Zavian Xanderson, memiliki kepribadian yang dingin, dan tertutup dengan sejuta pesona yang dimiliki.
Alina Angelica Kwelju. Gadis cantik, pintar dan juga kreatif. Gadis yang kerap disapa Alin atau Ina ini memiliki sebuah rahasia besar yang ia simpan bersama keluarganya.
Ini kisah sosok Zavian Xanderson, sang ketua OSIS SMA Ultraviolet dan bertemu dengan gadis segudang rahasia itu. Penasaran? Yuk baca^^
Jangan menilai sesuatu dari covernya!
Typo bertebaran!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Sore ini, Geng Astro sedang berkumpul di sebuah cafe juga. Hanya saja, cafe yang mereka tempati sangat jauh dari cafe yang ditempati oleh Zavian dan teman-temannya. Namanya adalah Sydwic Cafe Bandung.
"Disini pertama kali Ina traktir kita, kan?" kata Jihan.
"Iya, cafe pertama kita kumpul juga." Khanza merespon ucapan Jihan.
Mereka kembali teringat momen-momen pertama kali datang ke cafe Congo Gallery & Cafe disaat mereka semua pertama kali berkumpul bersama dan saling melakukan perkenalan dengan Alina yang saat itu mentraktir mereka.
"Ternyata kalian masih ingat, ya?"
"Iya dong, bos. Kalaupun kamu lupa, sudah tertulis di buku binder ini. Sekaligus dengan foto-foto kita," jelas Dhara sembari memperlihatkan buku binder berwarna mocca yang ia pegang. Alina tersenyum geli saat ia juga mencoba mengingat momen pertama mereka berkumpul waktu itu. Sama-sama belum saling mengenal kecuali ia seorang. Apalagi waktu itu juga mereka masih pada kalem, malu-malu, kalau ngobrol pasti seadanya saja. Tidak seperti sekarang, pada aneh-aneh, tantrum semua, tidak mau mengalah dan suka jaim.
Hahaha ... Jadi pada kangen mereka yang waktu itu.
"Jadi, gimana nih kelanjutan misi kita?" Bela mulai membuka suara ketika minuman mereka telah datang.
Alina yang sedang menyeruput Lemon tea lantas menoleh ke sumber suara.
"Tinggal empat hari lagi, ya?" Bela mengangguk. Sedangkan yang lain hanya menyimak sambil menikmati pesanan masing-masing.
"Kita juga belum menemukan petunjuk satu pun dari mereka. Haruskah kita masuk lebih dalam lagi?" Alina meminta pendapat kepada teman-temannya.
"Tapi, gw takutnya nanti mereka curiga," ujar Jihan.
"Ya, itu resiko kita sih." Khanza merespon dengan santai. Jihan pun hanya menatapnya datar.
"Jangan sampai dalam waktu empat hari ini kita gak bisa dapatin petunjuk apapun."
"Lo benar, Ina. Ternyata sulit juga. Tapi, kalau dipikir-pikir, mereka lumayan bisa untuk didekati. Buktinya, ketuanya welcome aja kalau kita gabung mereka party," kata Dhara.
"Yeee .... Itu mah karena Khanza yang jadi pacarnya Akib, jadinya kita dapat akses untuk masuk ke geng The Dark Wolf," seru Alesha yang sedang mengganggu Chelsea bermain game. Sudah mulai julid nih anak satu, awokawok.
"Sha! Isss ... Kan jadi kalah," rengek Chelsea, sedangkan sang pelaku sudah tertawa terpingkal-pingkal.
"Hahaha .... Tumben manggil nama gw begitu." Chelsea hanya menatapnya datar.
"Kalian berdua gw hukum, mau?" Meski dengan nada santai, tetapi mereka langsung diam setelah mendengar Alina berbicara.
"Pentas seni akan diadakan besok." Khanza membaca pengumuman yang muncul di grup sekolahnya.
"Pasti rame banget besok," lanjutnya.
"Iyalah, pentas seni itu hanya sekali setahun diadakan. Itu pun tergantung mood kepala sekolahnya kalau mau laksanain," ucap Dhara. Khanza mengangguk setuju.
Memang hal lumrah sekali sih, setiap ada event besar kadang disetujui tergantung mood kepala sekolah. Kalau moodnya lagi baik, pasti setuju tanpa ada acara mukadimah. Tapi kalau sedang badmood, pasti berceceran pertanyaan-pertanyaan yang diluar nalar.
"Ngomong - ngomong soal pentas seni, kalian semua pada ikut?" tanya Alina yang sepertinya sudah memiliki rencana baru.
