[Complete] Diantara dua desa, ada sebuah hutan yang berada ditengah kedua desa tersebut, konon jika mendengar suara gamelan maka dialam gaib lain sedang ada pesta hajat.
Suaranya begitu membuat merinding sampai membuat tidur kadang terbangun karena bercampur dengan suara lolongan anjing hutan.
Menurut warga desa sekitar saat ditanya mengenai suara gamelan tengah malam, dikira dari desa sebelah, desa sebelah mengira sebaliknya.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Ikuti kisahnya ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siswondo07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berantai
Malam Ruqyah sudah terlewat, kini lagi datang dengan suasana seperti biasa. Arhan sudah bisa masuk sekolah lagi. Hasan mengantar adik-adiknya kesekolah. Sementara anak terkahir dititipkan Ibunya ke Adik Bapak yang rumahnya sampingan.
Saat Rumah sepi, diruang meja makan. Ibu Arhan duduk dikursi, ketika melihat Bapak Arhan mau ke ladang dihentikan langkahnya karena ada sesuatu hal yang harus dibahas.
"Saya mau bicara sama kamu Mas. Silakan bisa duduk." Ungkap Ibu Arhan, wajahnya menahan rasa kecewa.
Bapak Arhan duduk, wajahnya bingung dan perasaannya tak enak. "Bicara apa?" Tanya Bapak Arhan, matanya penuh dengan tatapan penasaran.
"Banyak kebohongan yang kamu pendam sampai saya merasa ada yang tidak beres dengan rumah tangga kita.
Tanpa kamu sadari aku tak sengaja mengikuti kamu dan Mbah Siman tadi malam. Aku menguntit dan mendengar pembicaraanmu mengenai yg tentang perjanjianmu dengan Jin."
"KAMU GILA MAS!" Ucap dengan nada keras Ibu Arhan, lalu berdiri dan merasa sangat kecewa. Beberapa kali badannya berjalan pendek kearah kanan dan kiri. Tangannya berapa kali mengusap air matanya yang jatuh tak terbendung.
"Tega kamu memberi nafkah keluargamu dengan uang haram, uang hasil perjanjian dengan jin. Pikiran kamu kemana mas.
Selama ini yang aku pendam perasaan tak karuan, selalu berpikir ada yang dalam dengan rumah tangga kita. Jadi ini sebabnya. Kamu tahu resikonya bisa kehilangan anggota keluarga.
Kau pasti banyak menyembunyikan rahasia lainnya. Sekarang aku minta katakan sejujur-jujurya. Bocah-bocah yang sakit itu apa ada sangkut pautnya dengan perjanjianmu.
KATAKAN!" Ungkap Ibu Arhan dengan penuh emosi. Menunggu jawaban Bapak Arhan.
Bapak Arhan hanya diam, duduk terdiam tanpa berani menatap istinya.
"JANGAN DIAM SAJA MAS! KATAKAN SEKARANG. KALO KAU DIAM AKU MINTA CERAI SAJA." Ibu Arhan lekas mengertak dengan ancaman.
Bapak Arhan Berdiri dari duduknya. Lalu berkata! "Ok. Aku jujur_
Akar masalah semua ini si Witan. Dia membawa jin-jin itu kesini, aku korban pertama yang dibodohi. Lalu Bapak Yono, Toni, dan Obi. Mereka semua termakan mulut manis Witan untuk ikut penglarisan." Bapak Arhan lalu terdiam, matanya menatap penuh dengan kejujuran.
Ibu Arhan mendengar ucapan Suaminya tambah kaget dan matanya melebar tanda tidak menyangka.
"Baik. Sekarang saya temuin korban-korban Witan, saya akan katakan ke istri mereka agar tahu sebab akibat kejadian anak-anaknya." Ucap Ibu Witan.
"Aku sudah tobat Buk, sejak malam tadi aku penuh dengan penyesalan. Maafkanlah suamimu ini." Bapak Arhan bersujud dihadapan istrinya dengan linangan air mata penuh penyesalan.
"Aku janji akan perbaiki keadaan ini." Tatapannya makin membuat suasana makin haru.
"Saya butuh waktu." Jawab Ibu Arhan.
Lalu Ibu Arhan berjalan meninggalkan Suaminya dan keluar rumah menuju ke korban Witan.
Ibu Arhan berjalan cepat menuju ke rumah Obi, lalu bertemu Ibu Obi didepan rumahnya, langsung menceritakan bahwa Bapak Obi mengikuti perjanjian dengan jin. Begitu seterusnya sampai semua para istri ayok dan marah-marah. Didesa ini kegaduhan mulai tersebar dan menjadi ladang gosip bagi ibu-ibu sekitar.
