NovelToon NovelToon
Di Nafkahi Berondong Ku.

Di Nafkahi Berondong Ku.

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: tami chan

Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perhatian.

"Guru lesnya sudah datang, Mah?" Devano tampak terburu-buru masuk ke dalam rumahnya. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaannya, syuting iklan sebuah merk snack yang sedang viral.

Walaupun lelah, tapi Devano memutuskan untuk belajar, demi bisa mendapat nilai bagus dan lulus tanpa kendala apapun.

Tante Lucia yang sedang memasak di dapur hanya menggeleng singkat, "mungkin dia sedang otw," jawabnya.

Devano mengangguk beberapa kali. "Mama masak apa? wangi banget?" Devano mendekati Mama Luci dan melihat masakan mamanya yang masih di atas kompor.

"Tadi siang, Om Kevin kasih daging banyak, jadi Mama Rendang aja."

"Wah... nanti kalau Devi ke sini, di suruh makan sekalian saja ya, mah?" Ucap Devano sambil mengambil sepotong daging rendang dengan sebuah garpu.

"Uuhh, uenak poll..." puji Devano pada masakan Mamanya.

Luci tersenyum sambil menggelengkan kepala. Anak lelakinya ini, benar-benar mirip ayahnya -Aldrich-, suka memuji dan mulutnya manis banget kalau bicara.

"Masa kamu panggil Devina begitu? pake kak atau apa dong, dia kan lebih tua dari kamu," Mama Lucia mengingatkan.

Devano nyengir, "dia kayak sepantaran aku, jadi kadang-kadang lupa kalau orang itu lebih tua. Tubuhnya terlalu mungil untuk orang yang berusia 20 tahun."

Luci terkekeh, "masa kecilnya pasti sulit..." ucapnya sambil lalu mendesah.

"Dulu, Mama dan Kak Vin-vin juga kesulitan, untung kami ketemu Papa..." Luci mengingat kehidupan sulitnya saat Vin-vin masih balita.

Devan memeluk Mamanya dengan hangat.

"Aku juga bakal jaga Mama, seperti Papa."

Luci tersenyum sambil mengusap tangan anak lelakinya.

"Ih, mandi dulu sana, keburu Devi datang loh."

Devan mendesah, "udah jam tujuh lewat lima menit! nggak tepat waktu nih guru lesnya!" kesal Devan, karena setiap menit itu sangat berharga bagi Devan.

Dengan malas Devan naik ke lantai dua, menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan berganti baju.

Tepat saat Devano turun untuk makan malam, pintu utama di ketuk, dia pun melangkahkan kaki menuju ruang tamu untuk membuka pintu.

"Maaf, aku terlambat," ucap Devi sambil nyengir saat pintu di buka oleh Devan.

Devan terdiam menatap Devi. Dilihatnya penampilan Devi dengan seksama. Dia mengenakan baju yang sedikit basah, rambutnya pun terdapat beberapa bulir air, dan yang paling menarik perhatian Devan adalah pipi kiri Devi yang kemerahan, seperti bekas di tampar dengan keras.

Devan membuka pintu dengan lebar dan mempersilahkan Devi untuk masuk.

"Mah, ada guru les!" panggil Devano pada Mamanya.

"Eh, Devi sudah datang? lho kok bajunya basah? memangnya hujan ya?" tanya Luci.

Devi nyengir, "ini tadi tersiram air waktu ada mobil ngebut lewat tante, hehe..."

"Ya ampun, ayo ganti baju dulu, ada beberapa baju kakaknya Devan yang bisa di pakai," Luci menarik tangan Devi dan mengajak Devi untuk masuk dan berganti baju.

"Nggak usah tante, nggak apa-apa," Devi merasa tak enak hati dan berusaha menolak.

"Ganti dulu! aku nggak fokus belajar nanti kalau belajar dengan orang yang bajunya bau!" ketus Devan.

"Devan..." Luci menatap anak lelakinya tajam.

Devan mencibir sambil berjalan menuju dapur.

"Maafin Devan ya? dia nggak bermaksud bicara kasar, kok."

Devi tersenyum memaklumi, "nggak apa kok Tante, maaf Saya kurang persiapan. Harusnya saya bawa baju ganti."

Luci tersenyum dan mendorong Devi masuk ke kamar tamu, "ada baju di lemari, pilih saja yang mana yang mau di pakai. Lalu setelah itu kamu ke dapur, ya, kita makan malam..."

Devi mengangguk sambil mengucapkan Terima kasih.

Devi memilih baju yang ada di dalam lemari, dia sempat terkejut karena semua baju itu bukan baju murah, semuanya merk terkenal dan pastinya mahal. Devi makin tak enak hati untuk memakainya.

Akhirnya Devi memutuskan mengambil kaos polos warna putih, tapi dia tetap memakai celana jeansnya yang tak terlalu basah.

Setelah selesai, Devi langsung keluar dari kamar mewah itu dan berjalan menuju dapur. Di sana sudah ada Luci dan Devan yang sedang duduk menikmati makan malamnya.

"Dev," tante Luci yang melihat kedatangan Devi langsung bangun dan mengambil piring kosong

"Sini duduk, makan dulu."

Devi mengangguk sambil nyengir, kapan lagi bisa makan di rumah orang kaya? Apalagi lauk yang tersedia di atas meja sangat menggugah selera.