"Ikut semua kok, Na. Lagian nama kita semua udah ada didaftar yang dikirim sama Pak Anton. Kenapa?" tanya Alesha penasaran. Ia punya firasat kalau Alina pasti sedang merencanakan sesuatu.
"Baguslah, gw ada ide." Alina mengarahkan teman-temannya untuk duduk mendekat dan serius. Kemudian mereka saling berdiskusi tanpa ada yang mengganggu.
***
Keesokan harinya ...
"Tapi, Pak. Kenapa harus mereka yang bantu kami?" ucap Akib memelas.
"Gak ada tapi-tapian! Bukannya kalian yang meminta bantuan organisasi lain untuk menyiapkan kelangsungan PENSI?" kata Pak Anton selalu Pembina OSIS sekaligus merangkap sebagai Wakil Kepala Sekolah.
Saat ini mereka sedang berada diruang meeting. Disana sudah berkumpul Zavian, Alfata, dan Akib sebagai perwakilan OSIS. Alesha, Dhara sebagai perwakilan PMR, Alina dan Jihan sebagai perwakilan Pramuka.
Akib menatap kesal kearah Jihan, sedangkan gadis itu hanya bodoamat. Entahlah kenapa Akib ini sering cari-cari masalah dengannya.
"Selain Organisasi Pramuka dan PMR, apakah ada organisasi lain yang ikut serta, Pak?" tanya Zavian dengan tatapan datar menatap beberapa anggota dari geng Astro. Sangat diluar ekspektasi mereka jika tiba-tiba ada anggota geng Astrophile yang akan membantu anggota OSIS untuk acara Pentas Seni ini. Dan sedikit terkejut ternyata mereka juga anak organisasi.
"Oh, ada. Bapak sudah meminta perwakilan dari setiap organisasi yang ada disekolah ini. Yang lainnya sedang menuju ke sini," jawab Pak Anton.
Alesha sedari tadi hanya curi-curi pandang ke arah Alfata. Posisi mereka seperti berseberangan. Ruangan Meeting ini memiliki tempat duduk yang terdiri dari dua kelompok. Kelompok sebelah kanan ada sekitar empat puluh kursi dengan posisi lima berbanjar. Begitupun dengan kelompok sebelah kiri, sama seperti sebelah kanan. Jadi, Alesha saat ini duduk dibarisan sebelah kiri. Sedangkan, Alfata duduk dibarisan sebelah kanan beserta dua temannya.
Sesekali Alfata memergoki Alesha yang sedang mencuri-curi pandang itu.
Tok tok tok!
"Nah, panjang umur. Mereka sudah datang. Silahkan masuk!" kata Pak Anton dengan wajah lega setelah menunggu sekitar tiga puluh menit.
Terlihat sekitar lima belas orang yang sudah berdiri disebelah Pak Anton. Dan diantara mereka sudah ada Keira dengan tiga temannya yang menjadi perwakilan dari Cheerleader.
"Nah, ini ada yang dari Club Voli, Basket, PKS, Rohis, Silat, Taekwondo dan Cheerleader. Kalian, silahkan duduk sesuai organisasi kalian." Kemudian lima belas orang itu segera turun dan mencari tempat duduk disebelah Alfata. Alesha hanya menatap datar ketika melihat Keira duduk disebelah Al. Ia sudah menduga Keira akan ikut juga sebagai perwakilan untuk membantu anak-anak OSIS. Kalau seperti ini sangat sulit untuk menarik perhatian Alfata.
"Baiklah, Zavian. Bapak sudah memenuhi permintaan kamu. Apakah ada yang mau kamu tanyakan? Atau mau nambah siswa lain?" tanya Pak Anton. Zavian menatap sejenak para perwakilan itu. Jika bukan karena anggotanya yang ingin keringanan dalam pekerjaan untuk acara ini, ia tidak akan meminta perwakilan sebanyak ini. Apalagi disana ada Alina yang sedari tadi senyum-senyum sendiri menatapnya.
Huft!
"Sudah cukup, Pak."
"Baiklah, bapak serahkan mereka kepada kamu, Zavian. Semoga acara ini berjalan dengan lancar. Kalau begitu, kalian bisa langsung kembali, karena acara akan diadakan siang ini."
Mereka semua mengangguk. Kemudian Pak Anton keluar dari ruang meeting. Zavian tiba-tiba maju dan mengambil alih tempat duduk Pak Anton tadi.
"Kalian semua, terimakasih atas waktunya untuk membantu kami dalam acara Pentas Seni hari ini. Langsung saja kita ke ruang Aula, saya akan membagikan tugas-tugas disana."
...***...
To be continued!