-
Sementara disekolah, Hasan hanya diam mematung, jam belajar pun tak bisa konsentrasi, saat istirahat hanya mau didalam kelas Saja. Rona yang melihat Hasan lekas menghampirinya.
"Kamu kenapa si San. Nggak Semngat hidup." Celetuk Rona sambil duduk membawa cemilan enak.
"Mau makan ini. Ambil." Rona menyodorkan cemilan itu pada Hasan. Hasan menolak.
"Cerita dong." Pinta Rona untuk cerita padanya.
"Makin rumit. Semua yang terjadi ternyata akaranya bersekutu dengan Jin setan." Jawab Hasan yang lemah lesu.
"Yang sabar. Pasti ada solusinya kok." Ungkap Rona yang berusaha membuat Hasan merasa tentang.
Hasan lalu menatap kearah Rona. Lalu senyum tipis sebelum ia mengambil cemilan ditangan Rona.
"Aku mau ngomong." Ungkap Rona.
"Ngomong Apa?" Tanya balik Hasan yang penasaran.
"Ayahku pindah dinas satu tahun ke Sulawesi, jadi sekeluarga harus ikut, aku disini tidak punya saudara jadi mau nggak mau ikut dan pindah sekolah. Besok harus berangkat." Ungkap jujur Rona ditambah merasa sedih meninggal sahabatnya yang masih terkena banyak masalah.
"Secepat itulah." Ungkap Hasan dengan muka heran.
"Aku juga nggak mau San, tapi harus gimana lagi. Kita bisa lewat telepon kan. Jika sudah lulus SMA keluargaku balik kesini." Ucap Rona.
"Semoga lancar ya. Semoga kamu disana betah, dapet teman baru." Senyum Hasan setelah mengatakannya.
Senyum balik Rona.
Hari ini, hari terkahir Hasan bersama Rona.
-
Disekolah Arhan, Yono, Toni dan Obi masih belum berangkat sekolah karena masih sakit. Arhan begitu sedih dengan kejadian yang dialaminya. Rasa trauma masih menyelimuti pikirannya.
Hari ini sepi tanpa sahabatnya, hanya fokus mendengarkan pelajaran dan berdiam diri.
-
Sementara Witan yang beda pulau. Saat sore hari Ia berjalan pincang menuju ke sebuah tempat perdukuan yang selama ini jadikan ilmu hitam. Ia masuk kerumah itu dan bertemu dengan seorang Mbah Tua pakaiannya serba hitam. Sebut nama panggilannya "Mbah Sutris."
Pegangan yang ia bawa ke Sumatera dari Mbah Sutris.
"Mbah Sutris. Bisa tolong saya, saya merasa ada yang menggagu saya." Ungkap Witan.
Mbah Sutris lalu duduk ditempat perdukunannya, yang dihadapannya ada bunga tujuh rupa, mangkok dari tanah liat isi air, dan sekumpulan perangkat dukun. "Duduklah." Mbah Sutris menyuruh Witan untuk duduk dihadapannya.
"Ceritakan apa masalahmu." Tanya Mbah Sutris
"Pegangan yang Mbah kasih ke saya lepas. Sekarang dedemit itu semua meneror pemegangnya, termasuk saya." Ucap Witan pada Mbah Sutris.
"Itu kebodohanmu_
Kau tahu jika semua pengikutmu berhasil memutus perjanjian jin itu, maka semua yang mereka pegang akan kembali padamu, bisa saja keluargamu yang akan menjadi tumbal." Ungkap Mbah Sutris.
Wajah Witan lekas berubah dan ketakutan. "Saya harus bagaimana Mbah." Tanya Witan meminta solusi.
"Saya akan membantumu, tapi pastikan tidak ada yang setara denganku bahkan melampaui ilmuku." Ungkap Mbak Sutris.
Lalu Sutri tambah kaget. "Tapi Mbah disana sudah ada orang pintar, namanya Mbah Siman." Ungkap Witan.
"Saya Coba." Mbah Sutris lalu mencoba menerawang Mbah Siman.
Sontak Mbah Siman yang merasa terusik lekas mengembalikan telepati ke Mbah Sutris.
"Asemmm. Dia lebih sakti daripada aku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Jika Si Siman itu berhasil memutus perjanjian maka kau siap-siap mati." Ungkap Mbah Sutris.
"Sekarang pulanglah, saya masih ada kerjaan." Usir Mbah Sutris pada Witan.
"Tapi Mbah." Witan masih berharap ditolong. Namun tetap diusir dari rumahnya.
Witan akhirnya keluar dengan pikiran kebingungan, ia masih ingin hidup didunia. Namun sudah tidak bisa apa-apa lagi. Witan pulang dengan terseok-seok.
-
..."Apa yang kita tanam, itulah yang kita petik."...