Sekar ayu terpaksa harus jadi pengantin menggantikan kakaknya Rara Sita yang tak bertanggung jawab.Memilih kabur karena takut hidup miskin karena menikahi lelaki bernama Bara Hadi yang hanya buruh pabrik garmen biasa.
Namun semua kenyataan merubah segalanya setelah pernikahan terjadi?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shania Nurhasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB SEPULUH
"Sekar! kenapa malah ngobrol di pintu? cepat kesini ibu mau pulang," tanya ibu yang melihat anaknya berduaan didepan ruang rawat.
"Iya Bu, ini juga mau kesana," balasnya sambil berjalan menghampiri ibu.
"Haduh kalian ini, ditungguin malah keasikan berduaan kan ibu sudah bilang mau pulang ambil baju."
"Ya maaf, Bu," ucap sekar sembari menundukkan kepala seperti anak kecil.
"Kamu juga Bara, gak mau ganti apa baju kamu dari tadi kan. Pasti udah mandi keringat waktu datang kesini apalagi lagi panas panasnya."
"Iya Bu, nanti mau ganti."
"Jangan gara gara kamu pegawai pabrik jadi sombong, gak mau ganti baju tetap dipake. Biar apa kamu? biar dipuji punya kerjaan sama orang."
"Ya ampun ibu, gak tau aja mas bara itu sultan dari lahir. Makannya aja pake sendok emas, cuman sekarang aja nyamar jadi pegawai biasa," ucap Sekar dalam hati
"Tenang aja, Bu. Saya akan ganti baju kok."
"Ya udah kalau gitu, ibu mau pulang sekarang jagain bapak yang bener."
"Iya, Bu."
Setelah ibu pergi tinggal Sekar dan suaminya yang menunggui bapak. Sejak keluar dari ruangan operasi bapak masih belum juga siuman.
"Mas, kenapa bapak belum juga siuman ya?"
"Tunggu aja sebentar lagi obat biusnya masih ada belum hilang."
"Aku khawatir loh, mas."
Tak lama setelah Sekar menyelesaikan ucapannya, tangan bapak bergerak tanda sebentar lagi siuman.
"Mas! mas panggil dokter mas."
"Iya! iya saya panggil dulu."
Ketika dokter datang langsung saja memeriksa bapak, walau belum sepenuhnya sadar namun sudah ada perkembangan bagus.
"Dok, gimana kondisi bapak saya?"
"Alhamdulillah sudah ada perubahan semoga sebentar lagi beliau segera sadar dan pulih seperti biasa."
"Dokter, saya boleh minta supaya mertua saya bisa dipindah ruangan ke bagian VVIP?"
"Boleh, silahkan untuk diurus kebagian administrasi. Nanti bakal diarahkan selanjutnya, kalau begitu saya permisi."
"Sama-sama dok."
"Mas, kenapa harus pindah ruangan bapak?"
"Biar steril tempatnya gak campur sama pasien lain."
"Punya uang dari mana mas? kan biaya pasti mahal."
"Opa udah bersedia bakal bantu aku buat pengobatan bapak mertua aku."
Iya, Bara baru saja mendapatkan pesan dari Opa. Kalau beliau akan memberikan bantuan yang dibutuhkan Bara dengan syarat dia bisa memecahkan masalah ditempat kerjanya sekarang. Karena terdapat kecurangan tak sesuai dengan data, meskipun tak tau darimana ia harus mulai mencari tau namun dirinya sudah menyanggupi jadi apapun itu akan ia lakukan.
-----+----+----
"Rara?"
Panggil ibu, saat melihat anaknya yang berdiri didepan pintu. Seperti baru datang sama dengan drinya juga baru turun dari ojek motor.
Rara yang merasa mendengar suara ibunya langsung menoleh kebelakang, lalu berbalik menghadap ibunya.
"Ibu? darimana sih aku nungguin dari tadi kenapa baru pulang sekarang? gak tau apa aku udah ngantuk ini pengen tidur, mana lapar lagi masak apa sih jangan bilang tempe sama kangkung doang," cerocos Rara seperti kereta api yang tak bisa berhenti.
"Ra!"
"Apa sih, Bu. Dari tadi manggil terus," gerutunya
"Bapak kamu masuk rumah sakit habis dioperasi hari ini," ungkap ibu kepada anaknya
"Habis dong uang ibu buat biaya, udah aku mau masuk dulu Bu buka pintunya capek pengen duduk," setelahnya itu ibu langsung mengambil kunci didalam tas nya segera membuka pintu.
