Mitha, Gadis Kaya yang mendadak miskin karena sang ayah direbut Pelakor. Hidupnya berubah 180⁰ sehingga pekerjaan apapun dia geluti demi menafkahi sang mama yang sakit-sakitan. Dia bergabung menjadi Pasukan Orange DKI Jakarta
Selama menjalani profesinya menjadi pasukan orange banyak ujian dan cobaan. Dan Mitha menemukan cinta sejati di lingkungan kerjanya, seorang lelaki yang berkedudukan tinggi tapi sudah beristri.
Apakah dia juga akan menjadi Pelakor seperti perempuan yang merebut ayahnya dari mamanya?? Yuk..di subscribe dan ikuti ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pak Lurah Aneh!!
POV MITHA
Braaakkkk!!! Bugh!!
Aku terpelanting jatuh dari motor yang baru saja aku beli dari bang Agus. Aku merasa posisiku sudah di jalur yang benar. Belum sempat ku mengangkat motor yang menimpa kakiku, si pemilik mobil sudah memakiku
"Kamuuu...!! Bisa naik motor ga sih?" Atasanku memakiku
Aku kaget kenapa dia yang marah, meskipun dia atasanku, aku tidak terima dibentak.
"Bapak yang salah kok jadi nyalahin saya!" Aku melotot dengan nada tinggi
Dia hanya menatapku tajam, lalu meminta bawahannya yang lain untuk menyingkirkan motorku. Aku masih melihat lirikan tajamnya saat dia memarkirkan mobilnya. Sekalipun aku salah, tidak seharusnya dia memakiku di depan umum seperti itu.
"Udah jangan diambil hati Mitha, mungkin dia lagi mumet. Bisa jadi semalem ga dapet jatah dari bininya" Bu Een berusaha membuat amarahku mereda.
"Tapi apa Bu Een bilang? Ga dapet jatah? Semalem aja di telepon dia minta jatah, Cih lelaki isi otaknya begituan doang!!" batinku
"Mitha di panggil Bu Ira" mas Deo memanggilku
"Makasih infonya mas, nanti saya ke atas"
Selesai membersihkan luka di lututku, aku naik ke atas menemui Bu Ira
"Bu Ira manggil saya?" Bu Ira memanggilku dengan isyarat tangan agar aku masuk ruangannya
"Kerjaan mu rapih sekali Mitha, ibu terima kasih sekali ya kerjaan ibu dibuat rampung dalam satu hari sama kamu"
"Sama-sama Bu, kalau saya shift sore seperti kemarin akan saya bantu kerjaan ibu"
Aku menawarkan diri, itung-itung aku belajar kerja di perusahaan besar nantinya. Kalau mama sudah bisa ditinggal kerja seharian.
Bu Ira menambahkan ku satu pekerjaan lagi, dia akan bertanggung jawab dengan kerjaanku di lapangan. Bu Ira meminta bang Agus yang memback-up pekerjaan lapanganku. Saat aku berdiri di depan mesin fotocopy, Atasanku Megan menatapku dengan tajam.
"Kerjamu di lapangan, ngapain kamu di situ?" tanyanya dengan ketus dan tatapan matanya yang tajam
"Sa-saya diminta Bu Ira buat satu laporan keuangan lagi pak" aku sedikit gugup menjawabnya. Tak lama Bu Ira datang setelah pulang keliling lingkungan.
"Saya yang minta tolong Mitha pak, untuk lapangan di handle Agus"
Pak lurah langsung masuk ke ruangannya. Dan aku pamit dengan Bu Ira untuk kembali ke lapangan.
Saatku kembali ke zona, bang Agus masih di sana.
"Lah katanya lagi ngerjain kerjaannya Bu Ira, ko balik lagi ke sini" tanya bang Agus padaku
"Lagi fotocopy di omelin pak lurah bang, dia keheranan aku kerja di kantor. Tempatku di lapangan bukan di sana"
"Dih kaku banget sih jadi lurah! Pegawai kontrak kayak kita biasa disuruh bantu ngerjain tugas kantor neng, Lo jangan sedih begitu. Emang dia lagi eror aja kali pikirannya"Timpal bang Agus.
"Tadi tuh dia juga kesini, ngeliat gue kayak ngeliat setan. Terus ninggalin ini nih! Gue tanya dia ada perlu ape, cuman melengos. Ribet banget jadi orang!!" bang Agus menggerutu
Aku ambil bungkusan bertuliskan nama apotik yang ternyata isinya obat merah, plester luka dan cairan disinfektan. "Ini bang balikin aja ke pak lurah kali aja dia kelupaan"
"Kaki Lo yang lecet udah diobatin?" tanya bang Agus. Aku menggeleng. Bang Agus langsung ke warung terdekat.
"Sini gue obatin kaki Lo, kalo di diemin ntar jadi bengkak"
Dia menggiringku duduk di plesteran yang sudah di alasin plastik. Aku mengulurkan betisku yang lecet di depan bang Agus.
