Sebuah ramalan kemunculan raja iblis berhasil membuat dunia kacau balau akibat kemunculan para monster, makhluk mistis serta fenomena alam baru.
Untungnya manusia masih memiliki secercah harapan. Mereka adalah para manusia yang berhasil membangkitkan kekuatan hebat, mereka disebut Awakening.
Akan tetapi, apakah secercah cahaya itu dapat mengalahkan kegelapan yang begitu besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galaxy_k1910, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pedang Eramos 2
Ekilah melangkah masuk. Kedua mata biru kehijauannya memperhatikan seluruh bagian ruangan. Tidak ada jebakan yang dapat dirasakan olehnya.
"Kalau begitu, masalahnya ada pada pedang Erasmo sendiri," pikirnya.
Grep!
Ekilah memegang pedang gagang pedang itu.
Whuuush!
Sebuah energi gelap menyebalkan ke penjuru kastil. Energi gelap yang dipenuhi oleh dendam dan kebencian. Itu membuat Lonan dan Odelia merasakan tekanan yang cukup kuat.
"Sayang sekali aku tidak terpengaruh dengan hal semacam ini."
Srak!
Ekilah pun menarik pedang itu dari tempatnya. Energi gelap tadi pun dengan cepat kembali terserap oleh pedang.
Detik berikutnya, seluruh kastil mulai bergetar dengan keras.
"Oh tidak."
Perempuan bermarga Rajendra itu hendak keluar dari ruangan itu namun tiba-tiba sebuah bayangan hitam muncul dan menahan kedua kaki Ekilah agar ia tidak keluar.
"Sial!"
Tangan kiri Ekilah refleks terangkat ketika bongkahan batu mulai berjatuhan.
Kelopak mata Ekilah perlahan terbuka. Tidak ada satupun rasa sakit yang ia rasakan.
Pemandangan di sekitar Ekilah berubah. Dari yang awalnya sebuah kastil tua kini menjadi hamparan rumput ilalang yang begitu luas.
"Tempat apa ini?" Batin Ekilah bertanya-tanya.
"Jadi kamulah yang berniat merebut pedangku!"
Sebuah suara berat dan penuh wibawa terdengar. Ekilah menoleh ke asal suara.
Itu berasal dari seorang pemuda tinggi yang mengenakan celana longgar serta selendang bermotif dari kanan pundak mirip dengan pakaian salah satu suku yang sempat mendiami negara ini jaman dulu kala.
Ekilah melirik pedang Erasmo di tangan kanannya.
"Kau mau pedangku kembali? Kalau iya lawan aku dulu," ucap Ekilah sambil tersenyum remeh.
Pemuda berambut hitam itu menatap Ekilah tajam.
"Baiklah, aku menerima tantanganmu itu."
Trang!
Sebuah pedang yang mirip dengan yang di tangan Ekilah muncul di dekat pemuda itu.
"Bersiaplah."
Ekilah menyeringai tipis. Bertarung dengan sosok dari masa lalu akan cukup mudah bagi dirinya. Alasannya simpel, karena orang-orang di masa ini sudah membuat banyak taktik licik untuk segala pertarungan.
Sring!
Pemuda itu melesat cepat ke arah Ekilah sambil melakukan tebasan menyamping.
Untungnya, Ekilah berhasil menghindar lebih dulu. Untuk sesaat, perhatiannya sedikit terganggu dengan gaya pakaian pemuda itu di mana bagian dadanya terbuka lebar dan hanya tertutup oleh selendang.
Sring!
Tang!
Kedua pedang Erasmo itu beradu. Walau yang satu hanyalah imitasi tapi kekuatan keduanya sama-sama kuat.
Deg!
Ekilah sedikit tersentak saat energinya mulai terserap oleh pedang Erasmo milik si pemuda itu.
"Oh, jadi pedang ini membuat kita bisa tetap bertarung hingga musuh kehabisan energi."
Serangan demi serangan mulai Ekilah keluarkan namun perempuan ini masih belum mengetahui cara menggunakan pedang Erasmo dengan benar.
Ekilah mulai kesal. Dari pada energinya terserap oleh lawan lebih baik ia gunakan saja sendiri.
Pedang Erasmo di tangannya mulai dilapisi energi kebiruan yang memadat, membuat berat dan daya serang pedang itu bertambah.
Pemuda yang menjadi lawan Ekilah itu memasang tatapan waspada.
"Gadis ini, dia ahli dalam memanipulasi energi... tapi dia payah soal penghematan energi," pikir pemuda itu sambil melihat energi yang keluar dari tubuh Ekilah secara berlebihan.
Pemuda itu pun melesat menuju sisi samping Ekilah dan melakukan tebasan vertikal.
Jleb!
Di luar dugaan, ternyata energi yang pemuda itu pikir pemborosan merupakan rencana Ekilah untuk menahan pedangnya. Bukannya memadatkan energinya, Ekilah justru membuat energinya memiliki sifat yang sama dengan lem.