"Astaghfirullah Ra, kamu gak khawatir sama kondisi bapak?"
Sungguh heran ibu. Apa benar ini anak yang ia lahirkan dulu atau tertukar di bidan desa, tapi ibu ingat bahwa saat itu cuman ia yang melahirkan sendiri tak ada pasien yang lain. Tapi kenapa tak ada raut kaget atau khawatir, saat mendengar orang tua masuk rumah sakit. Berbeda sekali dengan Sekar yang selalu cepat tanggap bila keadaan sedang darurat seperti ini.
"Kan ibu udah bilang tadi, lagi pula kan emang selama ini juga lumpuhkan kenapa harus khawatir kayaknya gak perlu," ucapnya sambil berlalu ke dapur untuk minum.
"Kok, kamu ngomongnya begitu tentang bapak. Dia itu kepala keluarga kita, udah biayain juga Ra harus hormat."
"Ibu lupa, itu udah lama kan sebelum lumpuh. Sekarang aku biayain diri aku sendiri semuanya kok."
Ibu yang berada tepat dibelakang anaknya, matanya tertuju pakaian yang dipakai Rara hanya memakai crop top tampa lengan juga rok setengah paha yang mengekspos kaki jenjangnya.
"Ra, apa gak salah kamu pakaian kaya gitu?"
"Kenapa sih Bu? biasanya juga gak pernah komen soal pakaianku."
"Tapi ini loh kependekan, nanti kamu gerak sedikit pasti keliatan" ucapnya sambil memegang sedikit rok yang dipakai Rara.
"Ibu itu norak banget, ini itu fashion Bu jangan ndeso gitu kelamaan dikampung jadi gini gak tau gaya kekinian."
"Kayak adikmu loh, walaupun gak pakai terbuka tapi keliatan rapi anggun."
"Kenapa jadi bela dia sih Bu, gak biasanya mentang mentang udah di kasih duit sama dia jadi dibelain mau aku kasih juga?"
"Ya, kalau kamu mau ngasih juga ibu terima walaupun beliin nasi Padang aja pasti dimakan."
"Aku gak ada uangnya, Bu. Gak cukup, ngapain juga ibu ungkit ungkit kebaikan? bukannya kewajiban orang tua mencukupi kebutuhan anaknya ini malah mau minta," ucapnya dengan melipat tangan didada sambil duduk dikursi meja makan.
"Ya kamu hargain gitu bapak mu datangin dia yang lagi dirawat."
"Mau di hargain berapa sih, Bu. Perhitungan banget sama anak sendiri," gumamnya malas.
"Kamu itu jawab terus ibu ngomong."
"Karena ibu ngajak debat mulu, makannya aku jawab kalau ibu diem aku juga pasti diem, udah ah aku mau makan Bu, lapar."
Ibu geleng geleng kepala menghadapi anaknya ini, yang pandai sekali lawan orang tua. Ibu bertanya satu pertanyaan anaknya punya seribu alasan jawaban yang membuat ibu jadi pengen nyanyi eh maksudnya bikin naik darah.
"Bu, ditanya malah ngeliatin aja. Aku tau aku cantik, tapi gak perlu dilihat terus terusan juga."
"Apa sih? kamu pede banget."
"Ya harus lah, Bu. Wong kenyataan kok, kata temen temanku aja mengakui."
"Itu juga gara gara kamu teraktir mereka jadi pada muji, coba kalau enggak mana sudi temenan sama kamu."
"Bener banget lagi." ucapnya dalam hati "ya udah deh, aku mau makan ada gak temennya," tanyanya sambil mengalihkan obrolan
"Kan kamu tau ibu baru pulang jadi belum masak"
"Ckk minta uang kalau gitu buat beli makan," ucapnya sambil menadahkan tangan
"Ibu udah kasih kamu uang 5 juta di pakai buat apa? malah minta lagi?"
"Kapan, Bu. Ngasih uang sama aku?"
"Seminggu lalu, masa udah lupa lagi mulai pikun kamu."
"Ya elah Bu, itu udah abis buat teraktir temen sama buat healing juga pas pasan."
"Boros banget kamu, harus cari calon suami yang benar supaya memenuhi kebutuhan kamu yang seabrek itu."
"Ya iyalah. Ini juga lagi usaha biar hidup enak."
"Inget, sekarang adikmu udah gak kerja jangan poya poya."
"waduh bener lagi, bakal susah pemasukan kalau gini. Nanti di jauhin dari circle sosialita, bikin repot aja lah gara gara si bara kere bukannya dapat lauk gede malah asin kere'
paksa hancurkan pernikahan anaknya..