Di tengah dunia magis Forgotten Realm, seorang pemuda bernama Arlen Whiteclaw menemukan takdir yang tersembunyi dalam dirinya. Ia adalah Pemegang Cahaya, pewaris kekuatan kuno yang mampu melawan kegelapan. Bersama sahabatnya, Eira dan Thorne, Arlen harus menghadapi Lord Malakar, penyihir hitam yang ingin menaklukkan dunia dengan kekuatan kegelapan. Dalam perjalanan yang penuh dengan pertempuran, pengkhianatan, dan pengorbanan, Arlen harus memutuskan apakah ia siap untuk mengorbankan segalanya demi kedamaian atau tenggelam dalam kegelapan yang mengancam seluruh Forgotten Realm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan di Balik Cahaya
Perjalanan mereka terasa lebih sunyi daripada biasanya. Langkah kaki Arlen, Eira, dan Finn terdengar bergema dalam heningnya malam yang menyelimuti hutan di Tanah Pelindung. Masing-masing terjebak dalam pikirannya sendiri, mencoba mencerna sosok misterius yang mereka temui sebelumnya. Bayangan yang menyebut dirinya “penjaga rahasia Relik Gelap” itu meninggalkan pertanyaan yang menghantui mereka.
Eira menghela napas berat, memecah keheningan. “Kalian percaya dengan ucapannya? Tentang Relik Gelap?”
Finn mengangkat bahu, wajahnya terlihat bingung. “Aku tidak tahu. Tapi… kenapa ada Relik Gelap di Tanah Pelindung? Bukankah tempat ini seharusnya penuh dengan energi Cahaya?”
Arlen mencoba meredakan ketegangan di antara mereka. “Mungkin memang ada sesuatu yang belum kita ketahui. Kita hanya tahu legenda tentang Relik Cahaya. Bisa jadi Relik Cahaya dan Relik Gelap adalah dua sisi dari satu kekuatan yang sama.”
Finn tertawa masam. “Kau terlalu sering membaca legenda, Arlen. Tidak semua cerita punya jawaban yang jelas.”
Mereka melanjutkan perjalanan, namun kabut tebal mulai turun, menutupi jalan setapak. Eira berhenti mendadak, merasakan sesuatu yang aneh. “Tunggu… kalian dengar itu?”
Suara samar terdengar, mirip desis yang tak jelas sumbernya. Hawa di sekitar mereka berubah menjadi lebih dingin, dan kabut tebal semakin pekat. Arlen menajamkan pandangannya, mencoba melihat sesuatu di balik kabut.
“Ada yang mendekat,” Arlen berbisik, memperingatkan.
Sosok hitam yang tak jelas bentuknya muncul dari balik kabut. Tampak menyerupai bayangan manusia, namun matanya bersinar merah, menatap mereka dengan tajam. Suara rendah namun mengerikan bergema, membuat bulu kuduk mereka berdiri.
“Kalian mencuri sesuatu yang bukan milik kalian,” suara itu bergema, seperti menggemakan setiap kata dalam pikiran mereka.
Eira mundur, mengangkat Relik Cahaya yang masih bersinar lemah. “Apa… apa maksudmu? Relik ini ditemukan di kuil Tanah Pelindung. Ini bukan milik kalian!”
Sosok itu menyeringai, wajahnya nyaris tidak terlihat dalam kabut. “Relik Cahaya adalah kunci, tapi kunci untuk membuka apa? Kalian bahkan tidak tahu kekuatan sebenarnya.”
Finn maju, menghunus pedangnya dengan tangan gemetar. “Siapa kau sebenarnya?”
Bayangan itu tertawa rendah. “Aku? Aku adalah petunjuk yang terlupakan, sama seperti Relik Gelap yang tersembunyi dari kalian.”
Eira mulai panik. “Kenapa kita harus percaya dengan kata-kata bayangan?”
Bayangan itu mendekat, wajahnya semakin jelas. “Karena Cahaya dan Gelap harus bersatu jika kalian ingin menghentikan Malakar. Kalian tidak bisa menang hanya dengan setengah kekuatan.”
Arlen merasakan ketakutan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. “Apa maksudmu? Kau pikir kami harus mencari Relik Gelap?”
“Relik Cahaya tidak akan bertahan melawan kegelapan tanpa Relik Gelap. Itulah sebabnya Malakar mengincarnya,” bayangan itu menambahkan. “Tanpa satu sama lain, kekuatan mereka sia-sia.”
Finn menarik napas dalam, memandang teman-temannya dengan cemas. “Jadi kita diharuskan mencari Relik Gelap juga? Itu terdengar seperti bunuh diri.”
Sosok itu menghilang dalam kabut, namun suaranya masih terdengar samar. “Pilihannya ada di tangan kalian. Tapi jika kalian ingin bertahan, relik-relik itu harus disatukan. Cahaya dan Gelap akan menjadi kekuatan yang tak terhentikan.”
Arlen merasa kepalanya berdenyut, pikirannya penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab. Ia melirik Eira dan Finn, berharap mereka memiliki jawaban.
“Kita tidak punya pilihan, kan?” Arlen berbisik. “Jika kita ingin mengalahkan Malakar, kita harus mencari Relik Gelap.”