Devi duduk, persis di depan Devan yang masih terus memandanginya, membuat Devi gugup.

Namun Devi pura-pura cuek dan melahap makan malamnya. Rendang ini terlalu enak hingga Devi merasa tamparan Sita bukanlah sebuah hal yang menyakitkan lagi baginya.

Ya! gara-gara Sita, Devi jadi terlambat ke rumah Devan. Dia harus menaiki bis yang jurusannya berlawanan dengan tujuan Devi. Akhirnya dia harus turun di halte terdekat dan payahnya lagi, halte yang dia diami begitu sepi dan tak ada satu pun bis bahkan kendaraan yang lewat. Karena ketakutan, Devi memilih berjalan cepat menuju halte bis lainnya.

Karena suasana yang begitu gelap dan mencekam, Devi tak memperhatikan jika banyak genangan air di dekatnya sehingga saat ada mobil ngebut dan mencipratkan air, Devi tak sempat mengelak sama sekali.

Akhirnya dengan berat hati, Devi memanggil ojol, dan harus membayar mahal untuk sampai di rumah Devan.

Namun semuanya terbayar lunas, karena rendang buatan tante Luci begitu enak, empuk, bahkan lumer di mulut.

"Tante, nggak ada niatan bikin restoran gitu? masakan tante enak banget, loh!" ucap Devi sambil mengacungkan jempolnya.

Luci terkekeh, "kakaknya Devano punya restorant, kadang-kadang tante bantu-bantu masak di sana."

Devi terbelalak tak percaya, "serius?" tanyanya pada Devano. Devano pun menjawabnya dengan anggukan.

"Aah! penasaran pengen ke sana," girang Devi.

"Kapan-kapan aku ajakin ke tempat Kak Vinvin," ucap Devan singkat. Lalu dia bangun dari duduknya karena piringnya sudah kosong.

"Makasih Ma, Devan ke kamar dulu."

Devi yang melihat kepergian Devan, buru-buru menghabiskan makananya. Lalu membawa piring kotor yang dan piring kotor Devan ke wastafel dan segera mencucinya.

"Udah, nggak usah di cuci, Dev," larang Luci.

"Nggak papa Tante, punya Tante juga sekalian sini," pinta Devi. Luci hanya tersenyum sambil mengucapkan Terima kasih.

Setelah selesai mencuci piring, Devi segera menyusul Devan di kamarnya. Jam lesnya sudah mundur terlalu lama karena dirinya terlambat di tambah makan malam dulu. Jadi Devi harus buru-buru menyelesaikan pekerjaannya jika dia tak mau kemalaman pulangnya.

"Maaf, ya." ucap Devi sambil nyelonong masuk ke kamar Devan dan duduk di kursi yang sudah di sediakan.

Devan yang sedang duduk di kursinya sambil bermain ponsel, langsung menoleh ke arah Devi.

"Sampai mana, kita?" tanya Devi sambil membuka buku pelajaran Devan.

Devan menghela napas lalu menyerahkan sebuah benda berwarna biru yang lembut dan dingin. "Pakai ini," ucapnya singkat.

Devi bingung, "ini apa?"

"Buat kompres pipimu." Devan menghela napas lalu mengambil buku yang tadi sempat di buka-buka Devi, lalu mencari halaman terakhir yang di pelajari mereka kemarin.

Devi menatap Devano sambil tersenyum, terharu. "Makasih, Devan..." ucapnya sambil menempelkan kompres itu di pipi kirinya yang memar dan kemerahan.

"Aku habis jatuh tadi," ucap Devi berdusta.

"Aku nggak nanya!" jawab Devan ketus.

Devi mengerucutkan bibirnya. Barusan dia manis banget lalu langsung berubah ketus. Dasar malaikat aneh!

Tiba-tiba ponsel Devi berbunyi, dan Devi pun meminta ijin Devan untuk mengangkatnya. Devan hanya mengangguk, mengijinkan.

"Halo, ada apa, kak?" ucap Devi setengah berbisik.

"Dev! kamu di mana sekarang?!" tanya Dimas dari seberang telepon.

Ada apa dia menelpon? apa dia marah karena Devi menutup tokonya lebih awal? tapi bukaannya Devi sudah ijin tadi?

"Aku lagi ada kerjaan, kak."

"Di mana?"

Devi mengernyit, heran. Kenapa Dimas jadi kepo? aneh!

"Ada apa sih, kak? kalau nggak penting besok aja ya, aku lagi sibuk nih!" kesal Devi karena Dimas terlalu bertele-tele.

"Aku tau apa yang terjadi, Sita nampar kamu, ya?"

Devi menghela napas. "Aku males ngomongin masalah itu, besok aja ya, capek!" Devi langsung menutup telponnya.

"Maaf ya, ayok lanjutin belajarnya!" Devi mengambil puplen dan bersiap mengkoreksi tugas Devan.

Devan memperhatikan Devi, lalu tiba-tiba bertanya, "pacarmu yang menelpon?"

"Bukan, tadi itu kak Dimas, dia yang punya mini market tempat aku kerja part time," jawab Devi sambil menilai pekerjaan Devan lalu tersenyum puas, "Yes! cuma salah satu, Dev!" peliknya girang.

Devan tersenyum, "pintar kan, aku?"

Iya pinter, ganteng lagi... hmm...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!