah mengetahui perubahan sikap Taehwan terhadap Yoora, dan hal itu membuat semua saudara-saudara Yoora terkejut. Namun, Namjin merasakan kebahagiaan yang luar biasa, karena perubahan tersebut membuatnya lebih tenang ketika berpergian jauh. Ia tahu bahwa ada seseorang yang akan melindungi Yoora selama ia tidak bisa berada di dekatnya.
Sementara itu, Jungsoo yang masih duduk di meja makan dengan ponselnya, memanggil Seonho yang sibuk dengan pekerjaannya. Seonho yang terlihat fokus, hanya memberi respons singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya. Sedangkan saudara nya yang lain seperti Namjin dan Yongki yang masih makan hanya menyimak, Jihwan sendiri sudah kembali ke kamar nya .
"Hyung...." Panggil Jungsoo dengan nada ragu.
"Eummm...." Seonho menjawab tanpa berusaha mengalihkan perhatian dari ponselnya. Suara notifikasi yang datang membuatnya semakin tenggelam dalam dunia pekerjaan.
"Hyung, bolehkah aku pergi ke rumah teman ku?" Tanya Jungsoo dengan harapan agar Seonho memberinya izin.
"Pergi saja, Soo-ah. Kamu sudah dewasa. Urusan pekerjaanmu bisa di-handle oleh yang lain," jawab Seonho santai, masih sibuk dengan pekerjaan yang tak kunjung selesai.
Setelah Jungsoo menyelesaikan pendidikannya, ia bekerja di perusahaan keluarga Lee, di bawah pengawasan ketat Seonho. Meskipun awalnya Jungsoo menolak keras, tekanan dari Seonho membuatnya tak punya banyak pilihan selain mengikuti keinginan kakaknya yang paling disayanginya itu. Awalnya, Jungsoo berencana untuk membuka usaha sendiri, sebuah kafe yang sudah lama ingin ia bangun, tapi karena permintaan Seonho yang mendesak, ia akhirnya harus menunda impiannya itu.
"Serius? Aku ingin menginap di sana selama beberapa minggu," ujar Jungsoo mencoba meyakinkan Seonho agar memberinya izin. Seonho mengalihkan pandangannya dari ponsel dan menatap wajah adiknya dengan ekspresi tajam, memastikan bahwa Jungsoo tidak bercanda.
"Selama apa?" Ulang Seonho, nada suaranya lebih datar, ingin memastikan bahwa adiknya serius dengan ucapan itu.
"Beberapa minggu saja, mungkin sekitar dua minggu lebih," jawab Jungsoo dengan penuh keyakinan, meskipun Seonho bisa melihat ada keraguan di matanya. Yongki yang sedang makan ikut menoleh, tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, sedang Namjin masih memantau situasi.
"Kau tidak punya rumah sampai harus menginap di rumah orang lain selama itu?" Ucapnya dengan kesal .
"Tidak begitu, Hyung... Ada yang mau aku lakukan dengan dia," jawab Jungsoo, mencoba menghindari pertanyaan yang dia anggap mengganggu.
"Lakukan apa? Kamu bisa mengerjakan semuanya di sini. Kenapa harus di tempat lain?" Tanyanya, Seonho menatap serius ke arah Jungsoo, dia mulai merasa khawatir jika Jungsoo ingin melakukan sesuatu yang bisa membawa masalah.
"Akh... Hyung tidak mengerti apapun, aku dan dia akan melakukan ini di New York" jawab jungsoo dengan tegas namun juga terselip rasa kesal, dia mencoba memberi penjelasan yang lebih jelas, meskipun itu semakin memperburuk situasi.
"New York?" Yongki terbelalak mendengar ucapan Jungsoo, dan akhirnya mengalihkan pandangannya dengan ekspresi tercengang, Seonho langsung menanggapi dengan nada tegas.
"Tidak ada... Tidak ada yang boleh pergi ke sana. Tidak ada izin," katanya dengan jelas, tidak ingin memberikan kelonggaran sedikit pun.
"Hyung... Aku kan sudah dewasa. Barusan Hyung bilang aku sudah dewasa, kan? Aku harus pergi!" Jawab Jungsoo dengan sedikit marah, mendapatkan tatapan tajam dari Seonho yang membuat suasana semakin tegang.
"Tidak... Tidak boleh pergi kemanapun, aku tidak memberikan mu izin," kata Seonho dengan nada semakin serius, seakan menegaskan bahwa tidak ada kompromi lagi.
"Hyung, kenapa sih? Aku kan sudah minta izin baik-baik. Jika aku tahu akan seperti ini, lebih baik aku tidak meminta izin sekalian!" ujar Jungsoo dengan nada pelan, namun masih bisa didengar jelas oleh Seonho.
"Oh begitu? Sekarang kau sudah berani berkata seperti itu padaku, Jungsoo?" Ucap Seonho menatap adiknya dengan tajam, dan suara kerasnya menggema di ruang itu.
Yongki yang merasa suasana semakin memanas mencoba menengahi. Dia tidak ingin mengawali pagi nya dengan ketegangan seperti ini, jika di biarkan perdebatan itu tidak di hentikan kedua nya tidak akan berhenti , karena Yongki tahu Jika sikap Junsoo dan seonho sama - sama keras kepala.