Finn menggeleng, seolah tidak percaya dengan apa yang mereka putuskan. “Dan bagaimana kita tahu di mana menemukannya? Kita bahkan hampir mati untuk mendapatkan Relik Cahaya.”
Eira menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. “Kita kembali dulu ke Joran. Dia mungkin tahu sesuatu tentang Relik Gelap.”
Mereka bertiga sepakat untuk kembali ke arah yang lebih aman, namun mereka belum sepenuhnya tenang. Di dalam kabut, mereka mendengar suara samar yang bergema, seperti peringatan yang mengingatkan bahwa pilihan yang mereka buat bisa membawa mereka pada kehancuran atau kemenangan.
Beberapa jam kemudian, mereka sampai di pondok Joran. Sang penjaga kuil duduk menunggu di depan pintu, seolah sudah tahu kedatangan mereka.
“Kalian kembali lebih cepat daripada yang kuduga,” kata Joran dengan tenang.
Arlen mendekat, tidak membuang waktu untuk bertanya. “Joran, kami perlu tahu tentang Relik Gelap. Apa kau tahu di mana kami bisa menemukannya?”
Joran terdiam, wajahnya seketika tampak lebih tua dan lelah. “Jadi… kalian telah bertemu dengan penjaga bayangan itu?”
Finn memotong cepat, suaranya sedikit marah. “Kenapa kau tidak memberitahu kami sejak awal, Joran? Jika Cahaya dan Gelap harus bersatu, mengapa kau biarkan kami hanya mencari Relik Cahaya?”
Joran menghela napas panjang. “Karena tidak sembarang orang bisa menyatukan Cahaya dan Gelap. Kalian harus siap. Menyentuh Relik Gelap sama berbahayanya dengan menghadapi Malakar.”
Eira menggigit bibir, kebingungan bercampur ketakutan. “Apa yang sebenarnya terjadi, Joran? Mengapa relik-relik ini ada?”
Joran menatap mereka dalam-dalam, seakan memastikan bahwa mereka siap mendengar kebenaran. “Relik Cahaya dan Gelap adalah bagian dari kekuatan purba yang digunakan untuk melindungi Dunia Tersembunyi. Namun, jika kekuatan itu tidak digunakan oleh jiwa yang murni, ia akan menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya.”
Arlen menyadari beratnya tanggung jawab yang kini ada di pundak mereka. “Kami harus mencoba. Jika Malakar berhasil, tidak ada lagi yang bisa menghentikannya.”
Joran akhirnya mengangguk, tampak pasrah dengan keputusan mereka. “Relik Gelap disembunyikan di dalam Lembah Bayangan. Itu adalah tempat yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang memiliki keberanian dan keteguhan hati.”
Finn menarik napas panjang, berusaha menyembunyikan ketakutannya. “Lembah Bayangan terdengar seperti tempat yang ingin kuhindari.”
Eira tersenyum kecil, mencoba memberikan semangat. “Kalau begitu, kita berangkat besok pagi. Kita harus menyelesaikan ini sebelum Malakar mendahului kita.”
Arlen menatap mata teman-temannya, menemukan keteguhan yang sama dalam pandangan mereka. Mereka tahu perjalanan ini akan penuh bahaya, namun kini mereka tidak punya pilihan lain. Jalan di depan semakin gelap, namun harapan mereka tetap bersinar, bagaikan cahaya kecil di tengah malam.
Malam itu, mereka bertiga beristirahat di pondok Joran. Namun, masing-masing masih terjaga, dibebani pikiran tentang apa yang akan mereka hadapi. Tanpa mereka sadari, bayangan gelap kembali menyelimuti pondok, seolah mengintip dari luar, mengawasi mereka dengan cermat.
Dalam keheningan itu, suara lembut berbisik di telinga mereka, suara yang sama seperti yang mereka dengar di hutan. “Hati-hati… kekuatan Gelap bukanlah sesuatu yang bisa dikendalikan. Siapa pun yang mencoba menyatukannya dengan Cahaya, harus bersiap kehilangan segalanya.”
Eira membuka matanya, merasa bahwa suara itu bukan sekadar mimpi. Namun, ia tetap berbaring, membiarkan ketakutan itu menyatu dengan tekadnya. Apa pun yang terjadi, ia tidak akan membiarkan Malakar merebut Dunia Tersembunyi dari mereka.
Saat fajar mulai menyingsing, mereka bertiga berdiri di depan pondok Joran, siap menghadapi Lembah Bayangan. Jalan yang mereka pilih penuh dengan ketidakpastian, namun masing-masing telah menguatkan hati mereka. Arlen menggenggam tangan Eira dan Finn, menatap mereka dengan yakin.
“Apapun yang terjadi, kita akan melalui ini bersama. Jika Relik Gelap adalah kunci untuk mengalahkan Malakar, maka kita akan menemukannya.”
Mereka bertiga saling mengangguk, melangkah menuju petualangan baru yang penuh dengan kegelapan, rahasia, dan harapan yang tipis. Di kejauhan, bayangan sosok Malakar mengintai, seolah sudah menunggu kedatangan mereka di ujung takdir yang tak terhindarkan.