Kini pedang Erasmo pemuda itu tersangkut, dengan segera Ekilah membalik tubuhnya dan langsung mengeluarkan tebasan energi secara horizontal.
Crat!
Tubuh pemuda itu pun terbagi menjadi dua.
Clang! Clang!
Pedang Erasmo milik pemuda itu terjatuh ketika Ekilah menarik kembali energinya.
"Sekarang apa?"
Huu~
Ekilah menghembuskan nafas lega.
"Gadis muda, apa kamu memiliki saudara?"
"Ugh." Ekilah memandang ngeri kepala yang terpisah dari tubuh itu.
"Yah, aku punya adik laki-laki." Ia menjawab dengan ragu-ragu.
"Apa yang akan kau lakukan bila ia merebut tempatmu?"
Ekilah memasang wajah datar. "Apa ini? Dia ingin adu nasib?"
Sringg!
Tubuh berserta pedang Erasmo milik pemuda itu perlahan berubah mnejadi butiran debu.
"Dengar ya! Wahai orang dari masa lalu. Aku berbeda denganmu, walau terkadang adikku itu menyebalkan aku tetap menyayanginya."
"Kenapa?"
Ekilah tetap diam. Dia memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan terakhir dari pemuda itu.
Pemandangan di sekitar Ekilah pun mulai berubah. Perempuan itu berada di dalam rumah hantu seperti sebelumnya.
Kini, pedang Erasmo sudah berada di tangannya. Pedang yang awalnya dibuat dengan kasih sayang berakhir dengan pedang yang dipenuhi kebencian akibat pemilik yang sebelumnya.
"Sekarang, apa yang harus aku lakukan dengan pedang ini? Kalau gak salah senjata yang ada di kelas A seperti ini harganya setara dengan 10 buah rumah mewah. Haruskah aku menjualnya?"
Ekilah mulai dilanda kebingungan.
Ia pun teringat kembali jika hari sudah tengah malam. Segera, perempuan berambut putih itu keluar dari rumah hantu tersebut.
Warga biasa akan mengalami sedikit efek samping ketika mereka keluar dari ruang gelap seperti pusing dan mual, sedangkan para awakening tidak berdampak banyak.
Jumlah warga sipil yang terjebak lebih banyak ketimbang para awakening, hal itu membuat para awakening yang telah keluar menjadi sibuk.
Mereka semua tidak menyadari kepergian Ekilah selaku orang yang sudah menyelinap masuk.
.
.
.
"Habis dari mana kok baru pulang?"
Ekilah dikejutkan dengan kemunculan sang ayah yang sedang ngopi santai di teras rumah. Dilihat dari kantung matanya, jelas pria beristri itu tidur tidak nyenyak selama beberapa hari.
"Hehe, habis mesra-mesraan sama pacar," ujar Ekilah menyembunyikan pedang Erasmo di belakang badannya.
"Eki." Karsa jelas tahu jika putrinya berbohong.
Ekilah pun menunjukkan pedang Erasmo di tangannya. "Habis misi."
Karsa mengerutkan keningnya sedikit. "Lalu, mau kamu apakan gaji pertamamu itu?"
"Eh?" Ekilah memasang wajah bingung.
Detik berikutnya, Ekilah baru menyadari bahwa tindakan yang baru saja dilakukannya adalah sesuatu yang terlarang alias tabu.
Ia telah melakukan sebuah misi tanpa sepengetahuan pihak Federasi maupun guild mana pun. Ekilah menyelinap masuk seenaknya, bergerak dalam bayang-bayang, menyelesaikan misi dengan cepat lalu pergi.
Namun, pelanggaran yang paling berbahaya dari semua itu adalah keputusan Ekilah untuk mengambil sebuah artefak bersejarah yang sangat bernilai berupa pedang Erasmo tanpa izin.
Jika ada yang melaporkan hal ini pada pihak terkait, bisa-bisa kartu identitas Ekilah sebagai awakening akan dicabut. Kedepannya, ia tidak bisa mengetahui misi dan mendapatkan gaji bulanan dari federasi.
"Sial." Ekilah berdecak kesal dalam batinnya.
Mata biru Ekilah menatap sang ayah dengan tatapan memelas. "Papa~ Tolongin~"
Karsa menghela nafas panjang. Dia sudah menyadari apa yang telah dilakukan oleh Ekilah ketika melihat pedang Erasmo itu.
"Lain kali ikuti prosedur yang ada, Eki."
"Maaf."
Akhirnya Karsa menyuruh Ekilah untuk menutup aura yang dikeluarkan oleh pedang Erasmo dan menyimpannya di rumah pohon.
"Eh? Apa gak masalah? Kalau ada awakening suruhan federasi yang datang bagaimana?" tanya Ekilah.
"Ya kalau mereka datang dan menemukan pedang itu kita katakan saja yang sejujurnya. Mereka tidak akan mencabut kartu awakening-mu, Papa jamin itu."
Ekilah menatap ayahnya ragu-ragu.
"Sudah, masuklah dan tidur sana."
"Iya iya."