"Sudahlah, Soo-ah. Jika memang ada yang ingin kamu lakukan, kamu bisa melakukannya di sini. Ajak temanmu di sini, pilih tempat manapun yang kamu mau," ujar Yongki dengan nada yang lebih lembut, berusaha meredakan ketegangan di antara mereka. Semua orang tahu jika Seonho tidak bisa dengan mudah diajak bicara saat sudah berada dalam posisi seperti ini.
"Tidak bisa, Hyung... Aku mau melakukannya di New York, bukan di Korea," jawab Jungsoo dengan nada kecewa dan sedikit marah, menyadari bahwa Seonho tidak akan mengerti keinginannya.
"Kamu belum pernah ke sana, Soo-ah. Jangan membuat kami khawatir di sini , Kami semua hanya ingin yang terbaik untukmu, " ujar Yongki dengan suara yang melembut, mencoba menenangkan Jungsoo.
"Aku bukan anak kecil, Hyung. Usiaku sudah 29 tahun, apa salahnya jika aku melakukan apapun yang aku inginkan?" jawab Jungsoo dengan nada yang lebih tajam, akhirnya memutuskan untuk melawan aturan yang dirasakan mengekang dirinya.
Seonho yang sudah tidak sabar lagi mengahadapi sikap Junsoo, menatap adiknya itu dengan tatapan penuh kekesalan, berusaha menjelaskan jika semua yang dia lakukan untuk kebaikan nya .
"Lalu mengapa, jika usiamu sudah 29 tahun, kau merasa bebas begitu saja melakukan apapun tanpa sepengetahuan kami?" kata Seonho, suaranya kini tegas, dan nadanya sudah tidak ramah lagi.
Jungsoo terdiam mendengar kata-kata kakak tertuanya itu. Dalam hatinya, dia tahu bahwa semua saudaranya hanya khawatir dan peduli padanya. Namun, di sisi lain, ia merasa kehidupannya selalu diatur terlalu ketat, seolah tidak ada ruang untuk dirinya sendiri. Dengan usia yang sudah tidak muda lagi, Jungsoo merasa bahwa ia seharusnya bisa memilih jalannya sendiri, tanpa harus selalu dikendalikan oleh saudara-saudaranya.
"Dengan siapa?" tanya Namjin, berusaha mengalihkan suasana tegang itu.
Jungsoo menoleh pada Namjin, matanya menatap kakaknya yang kini terlihat serius. Namjin selalu berusaha memahaminya, meskipun ia tahu betul karakter keras kepala dirinya.
"Teman-ku," jawab Jungsoo, berusaha menjaga ketenangan suaranya.
"Ah, maksudku... siapa orangnya?" Namjin menegaskan.
" Ya.... ada pokoknya temanku " jawab Junsoo yang tidak ingin menyebutkan nama teman nya itu .
"Hyung sudah tahu kalau kamu sudah dewasa, Soo-ah. Tapi ini pertama kalinya kamu pergi ke sana sendirian. Ditambah lagi, kamu akan menginap selama itu. Wajar kan jika kami khawatir padamu? Ini bukan soal dewasa atau tidak, tapi soal kekhawatiran seorang kakak pada adiknya. Kami seperti ini bukan hanya pada kamu, tapi juga pada Jihwan, Tae... kita semua selalu mempertanyakan keputusan mereka. Kita keluarga, kita harus saling melindungi," ujar Namjin, berbicara selembut mungkin. Dia tahu sikap keras kepala Jungsoo sangat mirip dengan Seonho. Dua orang itu, jika sudah berdebat, tak akan mau mengalah sampai salah satu menang.
"Yang dikatakan Jin benar, Soo-ah, ini bukan hanya soal usiamu atau apa. Kau tahu, bahkan Haesung dan Namjin yang lebih tua darimu pun masih mau diatur oleh Seon-hyung. Bagaimana pun dia yang lebih tua dari kita, Apa yang dia lakukan, itu demi kebaikan kita semua " kata Yongki, menambahkan. Jungsoo merasa kesal, tapi ia menatap wajah-wajah saudaranya dengan tatapan kecewa.
"Terserah Hyung saja," jawabnya, lalu berbalik dan meninggalkan mereka di meja makan, tanpa menoleh lagi, Seonho, yang melihat itu, hanya menghela napas panjang.
"Yongki, perhatikan Soo-ah, cari tahu tentang apa yang dia ingin lakukan sebenarnya " ucap seonho pada Yongki.
" Baik , Hyung " ujar Yongki..
"Dan kau, Namjin, urus Yoora dengan baik. Jika sampai dia melakukan kesalahan, aku tidak akan segan-segan turun tangan, paham?!," ujarnya dengan tegas, sebelum berbalik dan meninggalkan kedua adiknya di ruang makan.
"Iya Hyung, aku berangkat duluan, Hyung, aku ada banyak pekerjaan yang belum diselesaikan beberapa hari terakhir." katanya, sambil menatap Yongki sekilas.
Setelah Namjin pergi, Yongki hanya mengangguk, Hoseok pun sudah tidak pulang ke rumah sejak satu minggu yang lalu, dan Namjin sibuk dengan pekerjaan. Sedangkan Yongki, meski sering berada di rumah, jarang benar-benar terlibat dalam urusan keluarga. Ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan musik, yang sudah menjadi dunia pribadinya.
lanjut Thor🥺🥺🥺