"Tuh belom sehari betis Lo udah bengkak begini" Tiba-tiba badanku melayang seperti ada yang menggendongku.
Aku terkejut ternyata yang menggendongku adalah pak lurah yang seharian ini jadi musuh terberat ku. Aku berontak, tapi dia memaksaku masuk ke dalam mobil.
"Bapak apa-apaan sih main angkat badan saya aja" Aku memakinya tapi dia bergeming. Dia melajukan mobilnya ke sebuah klinik dan kembali mengangkat tubuhku hingga duduk di atas brankar klinik.
Dengan wajah cemberut aku melengos saat dia menatapku dengan wajah sendu.
"Kenapa sikapnya berubah-rubah sih. Dari pagi marah-marah sekarang sok perhatian" batinku
"Kalau belum bisa naik motor, ga usah bawa motor. Nanti bisa mencelakai pengendara lain" Katanya sambil membetulkan kerah bajuku, aku kaget dengan tindakannya. Tentu saja aku ga nyaman. Aku hanya diam, buat apa juga menimpali sikapnya yang sok peduli. Bentar lagi juga dia seenaknya memarahiku.
"Hari ini langsung aku antar pulang ke rumah"Katanya.
"Ga usah pak, terima kasih banyak. Sebentar lagi bang Dul jemput saya. Saya harus bawa motor saya ke bengkel dulu" Dengan ketus aku menolaknya.
"Kapan kamu hubungin Dul?"
"Barusan" Jawabku jutek
"Sini handphone mu, kasih ke aku!" Perintahnya.
"Kenapa sih pak?" tentu saja gak aku kasih
"Cepet sini!" Dengan berat hati aku ulurkan telepon di depannya. Aku pikir dia akan menelpon bang Dul dari handphone ku ternyata dia mau menyimpan nomerku yang aktif. Memang waktu melamar aku memakai nomer ponsel yang sudah tidak aktif dan di kantor yang tau nomerku yang aktif hanya beberapa orang saja. Aku juga ga masuk grup pegawai.
"Gimana Mitha, udah diobatin?" tanya bang Dul. Aku mengangguk
"Gue denger Lo ke sini dianter pak Lurah? Mana orangnya?" tanya bang Dul
"Ga tau bang kemana, pas tau Abang mau jemput aku. Dia langsung pergi" bang Dul tersenyum, senyum yang sulit aku artikan
Aku kembali ke kelurahan dengan dibonceng bang Dul. Menunggu waktu absen pulang tiba, aku duduk di gajebo musholah bersama rekan-rekan lainnya. Mereka masih membahas tentang aku yang diangkat pak Lurah dan dibawa ke klinik. Aku ga bisa mengelak dengan pertanyaan mereka. Memang pasti banyak mata yang melihat tindakannya.
"Lo ga curiga kalau pak lurah naksir Lo Mit?" Tanya bang Agus berbisik
"Yaelaah bang..ga kepikiran sampe ke situ aku bang. Secara kasta aja kita beda jauh" Aku males banget menimpali obrolan begini.
"Gue ngerti kalau lelaki naksir perempuan emang begitu Mit, secara bini gue udah tiga hahaha" Aku hanya melempar gelas kosong ke bang Agus
"Mitha, motor Lo udah dibenerin di bengkel. Tuh udah di parkiran ya motor Lo" bang ijaz teriak dari depan toilet
"Siapa yang bawa bang?" tanyaku. Dia hanya mengacungkan telunjuknya
Selesai absen aku pulang dengan motorku, di halaman rumah Bu Naryo sudah ada mobil hitam terparkir. Aku ga terlalu memperdulikan karena mungkin saja tamu dari kontrakan lain. Aku memarkirkan motorku di rumah Bu Naryo.
Saat di depan pintu aku dengar suara orang bercakap-cakap dari dalam rumahku, "Siapa?" gumamku
"Assalamualaikum mama"
"Wa'alaikumussalam Mitha" Seorang wanita setengah baya menjawab salamku
Aku mengulurkan tanganku untuk bersalaman.
"Maaf ibu siapa ya? Mamaku belum bisa bicara Bu" Aku penasaran
"Saya Diana, sahabat mama kamu" katanya dengan tersenyum
"Ibu tau rumah saya dari mana? Karena sudah lama kami tidak pernah terhubung dengan orang-orang masa lalu kami"
"Panjang ceritanya Mitha" Kulihat mata tuanya ingin menitikkan air mata
"Sebentar saya buatkan ibu minum dulu" Kataku
"Tidak perlu Mitha, ibu hanya ingin minta ijin kamu membawa mama kamu tinggal di rumah ibu dan mama kamu sudah setuju"
"Ehh ko begitu? Maksudnya gimana Bu?" aku menatap mama dan kulihat mamaku mengangguk